Headlines
Loading...

Oleh: Tri Ambar Sari

"Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia".

Demikianlah penggalan kalimat pertama penuh makna yang termaktub dalam naskah Proklamasi. 

Kala itu proklamasi disaksikan oleh ratusan pasang mata yang menanti detik-detik sakral kemerdekaan Indonesia diproklamirkan.
Di balik proklamasi tersebut adalah Bung Karno, bapak proklamator kemerdekaan bangsa ini. 
Pada 17 Agustus 1945, Indonesia telah resmi dinyatakan merdeka dari segala bentuk penjajahan.

Pada 17 Agustus 2022, hari bersejarah itu kembali dirayakan. Pada saat itu, Indonesia genap 77 tahun mencapai kemerdekaannya. Seperti biasa, naskah Proklamasi itu kembali dibacakan oleh para pemimpin negeri ini.

Boleh saja kita berbangga bersorak sorai "Merdeka.... Merdeka... Merdeka...", sebab puluhan tahun lalu,  penjajah telah hengkang dari bumi pertiwi. 
Sayang, penjajahan masih terus berlanjut dengan baju dan topeng yang berbeda. Jika dahulu pakai senjata, kini bisa lewat perjanjian semata, lewat kerja sama dan bubuhan tanda tangan, migas bisa lepas, kekayaan alam bebas dirampas.
Lantas apakah kita masih pantas melakukan euforia kemerdekaan?

Sementara itu, kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan. Mungkin anak-anak negeri terlalu sibuk dengan kompetisi, panjat pinang, balap karung, makan kerupuk, tarik tambang. Di saat yang sama, pihak asing sibuk mengeksploitasi berbagai tambang dalam negeri.

Negeri ini masih sangat bergantung pada asing dalam berbagai aspek kehidupan.  Lihatlah PT Freeport, kekayaan emas di bumi Papua terus dieksploitasinya. Bahkan PT Freeport diberikan perpanjangan izin tambang. Masuknya perusahaan-perusahaan asing semakin mencengkeram negeri ini. Bahkan seluruh kebijakan dibuat dan dikemas berdasarkan kepentingan Asing. 

Padahal Islam mempunyai aturan sumber daya alam yang harus dikelola oleh negara.
Demikianlah merdeka tanpa tuntunan ayat-ayat cinta Allah.  Aturan-Nya hanya dibatasi untuk mengatur ruang individual. Adapun persoalan publik diserahkan pada akal dan kepentingan manusia.

Padahal kemerdekaan yang sesungguhnya adalah saat manusia bebas dari segala bentuk penjajahan, eksploitasi dan penghambaan kepada sesama manusia. Bebas melaksakan syariat tanpa rasa  was-was, bebas berbuat taat tanpa stigmatisasi sesat, bebas ber-Islam kafah tanpa 'labeling' makar negara. Merdeka sesungguhnya adalah ketika hukum Allah diterapkan secara total dalam kehidupan. 

Surabaya, 26 Agustus 2022

Baca juga:

0 Comments: