Headlines
Loading...
*Keluarga, Benteng Terakhir Pelindungan Anak dari L96T*

*Keluarga, Benteng Terakhir Pelindungan Anak dari L96T*


_Oleh : Naning Prasdawati, S.Kep.,Ns (Perawat, Anggota Komunitas Setajam Pena)_

Upaya Singapura mencabut undang-undang yang mengkriminalisasi L96T di negeri tersebut, banyak menuai kekhawatiran dari berbagai kalangan di negeri ini. Tak terkecuali kaum ibu. Bukan tanpa alasan, pasalnya ini tidak sekedar problem individu yang harus kita hargai hak-hak kemanusiaannya. Lebih dari itu, ini adalah sebuah gerakan global yang terorganisir dan terus melebarkan sayapnya untuk mendapatkan pengakuan di berbagai tempat. Dan yang wajib kita waspadai selaku orangtua dalam menanggapi fenomena ini adalah bahwa penyumbang terbesar dari dampak perilaku menyimpang ini adalah usia produktif. Yakni kelompok usia 25-49 tahun sebanyak 70,7% (detikhealth.com, 30/08/22). Sedangkan masa inkubasi (masa terjangkit virus hingga menimbulkan gejala) virus HIV AIDS dalam tubuh seseorang itu sangat lama, yaitu 8-10 tahun. Ini artinya, pada kelompok usia diatas, sudah terjangkit virus sejak mereka berusia 13-41 tahun.

*Propaganda masif menyasar anak kita*

Rakyat Indonesia boleh saja berharap pemerintah tidak melakukan hal serupa dengan Singapura terhadap kaum L96T. Namun, yang harus diingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam PBB. Konsekuensi logis dari ketergabungan ini adalah kewajiban bagi seluruh negara anggota untuk meratifikasi semua program yang menjadi konsensi Internasional di dalamnya.

Tahun 2013 silam, salah satu lembaga PBB yaitu UNDP _(United Nations Development Programme)_ merancang program penguatan L9BT jangka panjang dengan judul, _“Being L96T in Asia Phase 2 Initiative” (BLIA-2)_, dan Indonesia adalah salah satu dari empat negara yang menjadi fokus sasaran program. Tujuan besar yang ingin dicapai yaitu antidiskriminasi terhadap kaum L96T. Program ini menyasar berbagai elemen negara seperti pemerintah, institusi hukum, DPR, para pengambil kebijakan, agar bisa mengakui L96T. Bahkan mereka juga hendak menggandeng UNESCO agar program ini masuk ke kurikulum pendidikan.

Tidak cukup sampai disini, para perusahaan raksasa kelas dunia pun turut menjadi donatur pelaksanaan program ini. Sebut saja yang beberapa waktu lalu viral di jagad maya, perusahaan hiburan Disney yang salah satu film animasi kartun anak berjudul _“lightyear”_ ditolak beberapa negara dengan alasan menampilkan adegan L96T. Di dunia nyata juga tidak kalah mengerikan. Bulan Juni lalu heboh pembatalan pesta gay berkedok penyuluhan HIV di Bogor, dimana pesertanya dihimbau menggunakan kostum seragam SMP.
Keluarga muslim hari ini benar-benar dikepung dari berbagai penjuru. Gerakan ini begitu terorganisir dan mempunyai penopang politik serta sumber pendanaan yang kuat. Ibarat seperti virus, mereka ada dimana-mana. Kapan saja siap untuk menginfeksi pemikiran dan perilaku anak-anak generasi kita ketika imunitasnya lemah.

*Keluarga : benteng terakhir*

Jika seluruh komponen sistem mereka bidik, baik dari sisi pemerintahan, hukum bahkan sektor pendidikan, sehingga tidak lagi bisa kita harapkan mampu melindungi anak-anak generasi dari bahaya L96T, maka tidak ada pilihan selain kita menguatkan imunitas keluarga dan anak-anak kita. Kuncinya adalah dengan memberikan sebaik-baik tarbiyah sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan sunnah.

Allah telah menciptakan manusia lengkap dengan seperangkat potensi kehidupannya, berupa kebutuhan jasmani dan naluri. Kecenderungan seks yang merupakan salah satu manifestasi dari naluri, sebagaimana juga rasa senang, sedih, marah, semua ini dapat dibentuk dan dikendalikan dengan pemikiran. Artinya, ketika terjadi kecenderungan seks dan perilaku yang menyimpang, maka dapat diluruskan dengan proses pendidikan yang benar.
Islam telah memberikan tuntunan tarbiyah yang mampu menjadi langkah preventif untuk melindungi anak-anak generasi kita dari kesalahan perilaku yang bertentangan dengan ketentuan Allah, termasuk orientasi seksual yang salah.

Islam telah mengajarkan kepada kita agar membiasakan anak-anak menutup auratnya sejak dini. Menundukkan pandangan dari yang tidak seharusnya, baik melihat aurat orang lain (meskipun saudara dan sesama jenis), maupun menundukkan pandangan dari tayangan-tayangan di media yang memicu gejolak syahwat. Islam juga memerintahkan kita untuk memisahkan tempat tidur anak tatkala mereka berusia 7 tahun, serta melarang untuk tidur dalam satu selimut. 

Namun seluruh langkah preventif ini, tingkat efektivitasnya akan jauh lebih kuat ketika ditopang oleh peran masyarakat dan negara. Peran masyarakat dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar sebagai bentuk kontrol sosial. Serta peran negara dalam membentuk pemikiran dan pola perilaku yang benar ditengah-tengah umat. Karena hanya negara yang memiliki seluruh perangkat untuk melakukan hal itu. Misal melalui lembaga pendidikan untuk membentuk pola pikir, sektor ekonomi untuk menyokong pelaksanaan program-program pendidikan, pers dan media massa untuk kontrol pemikiran umat, serta sektor peradilan untuk menegakkan aturan berjalan sebagaimana mestinya melalui sistem sanksi yang tegas dan memberikan efek jera.

Sungguh Allah telah memperingatkan kita agar kita tidak meninggalkan anak keturunan kita dalam kondisi yang lemah. Lemah imunitasnya sehingga tidak memiliki filter yang benar untuk menyaring pemikiran-pemikiran, perilaku serta tayangan-tayangan yang merusak.

_“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadapnya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An Nisa’ : 9)_

Semoga kita semua diberikan kekuatan oleh Allah untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak kita dan anak-anak generasi kita agar menjadi khoiru ummah. Sembari terus berjuang untuk mewujudkan tata kehidupan yang kondusif yang berlandaskan syariah islam kafah. Wallahu 'alam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: