Headlines
Loading...
Kritik Umat, Wujud Rasa Cinta Rakyat Terhadap Pemimpin

Kritik Umat, Wujud Rasa Cinta Rakyat Terhadap Pemimpin


Oleh. Ummu Faiha Hasna
( Muslimah Pembela Islam)

Aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM pada Selasa, 6/9/2022, menyimpan banyak cerita. Salah satunya massa yang berunjuk rasa di depan gedung parlemen, sementara para anggota dewan justru terekam merayakan hari ulang tahun ketua DPR RI di tengah rapat paripurna. 

Hal ini, tentu menciptakan kontroversi di kalangan masyarakat. Tidak terkecuali dari peneliti Formappi Lucius Karus yang bahkan terang - terangan 
mengecam DPR karena dianggap sibuk berpesta ketika massa menolak kenaikan harga BBM. (Suara.com).

Ia menilai bahwa tindakan anggota DPR itu ironi dan memalukan. (detik.com).

Saat rakyat menjerit menolak kenaikan BBM,  DPR menunjukkan tidak ada empati pada rakyat. Sebaliknya, DPR tetap merayakan ulang tahun ketua DPR yang bersamaan dengan hari jadi DPR. 

Inilah wajah asli pemimpin dalam sistem rusak zaman ini. Pandangan politik sistem sekuler hanya kekuasaan untuk kepentingan para kapitalis bukan kemaslahatan rakyat. 

Setiap kritik yang membela kepentingan rakyat justru dianggap sebagai ancaman kepentingan kapitalis.  Tak heran, jika penguasa nampak hilang empati saat rakyat menuntut haknya dihadapan mereka. 

Sejatinya, dalam sistem kehidupan kapitalisme telah menjadikan masyarakat termasuk penguasa hanya berorientasi pada materi atau bagaimana meraih keuntungan sebesar- besarnya. baik mereka yang duduk di kursi legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Apalagi jika kita berbicara sistem politik hari ini yang telah memunculkan banyak celah untuk para pejabat dan menggondol cuan sebanyak mungkin.

Diawali dengan kontestasi politik demokrasi yang begitu mahal menjadikan para kandidat hanya berputar pada lingkungan pengusaha atau "wakil pengusaha" sehingga pejabat publik yang  terpilih hanyalah dari kalangan yang memiliki niat mendulang materi.

Wajar saja, rakyat yang seharusnya mereka urusi, menjadi terabaikan.  Jangankan ada rasa empati pada kondisi rakyat yang serba susah sehingga bersegera dalam menyelesaikan masalah umat yang ada malah menjadikan umat sebagai objek meraih keuntungan pribadi.
Karena slogan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat nyatanya hanya Ilusi dalam sistem demokrasi. Rakyat yang dimaksud bukan rakyat keseluruhan, akan tetapi hanya segelintir orang.  Memang benar bahwa demokrasi memberi ruang kebebasan berpendapat untuk mengkritik penguasa. Hanya saja, kritik dibatasi pada hal yang tidak mengganggu kelangsungan kursi penguasa dan juga tidak mengancam eksistensi ideologi kapitalisme.  Selebihnya, kritik dan rakyat tidak banyak mengubah keputusan atau kebijakan penguasa.

Berbeda dengan sistem Islam, yang terbukti mampu memimpin 2/3 dunia selama 13 abad. Aturannya yang bersumber dari pencipta akan menutup celah kerusakan akibat ulah manusia.

Islam sangat mendorong setiap muslim untuk melakukan muhasabah _lil hukkam_. Hal ini semata -mata dalam rangka tetap menjaga iklim ideal di masyarakat agar tetap. Agar tetap berada dalam koridor hukum syariat. Sebab, dalam pandangan Islam, politik negara adalah meriayah atau mengatur urusan umat berdasarkan syariat Allah Subhanahu wata'ala.

Kekuasaan ( Kekhil4f4h4n) merupakan metode syariat Islam kaffah untuk kemaslahatan umat. Meskipun aturan hukum yang diterapkan adalah buatan Allah yang Maha Sempurna, namun Khil4f4h sebagai pelaksananya adalah manusia yang tidak luput dari salah dan lupa.

Kritik umat terhadap penguasa adalah Sunnah Rasul dan tabiat dalam Islam. Kritik tersebut sejatinya adalah wujud rasa cinta rakyat terhadap pemimpin agar tidak tergelincir pada keharaman yang dimurkai Allah Subhanahu Wata'ala.

Di sisi lain, sistem politik Islam akan mencetak penguasa - penguasa menjadi sosok yang mudah menerima masukan. Sebab, sistem politik Islam yang mudah dan berbiaya murah akan menyingkirkan keterlibatan korporasi dalam kontestasinya. Akhirnya kebijakan yang ditetapkan penguasa akan terbebas dari setiran pihak manapun. Ditambah lagi, kepemimpinan di dalam Islam adalah amanah yang dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

Inilah yang menjadi dorongan utama seorang pemimpin dalam Islam untuk terus membenahi kebijakannya agar selalu dalam koridor syariat Islam. Adapun mengenai biaya, gambaran nyata pemimpin dalam sistem Islam, menerima kritik dari rakyatnya terjadi dalam peristiwa Khalifah Umar bin Khathab ra yang dikritik rakyat soal penetapan mahar.

Dikisahkan saat itu khalifah Umar bin Khathab menerima laporan bahwa kaum perempuan menetapkan mahar yang terlalu mahal, kemudian Khalifah Umar berpidato, "Kenapa kalian memperbanyak pemberian mahar kepada kaum perempuan? Padahal, pada masa Rasulullah dan Abu Bakar Siddiq ra mahar hanya 400 dirham di bawah. Andaikan memperbanyak mahar itu termasuk perbuatan takwa di sisi Allah dan merupakan kemuliaan niscaya kalian tidak akan mampu mengungguli itu." Akhirnya Khalifah Umar membatasi jumlah maksimal mahar yang diminta para wanita agar mereka tidak berlebih - lebihan sehingga menyusahkan kaum Muslimin yang hendak menikah. Jumlah maksimal mahar yang ditetapkan adalah sebesar 400 dirham. 

Demikianlah gambaran pemimpin dalam politik Islam, yakni Khil4f4h Islamiyyah yang mudah menerima kritik demi kepentingan rakyat. Pemimpin - pemimpin yang seperti ini tidak akan kita temukan dalam sistem politik demokrasi. Wallahu a'lam.

Baca juga:

0 Comments: