Headlines
Loading...

Oleh: Huriyah

Masih bergulirnya kasus IrJend FS, beserta gank-nya, meyakinkan saya untuk kembali ambil bagian menulis berkaitan dengan “Pelecehan Seksual”, “Duren Tiga” “Magelang” atau kasus-kasus tambahan yang menghiasinya. 

Kian hari ada saja perkembangan baru yang menarik jadi pemberitaan bagi para pewarta, kemudian mendapat tanggapan pembaca, lantas berbalas komentar hingga terbentuk suara netizen. Kompak suara netizen menggambarkan pandangan umum mereka untuk menyatakan sikap. Menerima atau menolaknya. 

Pelaksanaan rekonstruksi yang diadakan tanggal 30 Agustus 2022 di Rumah Duren 3 dan di rumah pribadi FS, menghadirkan 5 tersangka FS (Ferdy Sambo), PC (Putri Candrawathi), RR (Ricky Rizal), E (Eliezer) dan KM (Kuat Ma’ruf), dengan mengundang beberapa institusi, tapi memusuhi Kuasa Hukum korban (Alm. Yosua), mereka tidak diizinkan masuk (melihat langsung) proses rekonstruksi dengan alasan “pokoknya”.

Cerita made in PC, ia menjadi korban pelecehan dan kejahatan seksual Yosua (Alm), yang terjadi di Magelang tanggal 7 Juli lalu, versi terbaru setelah sebelumnya kejadian pelecehan justru terjadi di Duren 3 telah di SP3 Polisi.

Menurut Mabes Polri Terjadi kegaduhan, Brigadir J (Yosua) mendatangi kamar PC yang sempat melakukan pelecehan seksual terhadap PC dan mengancam (tidak ada penjelasan rinci), Bharada E (Eliezer) mendatangi kamar PC dan disitulah terjadi baku tembak. Cerita awal yang beredar. Akibatnya Brigadir J (Yosua) meninggal dunia dengan 7 luka tembak, sementara Bharada E tidak mengalami luka sedikitpun. Peristiwa aneh dan membingungkan, sementara PC berlarut-larut tidak mau memberikan keterangan dengan alasan sakit, trauma dan lainnya.

Saat dilaksanakan Rekonstruksi, adegan selanjutnya berhasil mempertemukan FS dan istrinya PC. Rekonstruksi berjalan lancar banyak polisi yang menjaga, lantas dimana topic beritanya? Pada adegan pertemuan di ruang keluarga FS dan PC berpelukan. Netizen pada baper, adegan itu diulang-ulang di suatu stasiun TV. Maka keluarlah hujatan bermesraan ditengah penderitaan keluarga Yosua, tidak punya hati. Padahal justru suasana tegang, bagaimana tidak, untuk menjadi bintang sinetron saja harus punya syarat-syarat dan bakat yang mumpuni. Tapi FS dan PC langsung berperan sebagai peran utama. Dan FS dengan tangan terikat menggamit kepala istrinya kepelukannya. Sedikit canggung, tapi seperti menikmati. Kapan lagi akan bertemu, sekursi saling bertatapan dan saling cerita. Sekedar menghilangkan gundah gulana jiwa. Susah nian mereka untuk bahagia sekedar melepas rindu pun harus disaksikan orang se-Indonesia. Yes or No?

Tapi dibalik itu semua, mata kamera sempat menyoroti tatkala FS tersenyum bahagia, meski berbaju orange dan tangan terborgol ia begitu tenang, tak nampak kepikiran kalau hidupnya akan ia habiskan di Hotel Prodeo bintang 5.

Dengan berkembangnya kasus ini kian menyebar dan bersayap, bukan tidak mungkin menjadikan cerita kian lama kian liar, kian berjilid-jilid, kian rieweh, heboh dan gila. Meski demikian, saya berharap tidak menutupi mata dan telinga kita dengan berita-berita yang mengharu biru yang melanda umat dengan kebijakan akal-akalan penguasa. Itukan yang biasa terjadi menimpa kita?

Entah mana yang benar, yang pasti kalau memang kejadiannya di Magelang, lucunya, seorang istri Inspektur Jenderal yang dikelilingi para ajudan dan ART, tidak melaporkan kejadian itu kepada Kepolisian setempat. Bahkan ia masih percaya kepada bawahan suaminya itu untuk membawanya kembali ke Jakarta. Padahal jika ia mau, bisa saja ia melapor atas perbuatan tercela tersebut untuk menguatkan bukti bahwa perbuatan awal sudah terjadi.

Drama yang berbau cerita dewasa hingga sekelas Menkopolhukam sendiri mengingatkan kisah yang tidak layak jadi santapan masyarakat umum, tapi khusus disajikan bagi pemegang KTP 17 tahun keatas (versi lama) saja. Tapi kalau ditilik dari cerita diatas tidak ada suatu perbuatan yang menggambarkan hinanya perbuatan Brigadir J kepada PC. Tidak seeksotis film-film romantis, apalagi pornografi.

Peristiwa ini sebenarnya tidak rumit hanya dibikin rumit karena banyaknya kebohongan dan rekayasa kasus, mulai dari saat kejadian tanggal 8 Juli tapi baru release tanggal 11 Juli 2022. Ditambah lagi dengan hilangnya banyak barang bukti. 

Alhasil ada 83 polisi yang terlibat, diantaranya ada perwira yang mencoba mempercepat proses hukum, di tahan khusus oleh Timsus, ada polisi sengaja menghilangkan barang bukti, sengaja menghalang-halangi  penyidikan pembunuhan Yosua (Alm). Mereka terdiri dari ajudan FS dan para petinggi Kepolisian. Kasus ini sebegitu banyaknya memakan korban, sebegitu buruknya pembinaan di tubuh kepolisian. Gara-gara nira setitik rusak susu sebelanga.

Sebagian masyarakat merasa pesimis jika peristiwa kriminal yang melibatkan pejabat tinggi negara akan berakhir adil ditangan pengadil yang disebut “Hakim”. Dan kita tidak menghendaki drama ini berakhir dengan soft ending.

Oleh karenanya, jangan sekali-kali melawan suara hati. Ibnul Qoyyim berpendapat, tahapan dusta yang paling pertama berawal dari keberanian seseorang untuk melawan dan mendustai dirinya sendiri. “Kebohongan berawal dari jiwa. Tahap berikutnya merembet pada lisan dan merusaknya, kemudian merembet pada anggota badan, dan merusak segala perbuatan. Persis sebagaimana Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya kedustaan itu dapat menyebabkan perbuatan dosa, dan perbuatan dosa dapat menyebabkan neraka,” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Karena itulah Rasulullah pernah mengatakan kalau keimanan dan dusta tak pernah bersatu. Wallahu 'alam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: