Headlines
Loading...
Aroma Liberalisasi Migas dibalik Naiknya Harga BBM, Benarkah?

Aroma Liberalisasi Migas dibalik Naiknya Harga BBM, Benarkah?

Oleh: St. Hartanti (Aktivis Mahasiswa)

Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM dinilai zalim oleh banyak pihak. Bagaimana tidak, ditengah beragamnya kesulitan rakyat, terutama diakibatkan oleh pukulan pandemi Covid-19, rakyat yang notabene-nya merupakan kalangan menengah ke bawah dengan populasi sekitar ratusan juta orang harus merogoh dompet lebih dalam guna mendapatkan BBM. Padahal, sebelum kebijakan ini diluncurkan, harga BBM pun cenderung masih mahal.

Dapat dipastikan kenaikan harga BBM berimplikasi pada melonjaknya biaya hidup masyarakat. Harga-harga kebutuhan pokok, transportasi, biaya produksi hingga seluruh kegiatan ekonomi masyarakat lainnya juga otomatis naik. 

Mirah Sumirat, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) mengatakan bahwa kenaikan harga BBM akan mengancam kehidupan rakyat. Kondisi rakyat kecil saat ini sangat sulit. Sebelum harga BBM naik, harga-harga kebutuhan bahan pokok telah melambung. Kondisi jutaan pekerja yang ter-PHK masih belum mendapatkan kepastian pekerjaan dan upah yang layak (merdeka.com). 

Dilansir dari news.detik.com, pemerintah berdalih menaikkan BBM dipicu oleh semakin besarnya beban subsidi dan ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM.

Alasan tersebut nyatanya kurang tepat. Faktanya, jumlah dana yang diperoleh dari kenaikan harga BBM jauh lebih besar dari bansos yang direncanakan akan dibagi. Karena bila dikalkulasikan, kenaikan harga BBM akan menghasilkan tambahan dana yang seandainya dibagi ke rakyat miskin akan mendapatkan 1,5 juta rupiah /bulan/orang. Sedangkan bantuan subsidi BBM hanya sebesar Rp. 600ribu per bulan, itupun tidaklah merata.

Cendekiawan Muslim Muhammad Ismail Yusanto (Mediaumat.id) menilai penaikan harga BBM yang hanya menghemat Rp. 31,8 triliun sampai akhir tahun sebenarnya tidak perlu dilakukan karena pemerintah punya alternatif lain, diantaranya dari Rp519 triliun windfall profit yang diperoleh dari kenaikan harga komoditas khususnya batu bara di pasar internasional.

Pakar Ekonomi Syari’ah Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., CA., juga mengatakan bahwa kenaikan BBM sebenarnya dapat diatasi dengan alternatif lain, diantaranya mengurangi atau mengalihkan pembiayaan di APBN, mengurangi anggaran lain yang bukan termasuk skala prioritas, misalnya anggaran pembangunan IKN atau anggaran infrastruktur untuk kepentingan para kapitalis.

Aroma Liberalisasi Migas dibalik Naiknya Harga BBM

Tak satupun alasan yang dapat diterima dari kebijakan ini. Kenaikan harga BBM jelaslah bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan dalam rangka memuluskan program liberalisasi migas para kapitalis pemilik modal, terutama pada sektor hilir.

Pemerintah mengaku berat hati menaikkan harga BBM karena mengetahui dampak dari kenaikan BBM yang dapat menyengsarakan rakyat, tetapi tetap saja melakukan hal itu, bahkan ketika diprotes oleh berbagai elemen masyarakat, pemerintah tetap acuh akan suara itu.

Padahal, Indonesia adalah pangsa pasar yang menjanjikan, memiliki cadangan migas yang sangat besar sebanyak 4,2 miliar barel, gas 62,4 TCF dan batu bara 38,8 miliar ton (catatan Dewan Energi Nasional RI).

Menteri ESDM ke-12 yang dikuti Kompas (14 Mei 2003) mengatakan bahwa liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Namun liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab, bila harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan untuk masuk (Mediaumat.id)

IMF pada dokumen Memorandum of Economic and Finansial Policies (LoI IMF, pada Januari 2000 dan Juli 2001), dinyatakan bahwa pada sektor migas, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi dan reformasi di tubuh Pertamina , menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional dan membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional. Pemerintah Indonesia pun berkomitmen penuh untuk untuk mereformasi sektor energi. 

UU Migas yang sempat diprotes akibat keberpihakannya kepada kapitalis memang tak lepas dari peran sentral lembaga asing lainnya, seperti World Bank dan USAID  dalam membantu pembuatan draft UU Migas yang diajukan kepada DPR, Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan efisiensi dengan mengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi. Dengan kata lain, UU Migas yang terus diperbaharui ini makin membuka keran bagi asing dalam proyek liberalisasi migas, tak hanya disektor hilir dalam perniagaan dan distribusi migas, tetapi juga di sektor hulu dalam eksplorasi dan eskploitasi. Tak heran bila SDA negeri ini yang sangat melimpah ini sulit untuk bisa dikelola secara mandiri.

Kembalikan pada Sistem Islam

Kondisi tersebut berkebalikan dengan kondisi saat diterapkannya sistem Islam dalam naungan Khil4f4h. Kebutuhan umat terpenuhi bahkan diperoleh secara cuma-cuma. Hal ini dikarenakan penerapan syari’at Islam secara totalitas, termasuk dalam pengelolaan SDA.

Menurut Syari’at Islam, SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik rakyat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, bahwa
‘Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram.” (HR. Ibn Majah dan Ath-Thabrani).

Bahan tambang dalam hal ini migas berikut cadangan yang melimpah termasuk _milkiyyah ‘ammah_ atau barang milik publik yang harus dikelola oleh negara dan seluruh hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. 

Melalui penerapan syari’at islam, para penguasa yang mengaku wakil rakyat tidak akan menjadi regulator yang bertindak semaunya dalam mengelola SDA apalagi menyerahkannya kepada asing untuk dieskploitasi, melainkan akan mengelolanya dengan baik untuk kepentingan rakyat. Penguasa dalam sistem Islam menyadari bahwa ia diberi amanah oleh Allah untuk meri’ayah umat dan kelak akan mempertanggungjawabkan segala kebijakannya.

Oleh karenanya, hanya dengan penerapan syari’at islam, SDA akan terkelola dengan benar dan akan memberi kebermanfaatan untuk umat. Wallahua’lam.

Baca juga:

0 Comments: