
Oleh : Rakhmawati Aulia (Pegiat Literasi)
Mengapa tak lagi begitu berharga arti sebuah nyawa? Hingga begitu banyak kasus bunuh diri merebak di media sosial, ah tidak hanya di media sosial tapi juga mungkin ada di sekitar kita.
Banyak alasan yang menjadi latar belakang banyaknya orang bunuh diri. Kelelahan, stress, merasa terluka, tak sanggup lagi menanggung masalah "berat" lalu akhirnya mengambil jalan pintas untuk bunuh diri dengan maksud derita itu hilang. Namun, apakah benar itu menjadi solusi dari segala macam masalah yang dihadapi?
Terlalu sempit agaknya jika kita memandang bunuh diri menjadi sebuah solusi. Bagaimana pun bunuh diri adalah sesuatu yang sangat dilarang Allah SWT dan termasuk dosa besar.
“Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Mahapenyayang kepadamu.” (QS. an Nisa :29)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ad-Dahak disebutkan, “Barang siapa terjun dari sebuah bukit untuk menewaskan dirinya maka kelak ia akan masuk neraka dalam keadaan terlempar jasadnya. Ia kekal dalam neraka selama-lamanya.”
Subhanallah, balasannya tak main-main dan menahan derita yang panjang hingga akhirat. Na'udzubillah.
Bukankah juga Allah Ta'ala tak akan membebani seorang hamba dengan sesuatu yang ia tak akan mampu melewatinya.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al Baqarah : 286)
Allah Ta'ala juga menegaskan bahwa tak selamanya kesedihan itu akan menimpa, akan ada masa kesedihan itu menjadi suatu yang bahagia.
"Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS al-Insyirah: 6).
Jika masih ada secuil iman dalam jiwa, maka pesan cinta dari Allah Ta'ala ini menjadi sebuah muhasabah pada diri untuk berupaya mengubah persepsi dengan selalu berhuznudzon kepada Allah Ta'ala.
Tak mudah memang, tapi pasti bisa. Di sinilah pentingnya sahabat taat dalam membersamai agar ada tempat untuk berbagi, meningkatkan taqarub kepada sang Pemilik.
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).
Cobalan untuk sediakan waktu untuk berkhalwat dengan Allah Ta'ala, mengadukan segala hal yang menghimpit jiwa. Di samping juga mengisi akal dengan mengkaji Islam, insyaAllah dengan semakin mengkristalnya pemahaman tentang Islam akan menjaga kewarasan diri.
Jika hati kita yang terluka, kecewa mengapa tak belajar untuk memaafkan dan ridho dengan semua yang telah ditetapkan, keyakinan bahwa qadha baik atau buruk itu semua berasal dari Allah Ta'ala maka akan membentuk sikap untuk sabar dan syukur menerima setiap qadhaNya dan memiliki rasa optimisme, gairah untuk menjalani hidup.
Jika lelah, tak salahnya untuk jeda sejenak, menarik napas panjang dan beristirahat. Bekerjalah sesuai dengan kapasitas diri yang dimiliki, jangan pernah memaksakan ddiri hal itu hanya akan membuat lelah.
Jangan mudah untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri, karena penyesalan selalu datang diakhir. Belajar dari orang terdahulu yang menyesal ingin dikembalikan nyawanya agar bisa mengulang waktu dan memperbaiki diri (QS. Al Mukminun: 99-100). Padahal itu hanyalah khayalan belaka.
Belajarlah untuk menghargai sebuah nyawa, jadikanlah masalah yang dihadapi sebagai ladang pahala. Kembalikan pada Allah Ta'ala, sang pemilik solusi. Dalam lorong panjang yang gelap yakinlah di ujungnya akan ada cahaya, pintu keluar. Wa'allahu 'alam
Baca juga:

0 Comments: