Headlines
Loading...
Oleh : Ummu Fahhala
(Pegiat Literasi dan Komunitas Peduli Umat)

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) buka suara terkait dugaan bocornya miliaran data pendaftar kartu SIM di forum pasar gelap. Melalui keterangan resmi, Kominfo mengaku telah melakukan penelusuran internal terkait dugaan bocornya sekitar 1,3 miliar-an  yang mencakup nomor induk kependudukan (NIK), nomor telepon, nama penyedia atau provider, hingga tanggal pendaftaran kartu SIM. Kominfo menuliskan, bahwa, “Dari penelusuran tersebut, dapat diketahui bahwa Kominfo tidak memiliki aplikasi untuk menampung data registrasi prabayar dan pasca bayar. Lebih lanjut Kominfo menampik klaim kebocoran data berasal dari internal kementrian, berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan atas penggalan data yang disebarkan oleh akun bernama Bjorka. (Kompas.com, 1/9/2022).

Dalam cuitannya Bjorka menyematkan tangkapan layar atau screenshoot berisikan informasi penawaran penjualan data 1,3 miliar pendaftar SIM yang dilakukan oleh akun bernama Bjorka. Bjorka menjual data sebesar 87 GB dengan harga 50 dollar AS atau setara dengan Rp. 743 juta, ia menyebutkan data yang didapatkannya merupakan hasil dari kebijakan Kementrian Kominfo yang mewajibkan semua pengguna kartu SIM prabayar untuk mendaftarkan nomer teleponnya  sejak Oktober 2017. 

Sebagaimana diketahui, dalam proses pendaftaran simcard, masyarakat perlu menyertakan NIK dan nomer kartu keluarga (KK). Sungguh miris pemerintah yang diharapkan masyarakat sebagai perisai dan pelindung malah gagal menjaga data pribadi rakyat. Padahal kebocoran data ini disalahgunakan oleh pihak yang berkepentingan. Ini menunjukkan bahwa kebijakan penguasa tidak memiliki kesiapan yang matang. Pasalnya, ketika pemerintah menetapkan bahwa pendaftaran kartu SIM prabayar wajib menyertakan NIK dan nomer kartu keluarga (KK). Pemerintah seharusnya menyiapkan serangkaian sistem penjaganya. Namun nyatanya tidak ada sama sekali, alhasil data pribadi rakyat tergadaikan. 

Watak Kapitalisme

Namun, inilah watak pemimpin dalam sistem demokrasi, negara abai terhadap pengurusan urusan rakyatnya. Tak ayal jika masyarakat berpandangan bahwa pejabat negara bertindak amatir dalam urusan rakyat, termasuk dalam memberi jaminan keamanan data pribadi rakyatnya. Bahkan, penguasa malah mementingkan segelintir elit kekuasaan dan para pemilik modal.

Kebijakan seperti itu lazim tejadi dan terus dilestarikan dalam setiap kepemimpinan rezim kapitalistik. Sistem kapitalisme hanya melahirkan pemimpin yang gagap dalam mengurus urusan rakyat. Padahal Rasulullah saw bersabda : “Bila suatu perkara diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggu saja kehancurannya.” (HR. Al-Bukhari).

Di sisi lain, sistem kapitalisme menyuburkan prinsip hidup bahwa materi adalah standar kebahagiaan. Karena itu apapun yang bisa mendatangkan  materi akan diburu sekalipun dengan menghalalkan segala cara, tak heran kasus kebocoran data untuk kepentingan politik hingga bisnis bisa terjadi, karena tidak memiliki standar yang benar dalam menilai suatu perbuatan dan hanya mementingkan kepuasan pribadi, kelompok atau lembaganya.

Sistem Islam Menjaga Umat

Oleh karena itu, umat harus kembali kepada sistem Islam yang berasal dari Allah Swt yang menjamin keberkahan dalam kehidupan bermasyarakat, sebab Islam bukan hanya agama ruhiyah tapi sebuah ideologi yang dibawa oleh Rasulullah saw melalui wahyu dan dilanjutkan oleh kaum muslimin selama kurang lebih 13 abad dalam bentuk negara yang bertanggung jawab mewujudkan “rahmatann lil ‘alamin”. 

Rasulullah saw telah menjelaskan bahwa seorang kepala negara adalah sebagai pengatur atau raa’in, perisai, pelindung dan junnah bagi rakyatnya baik muslim maupun non muslim. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya al-imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya  (mendukung) dan berlindung  (dari musuh) dengan (kekuasaannya).” (HR. Al-Bukhari, Muslim,  Ahmad, Abu Dawud, dll).

Imam (Khalifah/Penguasa) dengan segala kekuatan akan mencegah musuh dari perbuatan yang mencelakai kaum muslimin dan mencegah sesama manusia melakukan kedzaliman, memelihara kemurnian ajaran Islam, rakyat berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya. Termasuk melindungi rakyatnya dari data pribadi yang tidak boleh disalahgunakan dan memberi sanksi kepada pihak-pihak yang telah membocorkan dan memperjualbelikan data pribadi rakyat.

Mudah bagi negara menutup segala akses informasi yang merusak bagi rakyatnya tanpa mempertimbangkan kerugian materi yang harus dibayar tinggi oleh para kapital karena kepala negara adalah pengatur dan pelindung rakyatnya dengan menerapkan aturan yang telah Allah Swt turunkan di dalam al-qur’an dan as sunnah. 

Negara membutuhkan infrastruktur dan instrumen yang menunjang pelaksanaan keamanan data pribadi setiap warga ditambah dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) mumpuni seperti para ahli dan pakar di bidang ekonomi informasi, perlindungan privasi atau data pribadi. Negara tidak boleh bersifat reaktif artinya negara fokus pada antisipasi dan pencegahan bukan baru bergerak ketika muncul masalah.

Negara Khilafah memberikan sistem keamanan total artinya seluruh lembaga informasi harus bersinergi dengan baik, yaitu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas. Tidak ada tumpang tindih atau bertentangan antara satu dengan lainnya. 

Dengan infrastruktur, instrumen hukum serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik, keamanan data pribadi warga negara terjamin. Inilah tugas negara sesungguhnya, yang hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam kaffah dalam bentuk Khilafah Islamiah.

Baca juga:

0 Comments: