Headlines
Loading...
*Memutus Mata Rantai Kekerasan Terhadap Anak dengan KLA, Mana Bisa?*

*Memutus Mata Rantai Kekerasan Terhadap Anak dengan KLA, Mana Bisa?*


Oleh : Ummu Faiha Hasna

Kasus eksploitasi anak di Indonesia dalam taraf mengkhawatirkan. Pasalnya banyak anak dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK). Seperti kasus  penyekapan remaja perempuan berinisial NAT (15) dan pemaksaan yang merupakan kejahatan luar biasa.

Melansir dari kompas.com, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus penyekapan remaja berinisial NAT (15) dan pemaksaan menjadi pekerja seks komersial (PSK) terhadapnya merupakan kejahatan luar biasa. Dalam kasus yang dialami NAT,  korban dipaksa menjadi PSK dan menyetorkan sejumlah uang kepada mucikari dengan alasan harus melunasi utang. Sejak awal, korban telah dijebak dengan iming-iming pekerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang. Setelah itu pelaku membuat korban seolah-olah memiliki utang yang membuatnya tak bisa meninggalkan pekerjaan tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, tersangka EMT (44) dan RR alias I (19) ditangkap di wilayah Kalideres, Jakarta Barat, pada Senin (19/9/2022).

Sangat mengiris hati, melihat kasus eksploitasi anak yang sampai hari masih terjadi di Indonesia. Padahal negeri ini telah mengantisipasi eksploitasi anak melalui program KLA (Kota Layak Anak). Bahkan KLA masih banyak diangkat dan dijadikan prioritas pembangunan daerah. Pemerintah menjadikan KLA semata untuk memenuhi hak anak. Adapun hak anak adalah mengakui konvensi hak anak yaitu hak sipil dan kebebasan lingkungan dan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, kegiatan budaya serta perlindungan khusus anak.

Dalam halaman web kemenpppa.go.id,  KLA dimaksudkan untuk menutup mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak - anak agar pada tahun 2030 terwujud Indonesia layak anak. Namun, faktanya di berbagai daerah predikat KLA masih saja terjadi tindak kekerasan hingga eksploitasi terhadap anak.

Dengan adanya fakta eksploitasi anak yang masih terus bermunculan membuktikan bahwa predikat KLA tidak dapat terjamin mewujudkan perlindungan anak. Bahkan, bisa jadi perlindungan anak hanya di atas kertas sekedar syarat agar lolos mendapatkan predikat KLA. Artinya solusi yang diadopsi tidak mumpuni untuk mencegah kekerasan dan eksploitasi terhadap anak. Sebab, solusi - solusi yang diadopsi dibangun berdasarkan nilai - nilai sekuler Barat yang jauh dari aturan agama.Terlebih lagi liberalisme masih menjadi panduan dalam kehidupan. Maka tidak heran persoalan di negeri ini tidak dapat diselesaikan.

Oleh sebab itu, selama kehidupan masih berlandaskan pada kebebasan akal manusia, korban - korban eksploitasi anak akan ada saja bermunculan dengan berbagai modus. Dan pastinya masyarakat membutuhkan solusi tuntas agar persoalan anak dapat segera dituntaskan.

Dalam kacamata Islam, anak merupakan sebuah amanah yang harus dijaga. Menimbang anak adalah calon pemimpin masa depan sebagai aset bangsa yang tentunya sangat berharga. Maka diharapkan anak harus dapat tumbuh dan berkembang optimal agar menjadi generasi penerus yang mumpuni. Dalam hal ini, Islam punya aturan dan sistem yang mampu menyelesaikan persoalan anak dan memenuhi kebutuhan  akan rasa aman pada dirinya.

Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur ritual atau aspek ruhiyah tapi juga akidah siyasi, akidah yang memancarkan seperangkat akhirat untuk mengatur setiap aspek kehidupan. Penerapan aturan Islam ini dibebankan kepada negara.

"Imam adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya. ( HR. Muslim & Ahmad). 

Upaya perlindungan negara agar anak tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan seksual dan eksploitasi merupakan perlindungan terpadu yang utuh dalam semua sektor. 

Pada sektor ekonomi, mekanisme pengaturannya dengan menjamin nafkah bagi setiap warga negara termasuk anak yatim yang terlantar.

Dalam lingkungan keluarga Islam membebaskan perempuan dan kewajiban mencari nafkah sehingga perempuan bisa berkonsentrasi sebagai Ibu dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak.

Dalam hal ekonomi, sistem dalam Islam membuka lapangan kerja bagi pencari nafkah hingga dipastikan tidak akan berpikir melakukan eksploitasi anak untuk mencari pundi - pundi uang.

Dalam hal pendidikan, negara dalam Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Selain itu, dalam sistem informasi Islam, sebisa mungkin akan mencegah tayangan dan pemikiran rusak yang dapat mengantarkan kejahatan kepada anak. Dan Islam pun memiliki sistem sanksi  yang membuat jera bagi pelaku kekerasan dan eksploitasi kepada anak. Sanksi ini digali dari hukum syariat Islam dan dijalankan langsung oleh khalifah/ qadhi.

Tujuan sanksi dalam Islam, selain memberi efek jera dan mencegah pihak lain untuk melakukan kejahatan serupa (zawajir) juga sebagai penebus ( jawabir).

Alhasil, dengan mindset kepemimpinan Islam, yakni Khil4f4h lah anak - anak akan terjamin dan terlindungi dari berbagai kasus eksploitasi.Wallahu a'lam

Baca juga:

0 Comments: