Headlines
Loading...
Oleh Yuliati Sugiono

Ada berita yang kurang menggembirakan. Kembali nilai tukar rupiah melemah ke posisi Rp 15.037 per Dolar AS. Dengan lemahnya nilai tukar tentu akan berdampak pada lemahnya transaksi Rupiah terhadap Dolar terhadap barang-barang impor yang semakin naik harganya.

Meski barang impor tersebut adalah barang lama, namun tetap naik harganya, karena lemahnya nilai tukar Rupiah. Hal ini
 selalu terulang, berpola, bila Dolar naik maka Rupiah melemah, dan barang-barang pokok juga mengalami kenaikan harga.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan kalau Kemendag secara khusus mengatur harga bahan pokok di dalam negeri. Ini bisa dilakukan dengan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET), meski langkah ini tak bisa dilakukan ke produk impor diluar bahan pokok (www.liputan6.com/25/9/2022)

"Gini, tidak semua (bisa diterapkan) HET. Kalau yang diatur kita kan bapok aja, yang lainnya tidak diatur, ekonomi pasar saja," kata dia dalam Kinerja 100 Hari Kementerian Perdagangan yang dipimpin Zulkifli Hasan, Minggu (25/9/2022).

Globalisasi Ekonomi, Penjajahan Gaya Baru

Globalisasi ekonomi adalah desain baru Kapitalisme untuk menjajah dunia Islam pasca Perang Dunia ke-2. Tonggak sejarah globalisasi ditancapkan tahun 1944, saat negeri-negeri muslim menjadi negara bekas jajahan Barat. Pada waktu itu dilaksanakan pertemuan di Bretton Woods, Amerika Serikat. Pertemuan ini dihadiri oleh negara-negara sekutu pemenang PD II yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Perancis. 

Dalam pertemuan ini telah disepakati adanya keputusan-keputusan penting yaitu :

1. Pemberlakuan mata uang dollar AS sebagai mata uang internasional, penghapusan mata uang dinar dan dirham ( emas dan perak) yang dikeluarkan Kekhilafahan Turki Utsmani.

2. Pembentukan IMF sebagai lembaga penjaga stabilitas moneter Internasional.

3. Pembentukan World Bank ( Bank Dunia) untuk memberi utang pada negara-negara bekas jajahan.

4. Pembentukan GATT (General Agreement on Tarif and Trade) untuk mengatur lalu lintas perdagangan internasional. Tahun 1995 berubah menjadi WTO (World Trade Organization) Organisasi Perdagangan Dunia.

Selama ribuan tahun, konsep perdagangan dan perekonomian dunia selalu menggunakan emas dan perak (dinar dan dirham) sebagai mata uang atau alat tukar internasional. Hal ini karena emas merupakan logam mulia yang berharga. Nilainya diakui oleh dunia internasional, 

 Namun sejak adanya perjanjian Bretton Woods, Amerika berusaha mengontrol ekonomi dunia dengan menghapus dinar dan dirham, kemudian memberlakukan Dolar AS sebagai mata uang internasional. 

Sejak itulah muncul masalah-masalah moneter seperti fluktuasi nilai tukar, inflasi, anjloknya daya beli, karena fiat money atau uang kertas adalah mata uang yang berlaku karena dekrit pemerintah, bukan logam mulia seperti emas yang tahan inflasi.

Saatnya Kembali pada Dinar dan Dirham

Masalah-masalah moneter hanya dapat diatasi oleh dinar (mata uang emas) dan dirham (mata uang perak) saja. Kelebihannya sebagai berikut :

1. Emas dan perak adalah komoditas yang dapat diperjualbelikan apabila tidak digunakan sebagai uang.

Artinya, emas dan perak mempunyai nilai intrinsik (qîmah dzatiyah) pada dirinya sendiri. Beda dengan uang kertas yang tidak memiliki nilai intrinsik pada barangnya sendiri. 

Jadi negara tidak bisa mencetak sesukanya sebagaimana mencetak uang kertas, karena untuk mencetak satu dinar saja dibutuhkan emas 4,25 gram.
Jadi mencetaknya sebatas kuantitas emas yang dimiliki.

2. Dinar dan Dirham menjamin kestabilan moneter. Uang kertas cenderung membawa instabilitas karena penambahan uang
 kertas yang beredar tiba-tiba.

3. Sistem Dinar dan Dirham akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antarnegara secara otomatis.

Hal yang sama tidak berlaku bagi uang kertas. Jika negara mencetak semakin banyak uang kertas, daya beli uang itu turun, dan terjadilah inflasi.

Jelaslah, Dinar dan Dirham akan menghapuskan inflasi, sebaliknya uang kertas menyuburkan inflasi.

4. Dinar dan Dirham mempunyai kurs yang stabil antar negara. Ini karena mata uang masing-masing negara akan mengambil posisi tertentu terhadap emas atau perak. Dengan demikian di seluruh dunia hakikatnya hanya terdapat satu mata uang, yaitu emas atau perak, meskipun mata uang yang beredar akan bermacam-macam di berbagai negara.

Dengan demikian solusi dari persoalan moneter adalah kembali diterapkannya mata uang Dinar dan Dirham sebagai mata uang internasional, namun ini tidak akan berhasil jika negara-negara di dunia masih dikomando Amerika.

Baca juga:

0 Comments: