Headlines
Loading...
Inilah Alasan Dibalik Rencana Kenaikan Tarif Ojol

Inilah Alasan Dibalik Rencana Kenaikan Tarif Ojol

Oleh Firda Umayah 

Kenaikan tarif ojol (ojek online) hingga kini masih jadi bahan perbincangan. Pakar ekonomi Universitas Airlangga, Rumayya Batubara berpendapat, kenaikan tarif ojol 30-50% bisa membuat masyarakat meninggalkan transprotasi ini (msn.com/28/08/2022).

Meski saat ini rencana kenaikan tarif ojol dikabarkan batal, nyatanya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hanya menunda kenaikan tarif tersebut. Seperti dilansir oleh kompas.com, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum dapat memastikan batas waktu penundaan kenaikan tarif ojek online (ojol). Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, saat ini, pihaknya masih mengikuti kondisi yang berkembang (kompas.com/31/08/2022).

Rencana kenaikan tarif ojol merupakan imbas dari kebijakan korporasi perusahaan ojol yang ingin memanfaatkan banyaknya penggunaan ojol baik untuk jasa ataupun untuk pengantar produk. Hal ini tentu tidak lepas dari kebijakan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator bagi para perusahaan ojol.

Kebijakan pemerintah ini tidak lepas pula dari sistem kapitalisme yang dijadikan sebagai sumber hukum dan sistem pembentuk semua peraturan di dalam negara. Dimana sistem kapitalisme menjadikan materi atau keuntungan finansial menjadi hal yang utama agar dapat diraih sebanyak-banyaknya di semua aspek kehidupan. Terlebih lagi, sarana prasarana perhubungan yang seharusnya dikelola oleh negara justru dilimpahkan kepada para korporasi baik swasta maupun asing.

Kondisi semacam ini menjadi semakin miris ketika terjadi di Indonesia yang notabene merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim atau beragama Islam. Sebagaimana telah diketahui bersama, Islam bukanlah sekedar agama spiritual seperti agama lainnya. Namun Islam merupakan agama yang memuat seluruh aturan yang mengatur segala aktivitas pemeluknya. Termasuk dalam kehidupan bernegara. 

Islam memandang bahwa negara wajib mengurusi dan memenuhi kebutuhan dasar hidup warga negaranya. Dalam sarana prasarana transportasi dan perhubungan, negara tidak boleh menyerahkan kepada pihak swasta terlebih pihak asing. Karena hal itu merupakan hajat hidup orang banyak. Islam juga memandang pemerintah khususnya pemimpin negara sebagai perisai (junnah) dimana ia harus memimpin sesuai dengan syariat Islam. 

Rasulullah saw bersabda yang artinya, "Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim). Lebih lanjut lagi, pemimpin negara dalam pandangan Islam diibaratkan sebagai penggembala sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya, Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” [HR. Bukhari dan Muslim]. 

Sehingga, terhadap segala permasalahan hajat hidup orang banyak, harus dikelola oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Kendali pemerintahan juga dipegang oleh pemimpin negara yakni Khalifah yang terpilih sesuai dengan ketentuan syariat Islam pula. Jika tidak demikian, maka selamanya tak akan pernah tercipta jaminan pemenuhan hajat hidup masyarakat secara adil dan merata. 

Hal ini karena standart perbuatan yang dilakukan oleh sistem kapitalisme dan sistem Islam jelas bertolak belakang. Sistem kapitalisme menjalankan roda pemerintahan sesuai arah pandang kapitalis, sedangkan Islam menjalankannya sesuai arah pandang Rabb Semesta Alam

Baca juga:

0 Comments: