
Oleh : Ummu Fahhala
(Pegiat Literasi dan Komunitas Peduli Umat)
Sungguh menyedihkan, seorang guru di salah satu SMA di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Theresia Afrinsia Darna (53) dianiaya siswanya yang berinisial RJD (17), penganiayaan tersebut terjadi karena siswa RJD tidak terima ketika diingatkan supaya tidak ribut dan disuruh untuk memperhatikan penjelasan dari ibu guru Theresia Afrinsia Darna. (KOMPAS.com, 21/9/2022)
Ini bukanlah kasus kekerasan baru yang terjadi di dunia pendidikan, masih banyak kasus lainnya, baik peserta didik yang melakukan kekerasan terhadap guru, atau sebaliknya bahkan sesama peserta didik (bullying).
KPAI membeberkan sejumlah kasus kekerasan yang terjadi pada anak di sejumlah daerah saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) digelar. Selama tahun 2022, KPAI merekap sejumlah kasus kekerasan berupa perundungan dan kekerasan fisik, baik yang dilakukan oleh pendidik maupun sesama peserta didik. (iNews.id, 14 Jun 2022)
Bahkan berdasarkan data Simfoni PPA 2022, terdapat 541 kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Berbagai kasus kekerasan tersebut tentunya akan meninggalkan trauma bagi para korban, bahkan ada yang sampai berakibat fatal hingga meninggal dunia. (kemenpppa.go.id, 12 September 2022).
Kenapa itu semua terjadi berulang dan bagaimana solusi Islam terkait hal tersebut?
Tujuan Pendidikan Belum Tercapai
Banyaknya kasus kekerasan fisik di sekolah mengindikasikan bahwa tujuan pendidikan nasional sebagaimana pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003, yakni untuk menjadikan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, belumlah tercapai. Semua itu tentunya dipengaruhi banyak faktor yang terkait dengan proses pendidikan, baik internal, seperti peserta didik, pendidik, lembaga pendidikan, muatan pendidikan (kurikulum) maupun faktor eksternal, seperti keluarga, lingkungan masyarakat dan juga negara.
Berbagai perubahan kurikulum yang terjadi justru semakin berorientasi pada materi duniawi, jelas berpengaruh terhadap perilaku peserta didik. Apalagi pada pembelajaran tingkat pendidikan dasar dan menengah yang fokus pada penilaian hasil capaian siswa berdasarkan skor PISA-OECD (Programme for International Student Assessment-The Organization Cooperation and Development) dalam tiga bidang utama, yaitu matematika, sains, dan literasi.
Ditambah lagi penyelenggaraan pendidikan dikaitkan dengan Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Indeks yang secara rutin dipantau oleh United Nations Development Programme (UNDP). Akibatnya, pendidikan menjadi lebih fokus pada peringkat-peringkat tingkat global daripada pemahaman karakter mulia. Maka wajar, jika peserta didik tidak terasah budi pekertinya, hanya menurutkan emosi dan melalaikan adab serta perilaku mulia, karena menjadikan akal dan kebebasan lebih dominan. Tujuan pendidikan ditinggalkan jauh di belakang.
Semua ini merupakan hasil dari globalisasi. Nilai-nilai Barat sekuler diadopsi oleh negara, yang berpengaruh dalam setiap regulasi atau aksi sehingga membuat perusakan pemikiran makin masif, terstruktur, dan sistematis. Ini jelas membahayakan hidup generasi, bahkan peradaban.
Perubahan Menyeluruh
Oleh karena itu, butuh perubahan yang menyeluruh hingga menyentuh akar persoalan. Sistem sekularisme mesti ditinggalkan dan diganti dengan akidah Islam sebagai asas kehidupan (pendidikan), baik pada individu, institusi, masyarakat maupun negara.
Akidah Islam dijadikan sebagai landasan pendidikan sehingga terwujud generasi yang santun, berakhlak mulia, juga mumpuni. Generasi yang akan mampu mewujudkan cita-cita bangsa, yang menjadikan dunia sebagai tempat beramal terbaik dan menebarkan banyak manfaat untuk umat sebagai bekal menghadap Allah Swt dan kehidupan akhirat.
Islam juga mengatur perkara adab terhadap diri sendiri, adab terhadap guru, adab terhadap ilmu, dan adab diantara para peserta didik untuk mendapat keberkahan ilmu. Pencarian dan penguasaan terhadap ilmu yang tidak didahului dengan adab, justru akan melahirkan banyak masalah. Para ulama salaf salih sangat memperhatikan masalah adab, mereka mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu. Semuanya kondusif terjadi pada pemerintahan yang menerapkan Islam dalam segala aspek kehidupan.
Sejarah gemilang peradaban Islam telah membuktikan betapa mulia kepribadian setiap individu umat sebagai buah pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Kemajuan fisik tidak tertandingi yang berpadu dengan kemuliaan akhlak dan kepribadian islam yang tinggi, menjadikannya sebagai individu yang tawaduk karena taat kepada Allah Swt sehingga mampu mewujudkan peradaban Islam yang tinggi dan mulia.
Baca juga:

0 Comments: