Headlines
Loading...
Guru Sejahtera, Fatamorgana di Negeri Katulistiwa

Guru Sejahtera, Fatamorgana di Negeri Katulistiwa

Oleh Nur Syamsiah Tahir
Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK

Miris! 
Mungkin satu kata inilah yang layak diucapkan untuk mengomentari kondisi para guru saat ini. Di tengah gempuran tuntutan terhadap mutu generasi negeri yang kian mengenaskan, guru juga dituntut untuk melengkapi administrasi pendidikan yang cukup memusingkan kepala. Belum lagi tuntutan kesejahteraan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya di tengah karut-marutnya perekonomian negeri ini.

Di balik fakta ini, ada angin segar yang diembuskan oleh Kemendikbudristek.  Sebagaimana dilansir oleh medcom.id (30/8/2022), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). RUU ini akan menggabungkan tiga UU sekaligus, yakni UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Perguruan Tinggi. 

Sejalan dengan itu, Nadiem Makarim menegaskan bahwa ada banyak perbaikan dalam RUU Sisdiknas. Bahkan RUU ini akan menjadi RUU yang paling bersejarah dalam dunia pendidikan negeri ini. Pasalnya, di dalam RUU ini ada 3 poin penting sebagaimana yang diuraikannya di laman kemdikbud.go.id, 30/8/2022.  Pertama, guru yang sudah lulus sertifikasi tetap berhak mendapatkan tunjangan profesi dan/atau tunjangan khusus sepanjang masih memenuhi persyaratan. Kedua, sertifikat pendidik dari Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah prasyarat menjadi guru atau calon guru baru dan bukan untuk prasyarat memberikan penghasilan layak bagi guru yang sudah mengajar. Sedangkan yang ketiga, pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidik di Pendidikan Kesetaraan, dan pendidik di pesantren formal akan  diakui sebagai guru serta menerima tunjangan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Dengan menilik berita tersebut, tentu saja ini menjadi angin segar bagi  guru, tidak hanya bagi ASN tapi juga bagi guru non PNS. Para guru pada akhirnya akan mendapatkan penghasilan yang layak tanpa menunggu antrian panjang untuk mengikuti PPG. Namun benarkah semua ini? Indonesia, negeri yang dikenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi ini amat besar dan melimpah sumber daya alamnya, baik dari hasil pertanian, ladang, hutan, tambang, maupun hasil lautannya. Namun pada kenyataannya kesejahteraan hidup rakyatnya tidaklah merata bahkan tidak memadai. Mengapa?  Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa negeri yang berada di wilayah katulistiwa ini adalah negeri pengusung ideologi kapitalis sekuler.  Maka jika kita tengok kembali pada konsep dasar ideologi kapitalis akan kita dapatkan bahwa para pengembannya akan mengambil kebijakan apa pun yang bisa mendatangkan manfaat. Penguasa yang notabene adalah para pengusaha atau pemilik modal akan melahirkan kebijakan-kebijakan secara bebas sesuai dengan arah dan tujuannya, yaitu mendapatkan manfaat atau keuntungan sebesar-besarnya, baik di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, pertanian, perdagangan maupun jalinan hubungan dengan luar negeri. Sebaliknya jika alpa dari kemanfaatan berupa materi, maka pasti akan ditinggalkan. Tidak ada makan siang gratis, begitulah pepatah yang sering didengungkan.

Maka demikian pula yang terjadi di bumi Katulistiwa ini, apa pun kebijakan yang dihasilkan bisa dipastikan kebijakan itu akan menguntungkan penguasa dan orang-orang yang ada di sekitar penguasa saja. Lalu, kesejahteraan seperti apa yang hendak diberikan pada para guru? Jika faktanya beban guru semakin berat di dunia kapitalis sekuler seperti sekarang ini, sehingga masih banyak guru yang mencari pemasukan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Dengan demikian, perhatian guru terhadap tanggung jawab mencerdaskan generasi bangsa akan terpecah-pecah. Alhasil, target dan tujuan mencetak generasi yang berkualitas seperti yang termaktub dalam undang-undang pun ambyar.

Sungguh, fakta ini berbanding terbalik dengan fakta kehidupan para guru di masa kehidupan Islam. Sebagaimana paparan Dr. Jaribah bin Ahmad al-Haritsi dalam buku Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab bahwa Umar bin Khattab memberi upah pada setiap guru sebanyak 15 dinar (1 dinar= 4,25 gram emas) setiap bulannya. Maka jika dikalkulasikan dengan harga emas saat ini, setiap guru memperoleh lebih dari Rp60 juta  setiap bulan. Faktanya pada masa itu bukan hanya nominalnya yang besar, melainkan gaji ini pun dibagikan tanpa memandang statusnya sebagai pegawai negeri atau bukan, di perkotaan atau di pedesaan. Di samping itu, kebutuhan dasar hidup guru mulai dari pangan, sandang, dan papan diwujudkan secara mudah dan terjangkau, bahkan untuk semua lapisan masyarakat. Wajarlah jika kemudian guru pada masa itu benar-benar menjadi pendidik dan pencetak generasi berkaliber dunia. 

Penemu-penemu bidang sains pada masa kekuasaan Islam berjaya di dunia, bertaburan laksana bintang di masa kegelapan Eropa. Salah satu tokoh yang melegenda adalah Ibnu Sina, seorang pakar kedokteran, filsuf, dan ilmuwan (980-1037) yang dikenal luas dalam ilmu kedokteran barat sebagai Avicenna. Kemudian Ibnu Firnas, di mana Mattias Paul Scholz dalam bukunya berjudul Advanced NXT: the Da Vinci Inventions Book yang terbit pada 2007, menjelaskan tentang teori Ibnu Firnas yang direkam oleh Leonardo Da Vinci. Ia menjelaskan tentang teori penerbangan dengan konsep menggunakan struktur ujung ekor untuk mengurangi kecepatan saat pendaratan. Struktur ini kemudian dinamai ornithopter oleh da Vinci dan pada tahun 1260 M, Roger Bacon menulis tentang ornithopter theory yang didasari pada eksperimen dan gagasan Firnas. Sayangnya, manuskrip yang ditulis Bacon raib di perpustakaan Spanyol. Hal ini berpengaruh pada berkurangnya pengakuan dunia terhadap penemuan prototipe pesawat Ibnu Firnas.

Fakta ini membuktikan bahwa lahirnya generasi cemerlang tak lain merupakan hasil didikan guru yang memiliki visi dan misi kuat dalam membangun peradaban. Otomatis kenyataan ini tidak mungkin bisa terwujud tanpa adanya peran negara. Apalagi semua guru memiliki hak dan tugas yang sama, yaitu mendidik generasi. Maka negara akan menghitung dengan cermat kebutuhan guru dalam hal pendidikan ini sehingga jumlah guru benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan mengajar, bukan berdasarkan anggaran. Bahkan gaji itu bukan hanya untuk guru, tapi juga untuk para pegawai sekolah yang turut berjasa dalam proses pengajaran dan pendidikan generasinya. Terhadap fasilitas sekolah, negara juga memberikan pemenuhan sesuai kebutuhan tanpa memandang lokasinya di desa ataukah di kota. Dana riset pun diberikan guna mewujudkan generasi cerdas yang siap memimpin dunia. Oleh karena itu, pemerintahan Islam sejak Rasulullah berhijrah ke Madinah 14 abad lalu telah menunjukkan peran terbesarnya dalam dunia pendidikan. Hal ini pun dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin dan para khalifah sesudahnya.

Dengan demikian, pendidikan yang berkualitas hanya akan terwujud jika Islam diterapkan secara kafah dalam bingkai khil4f4h. Kondisi ini pun telah dipaparkan oleh seorang pemikir barat, bahwa sistem Islam telah mampu memberikan kesejahteraan bagi umat manusia, baik muslim maupun non muslim.
“Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas, di mana fenomena yang seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah jaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas, hingga berbagai ilmu, sastra, filsafat, dan seni mengalami kemajuan yang luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durant, dalam The Story of Civilization, vol. XIII, p 151) 

Syahdan, sudah saatnya kita bangkit dan tidak berharap pada sistem kapitalis sekuler ini. Sistem ini nyata kecacatannya dan kesejahteraan yang hakiki bagi para guru hanyalah fatamorgana. Sebaliknya, sangat urgen untuk menggantinya dengan sistem Islam. Dengan begitu, kesejahteraan para guru dan masyarakat benar-benar akan terealisasi karena Islam beserta aturannya adalah  solusi bagi semua permasalahan umat manusia. 

Wallahu a’lam bishshawab

Baca juga:

0 Comments: