Headlines
Loading...
Oleh: Nanik Farida Priatmaja 

Rencana kenaikan BBM sontak membuat panik seluruh rakyat. Bagaimana tidak, di tengah kondisi ekonomi yang semrawut, bisa-bisanya pemerintah mewacanakan kenaikan harga BBM yang jelas-jelas akan berdampak terhadap seluruh harga barang dan jasa.

Tak dimungkiri rencana kenaikan BBM menimbulkan pro kontra berbagai pihak. Tak sedikit pihak yang langsung turun ke jalan melangsungkan aksi damai menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM karena dinilai semakin mencekik rakyat.

Dilansir dari laman CNN.com (31/8/2022), Ratusan buruh dan pekerja Jawa Timur (Jatim) menggelar aksi demonstrasi memprotes rencana kenaikan harga BBM, di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Para buruh yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, Probolinggo, Jember, Lumajang, dan Banyuwangi itu membentangkan poster bernada protes.

Dampak kenaikan harga BBM pastinya akan semakin memperburuk kondisi ekonomi negeri dan hal ini telah diprediksi oleh pemerintah. Kenaikan harga barang-barang, ongkos produksi jelas tak bisa dihindari. Hal ini akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang berujung pada pengurangan karyawan sehingga jumlah pengangguran makin bertambah dan berpotensi meningkatnya kriminalitas.

Kenaikan harga BBM akan meningkatkan angka kemiskinan. Harga bahan baku naik, dunia usaha makin terpuruk dan inflasi akan naik. Hal ini jelas mengakibatkan banyaknya dunia usaha gulung tikar.

Dampak kenaikan harga BBM begitu luas dan berisiko. Pemerintah seharusnya mengkaji ulang dan mencari solusi terbaik sebelum memutuskan kebijakan kenaikan harga BBM. Meski pemerintah berdalih bahwa dengan menaikkan harga BBM tak lain dampak kenaikan minyak mentah dan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Nilai 1 dolar AS setara Rp 14.700, lebih tinggi dari asumsi sebesar Rp 14.450. Sehingga pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Jika harga tak dinaikkan maka APBN akan jebol dan pemerintah harus menambah subsidi Rp 198 triliun yang mana total anggaran subsidi Rp 700 triliun.

Kenaikan harga minyak dunia selalu saja menjadi alasan kuat untuk menaikkan harga BBM di Indonesia. Faktanya hal ini hanya digunakan sebagai momentum legalitas untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Padahal jika harga minyak mentah dunia sedang turun, pemerintah pun juga tak kunjung menurunkan harga BBM.

Terbukti bahwa pengesahan UU Migas semakin memasifkan liberalisasi migas di negeri ini. UU Migas membuka luas baik swasta lokal maupun asing sehingga bermunculan SPBU-SPBU swasta atau asing yang bukan milik perusahaan negara.

Hadirnya SPBU swasta ataupun asing jelas akan bersaing dengan penjualan BBM bersubsidi yang selama ini dijual oleh Pertamina. Sehingga jika berlangsung terus menerus akan membuat SPBU swasta dan asing pailit. Wajar saja liberalisasi migas berupaya dijalankan secara totalitas yakni dicabutnya subsidi BBM. Demi menyamakan  harga BBM dalam negeri dengan harga pasar. Terjadilah persaingan antara SPBU asing dengan SPBU Pertamina. 

Liberalisasi migas merupakan bagian dari penerapan sistem kapitalisme yang hanya fokus meraih materi demi kepentingan segelintir orang. Sayangnya sistem kapitalisme masih dijadikan sistem andalan dalam mengelola negeri ini. Hilanglah sudah harapan rakyat menikmati tejangkaunya harga BBM di negara yang kaya sumber daya alam.

Hanya melalui penerapan sistem ekonomi Islamlah negara mampu mewujudkan harga BBM yang terjangkau bagi rakyat.  Pengelolaan sumber daya alam yang dikelola penuh oleh negara sebagai harta milik umum akan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Tak akan ada penguasaan asing dalam kepemilikan sumber daya alam. 

Dalam sistem ekonomi Islam, negara menetapkan harga BBM sesuai besarnya ongkos produksi. Bukan berdasarkan harga minyak mentah dunia. Wajar negara mampu menjual harga BBM yang terjangkau rakyat. Walhasil kesejahteraan rakyat mudah terwujud.

Baca juga:

0 Comments: