Headlines
Loading...
ASEAN Legalkan LGBT, Indonesia Jangan Sampai Menyusul

ASEAN Legalkan LGBT, Indonesia Jangan Sampai Menyusul


Oleh: Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi)

LGBT semakin menjadi dan bangga dengan perbuatannya. Apalagi jika ada negara yang melindunginya. Katanya semua demi HAM, tetapi sayangnya HAM yang kebablasan.

Sebagian negara yang masuk dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. Singapura, misalnya, kini bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. Jika terwujud, mereka bakal menyusul Thailand dan Vietnam yang sudah sudah resmi melegalkan pernikahan sesama jenis. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenudin meminta kepada pemerintah Indonesia untuk tidak ikut melegalkan perilaku LGBT tersebut. Menurut dia, pemerintah harus menggandeng organisasi keagamaan untuk memantau perkembangan LGBT di Indonesia. Menurut dia, masyarakat Indonesia harus terus diberikan edukasi tentang larangan seks di luar ikatan pernikahan.

Dilansir dari BBC, Singapura akan mencabut undang-undang yang melarang seks gay, yang secara efektif membuatnya legal untuk menjadi homoseksual di negara kota itu. Keputusan yang diumumkan oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong di TV nasional tersebut muncul setelah bertahun-tahun menjadi perdebatan sengit. Singapura dikenal dengan nilai-nilai konservatifnya, tetapi dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak orang yang menyerukan agar undang-undang 377A era kolonial dihapuskan. Singapura adalah tempat terakhir di Asia yang bergerak dalam hak-hak LGBT, setelah India, Taiwan dan Thailand. Sikap pemerintah sebelumnya adalah mempertahankan 377A, yang melarang seks antar laki-laki, tetapi juga berjanji untuk tidak menegakkan hukum dalam upaya untuk menenangkan kedua belah pihak. (Republika.co.id, 22/09/2022) 

Semakin hari bukannya semakin maju dalam taraf berpikir, sayangnya malah semakin terbelakang. Bahkan, meskipun akan diadakan antisipasi oleh pemerintah Indonesia tentang LGBT ini, kalaupun tidak didukung dari masyarakat itu susah. Apalagi dengan berdalih ingin menggandeng organisasi Islam untuk menyelamatkan masyarakat dari penyimpangan ini.

Akan tetapi realitanya, kenapa banyak malah Islam yang menjadi kambing hitam berbagai permasalahan dalam negeri. Kajian dibubarkan, dakwah dibatasi. Kira-kira Islam seperti apa yang penguasa maksud sebagai benteng agar tidak terjerat LGBT.

Apalagi dengan tontonan yang kebanyakan dari stasiun tv hari ini, tidak dijaga dengan baik. Memang sulit mengontrol HP perindividu. Tetapi ada kan televisi sebagai ajang mengambil contoh. Kita lihat saja televisi hari ini, semua penuh drama. Sampai-sampai ada yang memberitakan masyarakat ikut bersukaria menyambut pasangan LGBT. Naudzubillah.

Saat ini bukan warning lagi, tetapi sudah darurat krisis identitas. Bisa kita saksikan bagaimana sekarang Singapura, Vietnam dan Thailand telah melegalkan eksistensi LGBT dan ini akan menjadi pendorong pelaku maksiat makin leluasa, juga dimungkinkan memfasilitasi pelaku LGBT di dalam negeri untuk melegalisasi pernikahan sejenisnya di negeri tetangga.

Melihat makin mengakarnya liberalisme dan seks bebas maka desakan akan melegalkan hal yg sama bisa muncul dari kelompok mereka. Karenanya masyarakat muslim wajib terus menunjukkan penolakan terhadap perilaku LGBT dan menentang setiap kebijakan yg membuka jalan legalisasi LGBT. Sungguh ini sangat menakutkan jika dibiarkan.

Maka solusi saat ini yang dibutuhkan adalah dengan kembali pada Islam. Sebab Islam mulai dari sistem pendidikannya itu akan berbasis Islam, serta adanya pembinaan juga sosialisasi kepada setiap warga negara. Sehingga akan tercipta sebuah ketakwaan individu yang ditopang oleh kontrol sosial yang baik dalam masyarakat.

Dengan demikian, para pelaku penyimpangan, termasuk para pelaku LGBT tidak perlu melarikan diri atau mencari suaka ke negara lain. Karena di negaranya mereka tidak serta merta dikenakan sanksi cambuk dan rajam tersebut. Tetapi mereka akan melewati proses pembinaan terlebih dahulu.

Ketika mereka memahami dan berniat untuk kembali kepada jalan yang benar, bertaubat sepenuh hati serta tidak mengulangi kembali perbuatan buruknya, maka sanksi hukum tentu tidak dikenakan. Tetapi ketika pelaku penyimpangan perilaku alias LGBT ini tak juga bertaubat, maka sanksi hukum tegas harus diberlakukan. 

LGBT bukanlah hak asasi manusia. Melainkan penyimpangan kodrat yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Bahkan menurut psikolog, ibu Elly Risman, perilaku penyimpangan LGBT ini, kini telah bermetamorfosa menjadi wabah menular yang mendunia (pandemik).

Maka kondisi ini bukan hanya mengancam generasi, tetapi juga populasi manusia. Inilah akibat yang terjadi, ketika sanksi hukum yang tegas tidak diberlakukan. Tetapi justru dibela atas dasar hak asasi manusia. Syariat Islam sendiri sesungguhnya memiliki tiga pilar dalam penerapannya, yaitu ketakwaan individu, kontrol sosial dalam masyarakat dan penerapan syariat Islam secara menyeluruh oleh negara.

Inilah yang juga harus disosialisasikan kepada seluruh negeri-negeri muslim di dunia. Sehingga stigma negatif dari pada syariat Islam bisa dilenyapkan. Bahwa syariat Islam itu kejam, tidak manusiawi dan melanggar Hak Asasi Manusia. Sama sekali tidak demikian. Syariat Islam adalah aturan terbaik bagi manusia, bahkan bagi alam semesta. Syariat Islam itu justru memuliakan, mengembalikan makhluk kepada fitrah penciptaannya, memberikan rasa adil dan menjadi rahmat ketika diterapkan secara menyeluruh dan sempurna.
Wallahu a'lam

Baca juga:

0 Comments: