Headlines
Loading...

Oleh. Siti Aisah, S.Pd [Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang]

Emosi sesaat yang tersebab akibat dari munculnya kejadian yang tidak disangka-sangka inilah yang disebut terkejut. Keterkejutan ataupun kekagetan ini bisa dilihat dari ekspresi wajah. Seperti menaikkan alis mata dengan sedikit mengerutkan kening dengan membuka lebar-lebar kelopak mata, hingga terbukanya rahang. U bibir dan mata yang seperti menjauh. 

Ekspresi inilah sepertinya yang tergambar dari peristiwa perayaan hari ulang tahun ketua DPR RI Puan Maharani di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 6 September 2022 bertepatan dengan Hari ulang tahun DPR RI ke-77. Puan sendiri sedang melakukan pidato khusus saat rapat paripurna berlangsung. Peristiwa ini dinilai oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI sebagai tindakan yang tidak melanggar kode etik. Hal ini disebabkan Puan hanya menerima ucapan selamat ulang tahun dari rekan anggota DPR saja. (tempo.com, 13/09/2022)

Ironis, satu kata untuk penguasa saat ini. Ditengah himpitan dan jeritan rakyat yang sedang berjuang demi sesuap nasi. Jejak digital telah merekam bagaimana sikap penguasa saat rakyat memanggilnya untuk meminta konfirmasi atas penetapan kebijakan zalimnya.

Di luar kompleks Senayan yang terasa dingin akibat AC, berbanding terbalik dengan kondisi rakyat yang menjerit saat menolak kenaikan harga BBM. Para wakil rakyat ini seolah miskin empati, dengan tetap membuat kejutan demi membahagiakan ketuanya. Lucius Karus sebagai peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyatakan bahwa hadiah kejutan yang dilakukan oleh para wakil rakyat kepada ketuanya merupakan sebuah ironi yang berbanding terbalik dengan kondisi panas-panasan saat rakyat menolak kebijakan zalim (suara.com, 7/09/2022).

Corona baru saja berlalu, perekonomian global pun semakin merosot. Terjun bebasnya harga minyak mentah dunia tidak membuat pemerintah mengurungkan niatnya untuk mensubsidi (baca : memotong) subsidi energi yang dianggap sebagai pokok utama membengkaknya APBN. Pemerintah seolah menutup mata dan telinga saat jeritan rakyat di luar istana berkumpul untuk meminta pertanggungjawabannya.

Sungguh sistem kapitalisme ini telah melahirkan penguasa yang zalim dan miskin empati. Sistem ini pun telah menghilangkan fungsi penguasa sebagai penjaga dan pelayan rakyat. Sumber daya alam sejatinya bukan milik negara apalagi diprivatisasikan. Sistem yang hanya berdasarkan pada materi semata ini membentuk penguasa bak makelar yang menjadi cukong para kapital. Pertimbangannya hanya sebatas untung-rugi saja, hingga tak heran sumber daya alam di negeri ini bak diperdagangkan dengan kedok investasi. Inilah wajah buruk kapitalisme yang masih tetap saja dipandang dan dipertahankan oleh penguasa negeri ini.

Sistem kapitalisme ini tak pernah tulus dan berpihak pada rakyat. Kebijakan zalim yang dilahirkan penguasa ini bukti bahwa ia telah berselingkuh dengan para lintah darat penyedot darah rakyat. Rakyat dibiarkan memperjuangkan kebutuhannya sendiri. Subsidi energi yang selama ini diberikan kepada rakyat dinilai bisa melenakannya, hingga dianggap sebagai beban negara yang perlu dikurangi atau jika perlu dihilangkan. 

Kebijakan yang lahir dari sistem ini memang membenarkan negara dalam memanfaatkan sebebas-bebasnya sumberdaya alam. Ditambah dengan prinsip bebas aturan, petunjuk hingga pedoman dari kitab apapun. Termasuk Al-Qur’an yang notabene adalah pedoman hidup umat Islam. Hingga tak heran jika sistem ini melahirkan penguasa yang miskin empati. 

Penguasa yang mampu mengayomi adalah dambaan bagi rakyat. Segala kebutuhan primer, mampu dipenuhinya. Namun sayangnya penguasa seperti ini mustahil lahir dari sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Penguasa yang mampu ikhlas berjuang ini pernah lahir belasan abad lalu. Penguasa yang selalu berpihak pada rakyat dan mengesampingkan kepentingan pribadi. Dialah Rasullullah Saw, sebagai kepala negara yang pernah diberi hadiah seorang dokter oleh raja Mauquqis. Tapi, Beliau menjadikan dokter tersebut sebagai dokter bagi rakyatnya. Hal ini karena jaminan kesehatan adalah salah satu yang harus diperhatikan dan diprioritaskan penguasa. 

Rasulullah adalah teladan utama untuk para kepala negara. Para penguasa muslim bisa mengikuti tindak tanduk Rasulullah yang menerapkan aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan. Melanjutkan kehidupan Islam yang pernah dibangun oleh Rasulullah Saw. Hanya dengan institusi khil4f4h islamiyah yang mampu melahirkan penguasa yang kaya empati dan didamba rakyat.

Wallahu a’lam bishshawab

Baca juga:

0 Comments: