Headlines
Loading...

Oleh Yuliati Sugiono

Ratu Elizabeth II meninggal dunia di usia 96 tahun. Di hari-hari terakhir, ia berada di Istana Balmore, Skotlandia. Empat hari sebelum meninggal dunia, dia masih merestui dan melantik perdana menteri Inggris yang baru, di Istana Balmore, Skotlandia.

Sejak memerintah monarki Inggris di usia 25 tahun, praktis dia telah menjadi ratu Inggris selama 70 tahun. Berita kematian ini membuat dunia berduka, termasuk rakyat Indonesia yang pernah dijajah Inggris meski hanya sebentar. Banyak yang menyampaikan belasungkawa dengan ucapan "My beloved Queen". 

Berbicara tentang Ratu Elizabeth tak bisa lepas dari negara Inggris. Bagaimana kiprah Inggris dalam konstelasi politik internasional?

Inggris adalah sebuah pulau kecil di tengah lautan yang tidak mampu mencukupi penghidupan penduduknya, maka keluarlah mereka untuk mencari kekayaan dengan menjajah. Industri perikanan dan kapal telah mendominasi bangsa Inggris sejak kelahirannya sehingga kebiasaan berlayar dan berdagang membentuk tabiat  berburu kekayaan dan mengeksploitasi untuk mewujudkan seluruh kepentingannya. 

Pada 1913, mereka telah memerintah 400 juta orang. Pada 1921, lima tahun sebelum kelahiran Elizabeth II, Kerajaan Inggris mengklaim sekitar seperempat daratan bumi. Tatkala mereka memeluk ideologi Kapitalisme, menjadikan Inggris negara penjajah nomor satu. Dari 194 negara, 172 diantaranya  pernah dijajah Inggris. Hanya 22 negara yang tidak diinvasi. Hal ini berlangsung bahkan jauh sebelum Amerika menjadi negara adidaya.

Selama menjadi negara koloni, tentu menyisakan duka yang mendalam bagi negara-negara bekas koloninya. Dan duka mendalam ini tak kunjung mendorong ratu Elizabeth jelang akhir hayatnya untuk meminta maaf.

Patrick Gathara, pengamat politik asal Kenya, mengatakan seperti dicatat AP, “Sampai sekarang, dia (Elizabeth II) belum mengakui kepada publik, apalagi minta maaf, terhadap penindasan, penyiksaan, perampasan, dan dehumanisasi yang dilakukan kepada orang-orang pada masa kolonisasi Kenya, baik sebelum atau setelah naik tahta."

Tidak hanya di Kenya dan Jamaika. Di Indonesia sendiri, Inggris telah melakukan kejahatan. Tentara Inggris datang ke Indonesia pada September 1945 sebagai pemenang perang dunia II. 
Mereka bertujuan melucuti tentara Jepang yang kalah perang. Inggris masuk ke Indonesia untuk menertibkan situasi. Orang-orang Belanda ( NICA) ikut membonceng masuk kembali ke Indonesia bersama tentara Inggris pada tanggal 25 Oktober 1945.

Meskipun Inggris meminta rakyat untuk melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan mereka kepada Inggris, yang terjadi adalah perlawanan sengit dari rakyat Surabaya, baik dari  tentara, ulama, maupun rakyat. Tidak hanya itu, bantuan pasukan juga berdatangan dari daerah sekitarnya, yakni Malang, Mojokerto, Gresik, Pasuruan dan Ponorogo. Mereka bergabung dengan pasukan arek-arek Suroboyo.

Bung Tomo mengobarkan semangat. Teriakan takbir menggema. Sebanyak 10.000 personil pasukan syahid, dan  200.000 penduduk Surabaya mengungsi.

Akibat pertempuran, dua jenderal mereka, yaitu Mallaby dan Symonds, tewas di kota Surabaya. Brigadir Jenderal Mallaby tewas setelah kericuhan di sekitar gedung Internatio tanggal 30 Oktober. Tak lama setelah peristiwa tersebut, sebuah pesawat yang dipiloti Letnan Osborn dan ditumpangi Brigadir Robert Guy Loder-Symonds jatuh pada pukul 09.50, tepat 10 November 1945.

Padahal selama lima tahun berperang melawan Jerman, dan tiga tahun melawan Jepang, tak satu pun Jenderal Inggris  pernah tewas di pertempuran. Namun di Surabaya, Inggris malah kehilangan jenderal terbaiknya.

Di dunia Islam sendiri, Inggris adalah negara yang menghancurkan Khil4f4h Islamiyah melalui tangan agennya, Kemal Attaturk pada tanggal 3 Maret 1924. Mereka juga mengusir khalifah Abdul Hamid II dari istana.

Dalam politik, Inggris tidak mengenal kawan atau lawan. Yang dikenalnya hanyalah kepentingan. Interaksi dengan Inggris harus didasarkan pada pandangan bahwa Inggris adalah negara penjajah dan  hidup dari mengeksploitasi jajahannya.

Sikap Kita

Rasulullah mengajarkan bagaimana sikap kita terhadap orang-orang kafir 'harbi' yaitu kafir yang aktif memerangi kaum muslimin secara nyata. Di antaranya adalah tidak bermanis muka, tidak bekerja sama, tidak mengadakan perjanjian apa pun, tidak mengadakan hubungan diplomatik, tidak menjalin hubungan apa pun kecuali perang.

Maka dari itu, patutkah kita turut berduka cita dengan kematian  Sang Ratu, bahkan menganggapnya "My Beloved Queen", sementara tangannya masih berlumuran darah para syuhada arek-arek Suroboyo dan juga institusi Khil4f4h? 

Wallahu a'lam.

Baca juga:

0 Comments: