Headlines
Loading...

Oleh. Isturia

Moderasi beragama berkedok pelestarian budaya telah merambah ke daerah secara sistematis. Tak terkecuali telah terdampak juga di Wilayah Ngawi, Ponorogo, dan sekitarnya. Sebut saja Ngawi, untuk pertama kalinya salah satu budaya kabupaten ini ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Sebagaimana disampaikan oleh Kadin Pariwisata Provinsi Jatim, Sinarto bahwa Kemendikbud telah menetapkan bahwa Keduk Beji sebagai Warisan Budaya Tak Benda. (Ngawikab.go.id/17/11/2020).

Di tahun 2022 ini banyak daerah yang sudah menyiapkan berbagai festival budaya untuk meningkatkan kunjungan wisata dan membangkitkan perekonomian masyarakat. Diantaranya Kabupaten Ngawi dan Ponorogo.

Pemkab Ngawi memperbolehkan Gelar Event Hiburan Budaya. Salah satu judul berita di Radar Madiun. "Event Seni Budaya dan Festival Musik di Dalam Maupun di Luar Ruangan Sudah Boleh digelar". Khususnya seniman dan pelaku industri kreatif lainnya karena pemasukan mereka berhenti selama pandemi Covid-19". Kata Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, Senin (30/5/2022).

Hal serupa juga terjadi di Ponorogo. Regenerasi seniman reog digalakkan oleh Pemkab Ponorogo. Salah satunya Festival Reog Mini dan Festival Nasional Reog Ponorogo. Dua festival tersebut menjadi acara rangkaian peringatan Grebeg Suro. (Berita Jatim.com/7/8/20).

Pemuda dalam Lingkaran Budaya

Masih ingat jargon pak Soekarno untuk membangkitkan semangat pemuda? "Beri aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia".

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk mayoritas pemuda. Pada tahun 2020-2035, Indonesia mendapat bonus demografi. Jumlah pemudanya mencapai 64% dari total jumlah penduduk 297 juta jiwa. (ekon.go.id,28/10/2016)

Pemuda sendiri mempunyai potensi lebih besar dari pada anak dan lansia. Beberapa potensi pemuda antara lain adalah fisik yang kuat, rasa ingin tahu dan kreatifitas yang tinggi, semangat yang membara dan lainnya. Potensi ini dibidik untuk andil dalam mengembangkan budaya lokal. Terlepas budaya tersebut sesuai syariat Islam atau tidak. Pemuda sebagai agen perubahan diinginkan ikut mendukung perubahan-perubahan dalam masyarakat, baik daerah maupun nasional. 

Budaya dan Syariat

Menag Yaqut dalam Simposium Moderasi Beragama mengatakan bahwa Moderasi beragama
berakar pada budaya lokal. (Kemenag.go.id). Pernyataan ini menunjukkan bagaimana bapak Yaqut memposisikan syari'at. Seseorang dituntut menghormati dan menghargai budaya lokal dan dinilai negatif ketika sebaliknya. Padahal, budaya lokal itu belum tentu sesuai Islam. Meskipun tidak bertentangan dengan Islam, syari'at Islam wajib menjadi standar.

Umat Islam harus cerdas, tidak boleh terjebak. Umat Islam sedang digiring pelan-pelan untuk menjauh dari syariat Islam atas nama budaya lokal yang dikemas rapi dalam wujud moderasi beragama. Apalagi jika kita detili indikator konsep moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan yang kuat, toleransi beragama, menghindari kekerasan, dan penghargaan terhadap budaya lokal. Jelaslah konsep ini tidak sesuai dengan Islam. Konsep toleransi beragama yang dikampanyekan merupakan toleransi kebablasan karena berawal dari pemahaman dasar, bahwa semua agama benar dan sama semua. Ini jelas bertentangan dengan nas Al Qur'an ( lihat QS Al-Imran : 19 dan 85).

Dampak bagi Remaja 

Sejatinya semua kebijakan yang ditetapkan pemerintah mengarah pada pendangkalan akidah. Bagi generasi muda saat ini yang telah dicekoki pemikiran sekuler, mereka secara akidah telah lemah. Sehingga tidak memiliki "penyaring" mana yang benar dan mana yang melanggar hukum Tuhannya. Apalagi ditambah dengan pengarusderasan moderasi berkedok pelestarian budaya lokal. Fenomena seperti ini membuat pemuda jauh dari Islam. 

Pemuda adalah bagian dari masyarakat. Secara otomatis lemahnya pemikiran pemuda karena arus moderasi, berdampak pada lemahnya pemikiran umat pula. Demikian pula akan berakibat runtuhnya semangat juang kaum muda sebagai generasi pembela dan pembangun peradapan Islam. Dampak lain yang berbahaya adalah pemuda dijadikan sebagai 'alat' penganut, penyebar, dan penjaga peradapan sekuler. Ini semua menambah kuatnya cengkeraman sekulerisme .

Baca juga:

0 Comments: