Headlines
Loading...
Pembentukan Karakter Anti Korupsi Gagal Total dalam Pendidikan Sekuler

Pembentukan Karakter Anti Korupsi Gagal Total dalam Pendidikan Sekuler

Oleh Ummu Faiha Hasna

Bukan hal mengejutkan apabila kasus korupsi di dunia pendidikan tak mengenal batas nilai kemanusiaan. Selain memalukan, kasus ini juga  meruntuhkan kredibilitas Universitas sebagai penjaga kebenaran. Seperti apa kronologi kasus yang menyeret Rektor Unila?

Dilansir dari news.detik.com, Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Karomani tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait suap ketika berada di Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (20/8/2022) dini hari. KPK menahan Rektor Unila tersebut bersama tiga tersangka lainnya disebabkan kasus dugaan suap dalam penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), kejadian seseorang yang tertangkap tangan oleh KPK terkait kasus suap menjadi pelajaran untuk melakukan perbaikan.

"Pimpinan Unila akan menjadikan peristiwa ini untuk memperbaiki sistem dan pengelolaan Unila dengan sebaik-baiknya di masa mendatang," ujar Prof. Ir. Suharso Ph.D, seperti yang dilaporkan wartawan Robertus Bejo untuk BBC News Indonesia, Minggu (21/8/2022).

Mirisnya, petinggi kampus tersebut terkena OTT saat mengikuti program pembangunan karakter. Ini mengindikasikan kegagalan pembentukan karakter anti korupsi. Lebih-lebih, hal ini mencemarkan nama kampus yang dianggap sebagai pusat intelektual. 

Di samping itu, hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan bahwa negara menderita kerugian sebesar Rp. 1,6 triliun dari korupsi di sektor pendidikan sepanjang 2016-September 2021. Menurut Peneliti ICW Dewi Anggraeni, terdapat 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum dalam waktu enam tahun terakhir.(cnnindonesia, 22/11/2021)

Oleh karena itu, harus ada evaluasi terhadap sistem pendidikan sekuler yang berlangsung selama. Evaluasi ini berfungsi untuk membedakan mana perbuatan yang baik dari yang buruk. Sebab, pada faktanya, banyak elit petinggi perguruan tinggi atau lulusan perguruan tinggi yang terseret pada kasus korupsi.

Sungguh, potret akademisi hasil perguruan tinggi di sistem ini mudah sekali melakukan korupsi. Penerapan sistem pendidikan berkaitan erat dengan sistem pemerintahan negara. Jika negara masih menggunakan sistem pemerintahan berhaluan Demokrasi-Kapitalistik, output pendidikannya pun melahirkan manusia bermental kapitalistik. Mereka tidak berdaya menghadapi kekuatan sistemik yang ingin menyalahgunakan anggaran uang rakyat untuk kepentingan personal. Penyalahgunaan tersebut bisa dalam bentuk penyelewengan terhadap anggaran secara berjamaah tanpa mau menghindar. 

Memang, tidak ada jaminan bahwa prestasi seseorang bergelar akademik tinggi mampu menghadapi tekanan korupsi secara sistemik. Tingginya angka korupsi di indonesia bukan hanya disebabkan oleh desakan  kebutuhan ekonomi, akan tetapi juga disebabkan motif lain, seperti sifat rakus manusia yang ingin menguasai hak orang lain. Terlebih lagi, hingga saat ini pihak penguasa masih bersikap ramah kepada para koruptor melalui aturan hukum yang sangat longgar. 

Pola hubungan pendidikan Demokrasi kapitalistik beradaptasi dengan proses industrialisasi. Pendidikan terarah pada kepentingan dagang atau politik. Budaya belajar bergeser menjadi budaya materialistik. Karakter pelajar yang dibangun adalah sekuler, hedonis, materialis, individualis, dan pragmatis. Wajar apabila kita temui sosok berpendidikan tinggi, tetapi berakhlak minimalis. Bahkan tindak korupsi dianggapnya sebagai jalan yang benar untuk mendapatkan materi. 
Oleh karena itu, pembentukan karakter anti korupsi tidak dapat dibangun dari kegiatan pelatihan membentuk karakter di bawah payung sistem pendidikan sekuler. Di saat yang sama, pembentukan karakter tersebut tidak diiringi dengan perubahan sistem Kapitalisme. Inilah yang menjadi akar persoalan.

Satu-satunya solusi untuk memutus mata rantai korupsi adalah dengan menerapkan Sistem Islam dalam naungan Khilafah. Khilafah mampu memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Sistem pendidikan dalam Islam bertujuan untuk  membangun SDM berkarakter (berkepribadian) Islam dan menguasai IPTEK. Kepribadian Islam akan menghasilkan peserta didik yang memiliki  keimanan kokoh dan pemikiran Islam mendalam. Pengaruhnya pada generasi adalah keterikatan peserta didik dengan  hukum-hukum Allah. Akibatnya, amar ma'ruf nahi munkar tegak di tengah masyarakat. Kemudian masyarakat melakukan kontrol  dan "muhasabah" (koreksi) terhadap pemerintahan yang sedang berlangsung. 

Pendidikan Islam merupakan suatu sistem dan supra sistem dalam Khilafah. Khilafah bertanggung jawab untuk menerapkan sistem pendidikan Islam melalui berbagai kebijakan Islami dan menjamin pelaksanaannya. 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 
"Seorang imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya."(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Syariat Islam yang diberlakukan oleh khilafah akan mencegah tindak korupsi dalam institusi pemerintahan, termasuk institusi pendidikan. Khilafah juga akan membentuk Badan Pengawasan/Pemeriksa Keuangan.

Syekh Abdul Qodim Zallum, dalam kitab 'Al Amwal fi Daulah Khilafah' menyebutkan, " untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari Badan Pengawasan/Pemeriksaan Keuangan."

Khilafah akan memberi gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan para pegawai pemerintahan termasuk para guru dan rektor. Gaji mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan  tersier. 
Dalam pemerintahan Islam, biaya hidup terjangkau murah karena sistem politik dan  ekonomi negara menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat. 
Kebutuhan kolektif (seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, jalan dan birokrasi) akan digratiskan oleh pemerintah. 
Sedangkan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) bisa terjangkau rakyat dengan harga yang murah. 

Apabila masih ditemukan adanya korupsi, khilafah akan menerapkan sanksi yang keras,  sebab khilafah menerapkan aturan terkait keharaman korupsi, suap atau kecurangan. Hukum yang bersumber dari Syariat Islam bersifat keras. Bentuknya bisa lewat publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. Inilah cara-cara yang dilakukan oleh Khilafah Islam untuk:
- Membuat jera para pelaku korupsi, suap atau kecurangan. 
- Mencegah orang lain dari  berbuat demikian.

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: