Headlines
Loading...
Kejahatan Korupsi Tiada Henti di Sistem Demokrasi

Kejahatan Korupsi Tiada Henti di Sistem Demokrasi


Oleh:
Ummu Faiha Hasna 

Kasus kejahatan korupsi tiada henti di sistem demokrasi. Pasalnya, remisi koruptor jadi sorotan setelah 23 narapidana koruptor kini bebas bersyarat. Sebagaimana dipahami bahwa remisi koruptor adalah remisi yang diberikan kepada narapidana korupsi. Remisi koruptor punya aturan sendiri yang apabila napi koruptor telah dapat memenuhi syarat - syarat tertentu maka dapat memperoleh remisi alias pengurangan masa menjalani jabatan  sebagai narapidana korupsi. ICW menyebut pemberian remisi bagi para koruptor itu semakin menunjukkan bahwa kejahatan korupsi adalah kejahatan biasa. Bagaimana Islam memandang masalah ini?

Dikutip dari news.detik.com, Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak habis pikir dengan 23 koruptor yang mendapat remisi hingga akhirnya bebas bersyarat. ICW menyebut  pemberian remisi bagi para koruptor itu semakin menunjukkan bahwa  kejahatan korupsi adalah kejahatan biasa.

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menyoroti mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang baru dua tahun dipenjara kini bebas bersyarat. Padahal kasus korupsi yang menjeratnya tergolong besar.

Atas keputusan penegak hukum di negeri ini, peneliti bidang hukum ICW Lalola Easter menganjurkan agar kejaksaan  dan komisi pemberantasan korupsi / KPK bisa mengajukan penuntutan terhadap terdakwa korupsi selain pidana penjara dan uang pengganti juga mencabut hak terpidana korupsi untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat kecuali terhadap terpidana yang menjadi justice collaborator atau pelaku yang mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus korupsi. (beritasatu.com)

Polemik di tengah publik makin besar tatkala eks narapidana (napi) korupsi/koruptor ternyata masih bisa menjadi calon anggota legislatif ( Caleg ) di DPR dan DPRD pada pemilu 2024 mendatang sebagaimana dirujuk pada Undang - Undang pemilu. (newsdetik.com)

Semua kondisi ini menunjukkan  bahwa penegakan hukum atas pelaku korupsi sangat lemah. Pasalnya, koruptor dibebaskan bersyarat tanpa penjelasan cukup ke publik, sedangkan pemerintah berdalih hal ini sudah sesuai aturan. 
Begitu pula mantan korupsi tidak kehilangan hak mencalonkan diri dalam kontestasi politik ini makin menegaskan bahwa sistem demokrasi sangat ramah terhadap koruptor dan memberi banyak kesempatan agar koruptor tetap memiliki kedudukan tinggi di mata publik.

Namun, kondisi ini sesuatu yang wajar terjadi dalam negara yang menerapkan sistem sekuler - demokrasi. Pasalnya, penerapan sistem sekuler yang memisahkan antara agama dan kehidupan telah menjadikan politik kering dari nilai - nilai agama. Orientasi pejabat bukan lagi pada Allah dan ibadah,melainkan untuk meraih keuntungan materi sebanyak - banyaknya melalui kedudukan dan kekuasaan.

Selain itu, jamak diketahui bahwa politik demokrasi sangatlah mahal. Sebab, membutuhkan biaya iklan hingga sogokan untuk membeli hati dan suara rakyat. Dan rata - rata mereka disokong para pemilik modal  yang berharap mendapat keuntungan setelah mereka menjabat. Tak beran, jika sistem politik demokrasi cenderung membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan dan memunculkan konflik kepentingan salah satunya melalui korupsi. 

Kondisi ini jauh berbeda dengan sistem politik dalam Khil4f4h Islam. Syariat Islam salah satunya pijakan Khalifah yakni penguasa dalam mengeluarkan kebijakan. Syariat Islam Kaffah ini telah menunjukkan sejumlah cara untuk mencegah hingga mengatasi munculnya kasus korupsi yakni : *Pertama*, Sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah dalam Khil4f4h akan diberikan gaji dan tunjangan hidup yang layak. Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak bisa lagi menjadi pemicu korupsi. *Kedua*,  Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu. Salah satunya adalah agar bertindak menguntungkan pemberian hadiah.

Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat pastinya akan bekerja tidak sebagaimana mestinya hingga dia menerima suap atau hadiah.

Di bidang peradilan,hukum pun ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu memberikan hadiah atau suap.*Ketiga*, Perhitungan Kekayaan. Orang yang melakukan korupsi tentu memiliki jumlah kekayaan yang terus bertambah dengan cepat. Meski orang yang cepat kaya tidak selalu dikarenakan aktivitas korupsi, akan tetapi , perhitungan kekayaan dan pembuktian terbaik sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang sangat baik untuk mencegah korupsi. *Keempat*, Teladan Pemimpin,  Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Seorang pemimpin akan melaksanakan tugasnya dengan amanah jika didorong oleh ketakwaan  kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Sebab dia yakin, bahwa Allah pasti melihat semua aktivitasnya dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Ketakwaan inilah yang ditanamkan oleh Khil4f4h kepada seluruh pegawai negara tanpa terkecuali. *Kelima*, Hukuman Setimpal. Hakikatnya seseorang akan takut menerima resiko yang akan mencelakakan dirinya termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal pada para koruptor. Khil4f4h akan menerapkan hukuman sanksi berdasarkan aturan Islam kepada koruptor. Hukum sanksi ini berfungsi sebagai pencegah atau Zawajir dengan hukuman ta'zir berupa tasyhir ( pewartaan), penyitaan harta, hukuman kurungan, hingga hukuman mati. Hukuman sanksi dalam Islam juga berfungsi sebagai jawabir atau penebus dosa. *Keenam*, Pengawasan Masyarakat, Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat yang tidak segan memberi uang dan hadiah.

Alhasil, pencegahan dan pemberantasan korupsi akan berhasil dalam sistem Islam, yakni Khil4f4h Islam. Wallahu A'lam bi Shawab.

Baca juga:

0 Comments: