Headlines
Loading...
Oleh: Dian Harisah
(Aktivis Dakwah Muslimah)

Dalam satu pekan ini, ramai pemberitaan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Terlebih lagi di penjual eceran, jenis Pertalite sudah tidak dijual lagi. Hal ini sangat dimungkinkan karena konsumen dua jenis BBM yang di tanggal 3 Agustus lalu dinaikkan beralih ke jenis Pertalite. 

Anggota Komisi VII DPR RI Nurhasan Zaidi meminta Pertamina untuk menjelaskan secara transparan terkait ketidaksesuaian antara stok dan fakta mengenai ketersediaan BBM jenis Pertalite di lapangan. Dari sisi volume penyediaan Pertalite, dari kuota sebanyak 23,05 juta liter Pertalite di tahun 2022, sampai bulan Juli ini sudah terpakai 16,8 juta kiloliter. Ini artinya masih ada sisa 6,25 juta liter lagi yang tersedia. (Bisnis.com 15/8/2022)

Dilihat dari tren konsumsi Pertalite, sisa kuota BBM bersubsidi ini tidak akan mencukupi sampai akhir tahun. Pasalnya, konsumsi masyarakat terhadap Pertalite terus meningkat. Maka, harus ada langkah strategis pemerintah untuk menyelesaikan kebutuhan BBM jenis Pertalite ini.

Menyoal Langkah Pemerintah Menaikkan Harga BBM

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan mengatakan Presiden Jokowi kemungkinan besar akan mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi Solar dan Pertalite pekan depan. Hal ini seperti yang diungkapkannya saat kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, yang disiarkan secara daring, Minggu (21/8/2022).

Dilansir dari Kompas.com 21/8/2022, Luhut menyampaikan logika pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertalite. "Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian, karena harga BBM kita termurah se-kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," ucap Luhut.

Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai sebagai musibah baru bagi rakyat Indonesia. Rencana kenaikan ini dipandang tidak tepat, karena harga minyak dunia sedang turun dan berada di kisaran USD90 per barel.

Menurut Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto, tidak ada alasan menaikkan BBM saat ini, lantaran dana subsidi dan kompensasi sudah dialokasikan dengan asumsi harga ICP USD100 per barel. Harga minyak dunia per 21 Agustus 2022 sudah USD90 per barel dengan rincian West Texas Intermediate (WTI) Crude sebesar USD 89.63 per barel dan Brent Crude sebesar USD 95,50 per barel.

Rofik menilai, Pemerintah terbukti tidak kredibel dan rasional dalam rencana alokasi anggarannya. Banyak alokasi anggaran yang ditujukan untuk proyek-proyek infrastruktur transportasi jauh dari menyejahterakan rakyat, tapi nilai investasinya sangat besar;  seperti: bandara, pelabuhan, dan kereta cepat. Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, misalnya, yang saat ini tertunda, anggarannya membengkak dan membutuhkan bantuan anggaran dari APBN.

Politik Energi sesuai Syariat Islam

Telah disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Abdulah bin Said, dari Abdullah bin Khirasy bin Khawsyab asy-Syaibani, dari Al-‘Awam bin Khawsyab, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram."

An-naar (api) di sini dimaknai sebagai sumber daya migas oleh para fuqaha. 

Dalam konsep Syariat Islam, negara mengelola sumber daya alam. Salah satunya adalah BBM. BBM adalah kepemilikan umum, sehingga rakyat akan mendapatkan harga yang murah. Artinya, negara  memosisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat, bukan  sebagai pebisnis dalam melayani rakyat seperti dalam sistem Kapitalis.

Negara wajib menguasai teknologi energi agar pemilik teknologi energi tidak mendikte bahkan memonopoli sumber daya energi milik umum. Negara juga mendorong diversifikasi energi dengan energi gas, surya,  angin dan mikrohidro agar kita tidak tergantung pada satu jenis energi (BBM). Negara juga wajib mendorong efisiensi energi, baik dari kendaraan bermotor maupun gedung hemat energi agar energi yang kita miliki tidak cepat habis. Tak lupa, pendistribusian energi harus dilakukan oleh negara secara merata agar seluruh kebutuhan dasar rakyat dapat tercukupi.  

Konsep seperti ini (negara sebagai pelayan rakyat) tidak kita jumpai dalam sistem pemerintahan Kapitalis Demokratis. Negara cukup memosisikan dirinya sebagai regulator agar nihil dari peran pelayanan.

Bila Negara bukan Penghasil Minyak

Kalau pun negara terpaksa membeli BBM dari luar dengan harga pasar dunia, maka:
- Kebutuhan pokok rakyat juga tetap harus terpenuhi. 
- Negara harus menjaga agar rakyat bisa berhemat atau menggunakan peralatan hemat energi. 
- Negara wajib mendorong upaya pengembangan teknologi, diversifikasi energi dan menemukan energi baru. 
Sekalipun jika masih ada rakyat yang sulit memenuhi kebutuhan pokoknya, negara turun tangan mencarikan nafkah dari  kerabatnya atau memberinya jaminan dari kas zakat dan lain sebagainya, secara langsung.

Demikianlah Syariat Islam beserta politik energinya, mengatur sumber daya energi yang dimiliki negara agar sesuai dengan aturan Islam. Sudah saatnya penguasa negeri ini mengevaluasi tata kelola energi di negeri ini agar rakyat tidak lagi menjadi korban kezaliman aturan kufur. 

Wallahu a'lam.

Baca juga:

0 Comments: