Headlines
Loading...
Kontestasi, Hitung-hitungan Kursi Rakyat tak Diurusi

Kontestasi, Hitung-hitungan Kursi Rakyat tak Diurusi


Oleh: Umi Hanif (Sahabat SSCQ).

Rakyat jungkir balik mempertahankan hidup, para pejabat sibuk merapat sana sini demi ambisi 2024. Tak ada empati sama sekali, namun begitulah ulah pejabat dalam sistem Demokrasi Kapitalisme. Hidup rakyat sudah sulit bertambah terhimpit sejak harga BBM naik. Namun mereka tetap melakukan hitung-hitungan kursi, nasib wong cilik siapa yang mengurusi?

Sinyal untuk bisa bekerja sama dalam pemilihan presiden 2024 secara terbuka disampaikan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat menerima kunjungan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani pada Minggu (4/9/2022) kemarin.
Keduanya bahkan menyatakan akan terus membangun komunikasi politik.

“Jadi saya kira konklusi yang paling jelas adalah kita bertekad untuk melanjutkan komunikasi politik dengan terus-menerus, dengan terbuka, dengan apa adanya,” kata Prabowo usai bertemu Puan di Hambalang. Kompas.com (5/9/2022).

Sungguh kontestasi matikan nurani, gelapkan mata dan telinga pekak dari jeritan pilu anak negeri ini. Kita rakyat jangan lagi berharap dari pejabat yang sama sekali tak peduli dengan kondisi. Sikap mereka berbeda dengan ucapan saat berkampanye, rakyat hanya jadi tumbal ketamakan lima tahunan.

Jika demikian, jangan lagi percaya dengan janji-janji palsunya. Demikianlah para pejabat yang ada dalam sistem Demokrasi Kapitalisme, tak akan pernah mengurusi rakyat. Mahalnya biaya kursi kekuasaan, membuat fokusnya seputar keuntungan bukan lagi pelayanan terhadap rakyatnya.

Permasalahan terus bermunculan, penipuan, narkoba, aborsi, tawuran, pembunuhan, korupsi, penggusuran lahan, dll tak ada ujungnya. Ini semua akibat dijalankannya sistem yang menyingkirkan peran agama (Islam). Sistem salah lahirkan pemimpin yang kebijakannya tak terarah, parahnya pasti rakyat yang terimbas dan hidup susah. Sistem ini lahirkan pemimpin yang tak amanah, klop sudah kesengsaraan rakyat.

jIka kita lihat kepemimpinan dalam sistem lslam, maka para pejabat tak akan abai dalam mengurusi keperluan rakyatnya. Karena jabatan dalam lslam amanah berat, bukan untuk prestise apalagi menumpuk materi.

“Sesungguhnya kalian akan berlomba-lomba mendapatkan jabatan, padahal kelak di akhirat akan menjadi sebuah penyesalan ....'' (HR Bukhari dari Abu Hurairah RA).

Para pemimpin dalam lslam justru berlomba dalam melayani rakyat, karena mereka takut terabainya urusan masyarakat menjadi penyesalan yaitu adzab.

Terbukti dalam waktu kurang dari empat tahun, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mampu mensejahterakan rakyatnya dengan tidak ada yang berhak menerima zakat.

Rentang 13 abad dibawah aturan lslam, manusia dari berbagai agama, suku, bahasa dan warna kulit hidup tenang karena kebijakan dari syariat menciptakan maslahat. Sebagaimana BBM adalah harta milik umum, maka hasilnya dikembalikan oleh negara kepada rakyat secara umum tanpa memandang agama, suku, bahasa, kaya atau miskin.
Pelayanan negara bukan dengan syarat namun menjalankan syariat. Mereka tidak sibuk menghitung kursi agar jabatan aman lima atau sepuluh tahun kedepan. Mereka justru sibuk menata pelayanan  agar rakyat bisa hidup tenang.

Sekarang saatnya kita memilih pemimpin yang mau menerapkan lslam kaffah, agar kehidupan sejahtera dan bahagia selamanya. Karena siapapun pemimpinnya jika sistemnya Demokrasi Kapitalisme, rakyat tidak akan ada yang mengurusi.
Allahu a’lam

Baca juga:

0 Comments: