Headlines
Loading...
Aturan Baru SBMPTN, Bisakah Meningkatkan Kualitas Pendidikan?

Aturan Baru SBMPTN, Bisakah Meningkatkan Kualitas Pendidikan?


Oleh Siti Aisah, S. Pd [Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang]

Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang menjadi alat ukur kemampuan kognitif calon mahasiswa pada Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2022 dinilai dapat membebani peserta didik. Pasalnya, tes ini berupa ujian dengan ragam materi dan mata pelajaran. Hingga secara tidak langsung menjadi pemicu dari turunnya kualitas pembelajaran peserta didik. Selain itu, beberapa siswa diantaranya harus rela merogoh kocek dalam untuk melakukan bimbingan belajar (bimbel) di luar sekolah. 

Pada dasarnya TKA adalah tes untuk menguji pemahaman dan pengetahuan keilmuan dalam pembelajaran di sekolah dengan prinsip High Order Thinking Skills. Program baru Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam  SBMPTN dinilai sebagai langkah perubahan besar. Hal ini karena TKA dinilai terlalu membebani peserta didik dan guru. 

Kebijakan skema baru SBMPTN ini termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 48 Tahun 2022. Kebijakan ini berisi tentang penghapusan TKA pada SBMPTN tahun 2023 nanti. Sebagai gantinya adalah seleksi yang berfokus pada prestasi, tes, dan seleksi mandiri oleh masing-masing PTN. (detiknews.com, 13/09/2022)

Dalam keterangan lainnya, Mendikbudristek menuturkan bahwa jalur prestasi ini tidak lain bertujuan untuk memberi penghargaan tinggi kepada peserta didik karena telah sukses dalam menjalani pembelajaran menyeluruh kala pendidikan menengah. Tak tanggung-tanggung bobot yang diberikan adalah 50% dari rata-rata raport semua mata pelajaran. Sisanya diambil dari minat dan bakat yang mampu mengeksplorasi peserta didik secara mendalam. 

Secara sepintas kebijakan ini dirasa ‘adil’ bagi semua guru mata pelajaran. Karena memberikan kesempatan kepada semua mata pelajaran untuk eksis dalam jalur prestasi. Tak hanya itu, PTN pun diberikan keleluasaan dalam menentukan bobot (baca: maksimum 50%) atas masing-masing pelajaran sesuai jurusan. Hingga tetap saja pada akhirnya faktor-faktor dalam menentukan penerimaan adalah di dominasi oleh mata pelajaran tertentu.  

Ironisnya penghargaan siswa berprestasi di bidang seni dan budaya 2022 dan duta intelektual dianugerahkan kepada peserta didik di bawah umur yang mahir berdendang lagu dewasa. Penghargaan ini diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly kepada Farel Prayoga yang telah sukses menggoyang istana negara dengan lagu ‘ojo dibandingke'. Padahal semestinya masih banyak kreativitas peserta didik lainnya yang lebih akademis dan menjunjung intelektualitas peserta didik dari pada hanya sebatas viral. 
Sayang, Program yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek ini hanya sampai level teknis saja. Akar permasalahan pendidikan yaitu tentang kualitas output pendidikan dirasa terabaikan oleh negara. Perubahan dalam kebijakan ini pun dirasa akan berdampak pada hilangnya kesan intelektual muda pada peserta didik.

Prestasi yang hanya dilihat dari sisi lahiriah atau bahkan hanya sekedar viral saja sedangkan untuk pembentukan kepribadian karakter Islam yang saat ini terkikis. Pembentukan kepribadian Islam dalam mapel agama dinihilkan dan dipinggirkan hingga hampir di samaratakan dengan pelajaran lainnya. Selanjutnya, pandangan terhadap mapel ini sebagai tsaqofah Islam tidak mendapat perhatian. Inilah sisi kelemahan dari penerimaan mahasiswa baru. 

Sejatinya tsaqofah dan Pendidikan agama Islam ini adalah sisi kematangan dalam berfikir dan bertindak sesuai syariah Islam hingga tak heran menjadi salah satu tujuan dari keberhasilan dalam jenjang menengah. Ironisnya semua itu tidak dijadikan standar keberhasilan pendidikan menengah.

Sistem Islam menjamin kualitas pendidikan tinggi, baik itu berupa kurikulum ataupun output lulusannya. Salah satunya adalah memotivasi setiap orang untuk menjadi intelektual yang memiliki kecerdasan holistik, integrall, spiritual, emosional dan politik. Walhasil saat penguasaan tsaqofah dan ilmu pengetahuan ini diperoleh dari akademisi lulusan Islam. Penguasaan tsaqofah Islam dan ilmu kehidupan dibutuhkan seorang intelektual untuk dapat menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya baik itu urusan pribadi, keluarga, masyarakat sampai pada tataran tata kelola negara. 

Dengan demikian,  sistem pendidikan yang islami mampu menghasilkan tenaga-tenaga terampil dan ahli di bidangnya, dan keberadaannya wajib kifayah dengan jumlah yang dibutuhkan masyarakat. Tinta peradaban Islam telah menuliskan bagaimana suksesnya Khalifah Al-Makmum dari Bani Abbasiyah dalam memfasilitasi atau membangun Bait Al-Hikmah yang semacam universitas sebagai tepat atau wadah lembaga riset, perpustakaan dan di dalamnya lahirlah ilmuwan-ilmuan besar muslim.

Salah satu ulama besar yang tidak hanya mumpuni dibidang agama tapi unggul pula dalam ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah al-khawarizmi, penemu sistem numerik simple yang mampu memecahkan persoalan-persoalan rumit ilmu matematika. Tak hanya itu akibat dari penemuan itu perhitungan gejala astronomi dan geografis mampu akurat.

Negara (Khil4f4h) memberikan fasilitas sarana dan prasana berupa jaminan pendidikan dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi, yang di perlukan bagi para intektual dalam pencarian ilmu dengan memberikan sejumlah motivasi dan guideline agar selalu berjalan dalam rambu-rambu hukum syara.

Baca juga:

0 Comments: