Headlines
Loading...
Benarkah BLT BBM Pulihkan Ekonomi Rakyat?

Benarkah BLT BBM Pulihkan Ekonomi Rakyat?

Oleh : Nanik Farida Priatmaja
Kenaikan harga BBM telah diketok palu. Demo besar-besaran tak bisa dihindarkan. Harga barang dan jasa perlahan naik. Pemerintah berupaya memulihkan ekonomi melalui sejumlah bantuan tunai yang disebut BLT BBM. Benarkah BLT BBM mampu pulihkan ekonomi rakyat?

Dilansir dari laman Tempo.com (5/9/2022), Pemerintah mengupayakan penyaluran bantuan di tengah kenaikan harga BBM per 3 September 2022. Bantuan tersebut diharapkan dapat membantu perekonomian masyarakat, di tengah naiknya berbagai bahan baku. Presiden Joko Widodo mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi ini pun akan dialihkan menjadi bantuan.

Munculnya BLT BBM seolah menjadi angin segar di tengah kenaikan harga BBM. Ketika harga BBM naik, otomatis harga barang dan jasa turut merangkak. Sayangnya pendapatan rakyat belum tentu naik atau bisa dibelanjakan seperti sedia kala, bisa jadi malah tak terbeli. Lebih buruk lagi jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat adanya pengurangan jumlah karyawan oleh perusahaan yang terancam bangkrut.

Banyak pihak menilai kenaikan harga BBM akan menimbulkan inflasi. Daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa akan menurun akibat naiknya harga-harga. Sehingga akan terdapat banyak pelaku ekonomi semisal UMKM yang semakin tercekik.

BLT BBM sebesar Rp 600.000, per individu yang memiliki gaji dibawah Rp 3,5 juta jelas tak akan cukup membantu mencukupi kebutuhan hidup ketika seluruh harga naik. Belum lagi terkait BLT tepat sasaran atau tidaknya masih diragukan. Mengingat fakta selama ini banyak kasus BLT yang tak tepat sasaran, validitas data, rawan dikorupsi, rawan calo, rawan pemalakan dan beragam jenis "penyakit kronis" yang mengiringi pembagian BLT. Sehingga efektivitas BLT memang layak dipertanyakan.

Pemerintah memberikan BLT kepada rakyat ibarat orang sakit yang diberikan obat bius sementara. Sakit akan sembuh sejenak kemudian kambuh kembali. Begitulah faktanya, rakyat penerima BLT akan merasa senang sesaat, namun akan terkecik menjalani kehidupan. Pasalnya tak mampu membeli barang dan jasa yang harganya makin melambung.

Efektivitas pembagian BLT mungkin bisa diupayakan secara teknis. Semisal dengan membentuk tim khusus yang amanah secara individu, tersistem secara tepat dan terdapat pengawasan yang ketat saat pengambilan data, validitas data hingga pendistribusian. Akan tetapi hal itu bukanlah solusi terbaik. Pasalnya akar permasalahan yang sebenarnya bukan terkait adanya BLT atau tidak. Namun penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara lebih pro asing daripada rakyatnya. 

Liberalisasi di segala bidang dalam sistem kapitalisme menjadikan siapapun bebas memiliki, mengelola, menjual sumber daya alam seperti produk BBM sesuai kehendak mereka. Padahal dalam sistem Islam, negaralah yang bertanggungjawab dan wajib mengelola sumber daya alam (karena termasuk harta kepemilikan umum) dan dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Sehingga rakyat bisa menikmati atau membeli BBM dengan harga terjangkau bahkan gratis. 

BBM dan beragam produknya termasuk kebutuhan pokok dimana dibutuhkan semua orang. Sehingga ketika terjadi kenaikan harga maka akan berdampak terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Wajar di dalam Islam terdapat pengaturan yang begitu detail terkait pengelolaan hingga pendistribusian.

Ketika negara Islam mengalami krisis ekonomi, maka negara akan memberlakukan pemungutan pajak kepada warga negara yang kaya saja. Sedangkan rakyat yang kurang mampu akan mendapatkan bantuan. Negara juga akan memastikan bantuan tersebut tepat sasaran hingga benar-benar terdistribusi pada masing-masing individu. Sehingga tidak berpotensi menimbulkan korupsi, pemalakan dan sebagainya.

Baca juga:

0 Comments: