Headlines
Loading...
Regenerasi Petani Minim, Kapitalisme Gagal Menciptakan Iklim Pertanian Kondusif

Regenerasi Petani Minim, Kapitalisme Gagal Menciptakan Iklim Pertanian Kondusif

               Oleh: Ummu Faiha Hasna

Pertanian di Indonesia berhadapan dengan berbagai permasalahan. Dari lahan pertanian minim hingga tak berlahan dan tanah-tanah tani mereka beralih untuk kepentingan usaha skala besar. Belum lagi, terjadi krisis petani muda. Bagaimana pandangan Islam tentang hal ini?

Dilansir dari CNBC Indonesia (14/8/2022), Pemerintah mengklaim bahwa RI telah mendapat peringkat kedua produksi padi di Asean. Hal ini dibuktikan dengan adanya penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI). Namun, produksi ini dihantui oleh kerapuhan di sektor pertanian. 
Menurut Agus Pakpahan, Ketua Dewan Pakar DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, regenerasi petani saat ini sangat minim. Secara umum, yang masih bertani adalah generasi tua. Hal ini juga disampaikan oleh Guru Besar IPB Hermanto Siregar. Menurutnya, kondisi petani kita "aging" (menua). Separuh petani kita berusia di atas 50 tahun. 

Kepala Divisi Pengadaan Komoditi Perum Bulog Budi Cahyanto menambahkan bahwa minimnya regenerasi petani di negeri ini memicu problematika bagi industri pangan. Banyak anak muda enggan melirik industri pertanian karena sektor  pertanian dianggap tidak menjanjikan dibandingkan pekerjaan kantoran. Fenomena urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota), termasuk anak petani yang meninggalkan profesi petani sendiri, memang tidak bisa dielakkan. Kehidupan materialistis saat ini telah melahirkan pemahaman pragmatis untuk mencari "value chain" yang menjanjikan dan  dalam jumlah besar. Kondisi tersebut diberikan oleh kehidupan perkantoran. Sementara kecenderungan "value chain" di sektor pertanian dianggap tidak menjanjikan. Di antara faktor yang memunculkan  opini ini adalah ancaman panen menurun hingga gagal panen, pupuk mahal, ketidaksabaran dalam merawat tanaman, teknologi pertanian yang belum merakyat, industri pengolahan belum berkembang baik, dan lain sebagainya. Inilah yang menjadikan kaum milenial enggan berkecimpung dalam bidang pertanian. 

Sistem kehidupan Kapitalis gagal menciptakan iklim pertanian yang kondusif.  Alih-alih menjadikannya kondusif. Yang mereka lakukan malah melakukan monopoli  bahan pangan demi meraih keuntungan pribadi. Sistem Kapitalis tidak menganggap pertanian itu penting, padahal sektor pertanian memiliki peran  fundamental dalam menunjang ketahanan pangan nasional. 

Hal ini berbeda dengan cara pandang Islam terhadap bidang pertanian. 
Islam memberikan perhatian besar pada sektor ini. Bentuk perhatian ini disebabkan adanya dorongan ruhiyah untuk bertani, berladang atau lebih umum menanam bebijian dan  pepohonan. 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani) lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya pahala sedekah." (HR. al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad)

Dalil ini menjadi landasan bagi kaum muslimin untuk memerhatikan sektor pertanian yang secara praktis memberikan kontribusi besar dalam hal pangan. Maka, bukan hanya individu melainkan juga negara yang turut berperan memberikan kontribusi dalam ketahanan pangan, lewat pertanian ini. 
Negara ini adalah Khilafah Islamiyyah. 
Khilafah akan:  
1. Menciptakan iklim untuk meningkatkan produksi  pertanian dan menjamin keberlangsungannya. 
Kebijakan itu mencakup kebijakan intensifikasi, ekstensifikasi, pembangunan infrastruktur pertanian, litbang dan dukungan kepada petani. 

2. Memastikan agar distribusi pangan mencukupi semua wilayah. 

3. Menutup akses agar para spekulan dan kartel tidak memonopoli pasar. 

Semua kebijakan ini juga didukung dengan berbagai pengembangan dan inovasi,  termasuk di bidang pertanian. Oleh karena itu, khilafah akan mengembangkan iklim yang kondusif untuk menunjang hal ini. 

4. Membangun banyak laboratorium, perpustakaan dan lahan-lahan percobaan bagi para ilmuwan agar diberi berbagai dukungan yang diperlukan. Termasuk dana penelitian selain penghargaan atas karya mereka. 

Hasil dari kerjasama antara petani dan negara serta kebijakan ekonomi politik yang berguna untuk kemaslahatan umat membuktikan bahwa  bidang pertanian mencapai kegemilangan selama khilafah berdiri 1300 tahun. 
Pada masa khalifah Umar bin  Khaththab, negara memberikan modal kepada para petani di Irak  atau dalam bentuk pinjaman tanpa bunga.
Pada awal abad ke 19, Pertanian di Timur dekat Afrika Utara dan spanyol didukung sistem pertanian maju. Pertanian menggunakan irigasi yang canggih dan pengetahuan yang sangat memadai. Kemudian ada juga pengembangan pompa saqiya yang digerakkan dengan tenaga hewan yang fenomenal adalah dikembangkan kincir angin sejak abad ke 3H ( 9 M) untuk mengangkat air sungai dan diintegrasikan dengan penggilingan. 

5. Merehabilitasi desa-desa yang rusak dan memperbaiki ladang yang mengering. Contohnya, pada abad ke-10 di bawah kepemimpinan Sultan dari Bani Samanid, Ukraina dan  Uzbekistan berkembang pesat,  menjadi satu dari empat surga dunia. 

Sumbangsih ilmuwan Muslim untuk teknologi pertanian cukup banyak. Satu di antara ilmuwan muslim adalah Muhammad Bin Zakaria ar Razi dengan kitabnya "al Hawi" abad ke 20 Masehi. Kitab ini menggambarkan kincir air di irak yang bisa mengangkat sebanyak 153.000 liter/jam atau 2. 550 liter/menit. Buku ini juga menggambarkan output dari satu kincir air dengan ketinggian 5 meter di Irak dapat mencapai 22.000 liter/jam. Bahkan, dari catatan sejarah dan komentar para ilmuwan termasuk dari Barat mengakui bahwa sistem pertanian di era muslim Spanyol  merupakan sistem pertanian paling kompleks dan paling ilmiah yang pernah disusun oleh kecerdikan manusia. 
Joseph McCabe, cendekiawan berkebangsaan Inggris mengungkapkan bahwa dibawah kendali muslim Arab (pada masa khalifah), perkebunan di Andalusia jarang dikerjakan oleh Budak. 
Di Sepanjang Sungai  Guadalquivir Spanyol, juga terdapat 12 ribu desa yang berkecukupan bahkan makmur. Revolusi pertanian Islam telah diawali pada abad ke-7 yang membuat negeri-negeri Islam berkembang pesat dan memiliki masyarakat yang makmur dari hasil pertanian. 

Dari sini, jelas bahwa sektor pertanian sebenarnya sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Dengan satu syarat, sistem yang mengembangkannya adalah sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah. 

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: