Headlines
Loading...
Harapan Ekspor Pangan di Tengah Elegi Kesejahteraan

Harapan Ekspor Pangan di Tengah Elegi Kesejahteraan


Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)

Arus kenaikan harga komoditas pangan kian tak terbendung, apalagi setelah kenaikan BBM yang menebar mendung. Kegidupan rakyat kian sulit karena ekonomi yang semakin mengimpit. Taburan kebijakan menambah beratnya beban dan pendiritaan. Namun, harapan pemangku kebijakan menjulang untuk ekspor pangan.

Paradigma Dagang Kapitalisme

Sudah menjadi rahasia umum, sistem kapitalisme sedang merajai berbagai benua di dunia ini, tak terkecuali Asia Tenggara, wabil khusus Indonesia. Sistem ekonomi kapitalisme memandang segala sesuatu sebagai komoditas yang layak diperjualbelikan. Tak peduli apakah itu barang yang halal atau haram. Tak peduli juga apakah itu kebutuhan dalam negeri atau bukan. Selama keuntungan materi bisa berkibar, di situ transaksi harus berjalan sekalipun dengan rakyatnya sendiri.

Tak ada satu pun yang menafikkan bahwa rakyat di negeri ini ditimpa berbagai kebijakan yang mendagangkan kesengsaraan dan penderitaan. Harga-harga dan tarif kian meninggi. Ekonomi kapitalisme memandang bahwa rakyat hanya akan menjadi beban negara jika dilayani hajatnya. Selain itu, paradigma ekonomi kapitalisme memandang semua sumber daya alam di berbagai negeri, terutama negeri muslim, boleh dimiliki individu ataupun korporasi swasta dengan dalih investasi.
Sistem ekonomi kapitalisme hadir di tengah kehidupan, menceraikan tugas utama negara dengan rakyatnya. Hubungan yang berlaku antara rakyat dan negara laksana konsumen dan produsen. Maka, wajar apabila muncul gagasan ekspor pangan ke negeri Raja Salman. Harapan ekspor pangan ini tentulah dipandang baik oleh paradigma dagang kapitalisme. Sebab, hal itu akan menambah pundi-pundi cuan. Ide itu terbersit saat Mendag memantau besarnya jumlah kunjungan rakyat Indonesia ke Arab.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan ingin produk pangan asal Indonesia membanjiri Arab Saudi. Zulkifli alias Zulhas mengatakan kunjungan masyarakat Indonesia ke Arab sangat tinggi untuk umrah dan haji. "Bayangkan kita kirim 200 ribu lebih jemaah haji, kita kirim jemaah umrah mungkin jutaan jumlahnya per tahun, itu nilai makan saja triliunan yang haji, apalagi kalau sama umrah, banyak sekali," kata Zulhas di Jakarta, Jumat, 9 September 2022 (Tempo.co, 10/9/2022).

Harapan itu tentu sangatlah baik. Dengan catatan, Mendag harus proporsional memahami persoalan rakyat yang berada dalam pusaran elegi kesejahteraan. Tak dimungkiri, membanjiri Arab Saudi dengan pangan Indonesia adalah prestasi dan kemungkinan besar akan memperoleh keuntungan. Namun demikian, sejatinya apa yang diharapkan itu tampaknya bukan untuk kesejahteraan rakyat.

Di tengah kondisi harga pangan dalam negeri semrawut, menteri perdagangan justru hendak menyuplai barang ke luar negeri dengan alasan banyaknya jemaah haji dan umrah. Di saat rakyat mengalami kelesuan daya beli, justru paradigma dagang kapitalisme dilakoni. Inilah penampakan sistem ekonomi kapitalisme yang merajai dunia.

Islam Meniadakan Elegi Kesejahteraan

Ideologi kapitalisme sangat menjauhkan rakyat dari kesejahteraan. Maka, jangan pernah kaum muslim menggantukan harapan terkait permasalahan ekonomi, khususnya kesejahteraan pada sistem ini. Tentu, sistem kapitalisme bertolak belakang dengan sistem Islam. Islam adalah agama sekaligus ideologi bagi kehidupan. Aturannya komprehensif mencakup segala aspek kehidupan, terutama sistem ekonomi.

Sistem ekonomi Islam memosisikan negara sebagai penanggung jawab seluruh kebutuhan asasi rakyat. Hubungan negara dan rakyat adalah pelayan dan tuannya. Negara sabagai pelayan dan rakyat tuannya. Artinya, penguasa wajib melayani dan memelihara seluruh urusan dan kebutuhan rakyat. Negara wajib melindungi rakyat dari mafia dagang ataupun seluruh transaksi yang dilakukan rakyat.

Sejatinya, Islam telah menjamin kebutuhan asasi manusia. Baik itu kebutuhan personal seperti pangan, papan, dan sandang, maupun kebutuhan pokok komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin oleh negara.Jaminan atas pemenuhan kebutuhan pokok melalui mekanisme langsung dan tak langsung.

Negara akan mewajibkan setiap kepala keluarga untuk bekerja memnuhi nafkah yang menjadi tanggungannya. Negara akan menciptakan lapangan pekerjaan dan mendorong rakyat yang lakj-laki untuk menunaikan kewajibannya dalam perkara nafkah. Namun, apabila gajinya tidak mencukupi atau tidak ada satu orang pun yang bisa menafkahi keluarga tersebut, maka negara akan menjamin kebutuhannya. Sementara untuk mekanisme langsung, negara akan menjamin pendidikan, kesehatan, dan keamanan kepada seluruh rakyat secara merata, muslim ataupun bukan, miskin atau kaya, di kota atau di pelosok desa.

Selain itu, sistem ekonomi Islam yang diterapkan Khilafah akan mengatur kepemilikan berdasarkan syariat Islam. Sehingga, sumber daya alam yang dibutuhkan publik akan dikelola negara secara independen. SDA itu haram dikuasai individu, korporasi swasta, atau asing. Negara akan mengelola dengan baik dan benar harta kepemilikan umum guna didistribusikan kepada rakyat. Negara tak boleh menjual kepada rakyat. Kalaupun pengelolaan itu butuh biaya produksi, maka negara diizinkan menarik sesuai harga pokok produksi saja, bahkan seringkali didistribusikan secara cuma-cuma alias gratis. 

Ekspor komoditas harus dijalankan sesuai syariat Islam. Negara tidak boleh mengekspor komoditas yang krusial dan menjadi barang yang dibutuhkan rakyat dalam kehidupan sehari-hari jika dalam kondisi kesulitan. Namun, apabila kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dan bahkan telah berlimpah lumbung pangan Khilafah, Islam membolehkan ekspor komoditas tersebut ke luar negeri dengan memperhatikan rambu-rambunya.

Demikianlah mekanisme Islam dalam menjauhkan rakyat dari elegi kesejahteraan. Khilafah justru akan mewujudkan kesejahteraan rakyat tanpa perhitungan untung rugi.

Wallahu a'lam.

Baca juga:

0 Comments: