Headlines
Loading...
Oleh : Sikin Maria

Bahan bakar minyak laksana aliran darah bagi para penunggang kuda besi. Setiap pemilik kendaraan pasti membutuhkan BBM. Mobilitas masyarakat yang tinggi pasca pencabutan PPKM juga menyumbang peningkatan konsumsi BBM. Kuota subsidi BBM semakin menipis, jika kuota ditambah disinyalir akan menambah beban APBN. Adakah solusi jitu BBM murah untuk semua lapisan masyarakat tanpa membebani APBN? 

Sebagaimana diwartakan www.poskupang.com (21/08/2022) bahwa pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Dengan alasan untuk mengurangi beban APBN. 

Jika tidak ada kenaikan harga BBM subsidi negara harus menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 198 triliun. Saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk tahun 2022 dianggarkan sebesar Rp 502,4 triliun (kompas.com 25/08/2022). 

BBM yang dimaksud adalah pertalite dan solar. Jika keduanya mengalami kenaikan tentu akan mempengaruhi perekonomian. Diantaranya yaitu kenaikan biaya produksi sehingga harga barang akan melambung. Terjadi inflasi dan daya beli masyarakat menurun. Uang yang dimiliki tidak mampu untuk membeli barang kebutuhan. Peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran pun membayangi. 

Dibalik kenaikan BBM

Bahan bakar minyak termasuk kebutuhan pokok. Semua lapisan masyarakat membutuhkan barang ini untuk mobilitasnya. Tidak peduli kaya atau miskin. Dikotomi BBM subsidi dan non subsidi sejatinya hal itu menunjukkan adanya diskriminasi. Jika sebuah benda dibutuhkan oleh semua orang, fokusnya adalah jaminan ketersediaan dan mudah dijangkau oleh semua orang. 

Seandainya BBM murah dan dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat yang membutuhkan, ketidaktepatan sasaran konsumsi BBM bersubsidi tidak terjadi. 

Termasuk kelangkaan BBM subsidi hari ini yang menyebabkan antrean panjang di SPBU akibat dari kuota yang kurang. Bergeliatnya sektor ekonomi meningkatkan konsumsi BBM. Harus didukung dengan menyediakan semua benda dan fasilitas yang menunjang laju perekonomian masyarakat. 

Tarik ulur pengumuman kebijakan kenaikan BBM bersubsidi seperti lagu lama yang diputar ulang. Kejadian yang terus berulang dengan alasan yang sama. Yaitu untuk mengurangi beban subsidi APBN. 

Mengamati selisih harga jual BBM sebelum dan sesudah subsidi serta menjamurnya SPBU asing menguak adanya upaya untuk melepas harga BBM ke pasar. 

Bisnis migas oleh asing di tanah air telah dijamin undang-undang. Dengan harga yang berlaku saat ini para kompetitor pertamina tidak bisa bersaing. Bahkan agar kompetitor tersebut bisa beroperasi dan mendapat untung, tidak cukup hanya dengan mencabut subsidi. Tetapi dengan melepas harga BBM ke pasar. Sehingga pemain asing tertarik masuk pasar Indonesia karena harga bersaing. 

Namun banyaknya SPBU bukanlah jaminan semua orang mendapat BBM. Agar hal itu terjadi, negara harus menerapkan sistem pengelolaan dan distribusi energi sesuai dengan aturan Sang Khaliq. Pencipta manusia, alam semesta dan seisinya. Carut marutnya pengelolaan energi hari ini disebabkan sistem aturannya tidak melibatkan aturan Allah.

Sekulerisme jadi pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Hawa nafsu dan akal manusia yang terbatas dijadikan sumber hukum. Untung rugilah yang menjadi tolak ukur perbuatan. Maka yang terjadi yang kuat menindas yang lemah. 

Pandangan Islam

Islam sebagai agama paripurna, tak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Tapi mengatur seluruh sendi kehidupan. Termasuk bagaimana mengelola dan mendistribusikan energi atau BBM agar setiap individu masyarakat memperolehnya dengan harga murah dan mudah.

Bahan bakar minyak, gas, elpiji, listrik, dan sumber energi lainnya merupakan kekayaan milik umum. Benda-benda tersebut agar dapat dinikmati harus diolah terlebih dahulu. Untuk itu dalam pandangan Islam negara diberikan kewajiban untuk mengelolanya. Dan hasilnya sebesar-besarnya untuk umat. 

Rasulullah saw pernah bersabda bahwa:
“Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud) 
Bahan bakar minyak termasuk dalam pengertian api. Untuk itu ketersediaan BBM dijamin oleh negara. 

Negara akan menghitung kebutuhan BBM untuk seluruh warga negaranya. Tanpa melihat tingkat ekonominya, baik kaya maupun miskin akan mendapatkannya. Siapapun itu, baik dipakai untuk kendaraan pribadi atau untuk dunia usaha. 

Setelah itu negara akan melakukan eksploitasi sumber minyak dengan memperhatikan lingkungan sekitar. Semua infrastruktur yang mendukung pengelolaan energi dari hulu hingga hilir akan dibangun oleh negara. 

Hal penting yang membedakan sistem Islam dengan sistem kapitalis dalam pengelolaan energi adalah distribusi. Kapitalis hanya menghitung kebutuhan makro dan menyediakan melalui SPBU-SPBU. Tanpa ada mekanisme untuk memastikan setiap individu mendapatkannya. 

Sistem Islam akan mendistribusikan BBM kepada semua warga negara hingga memastikan setiap individu mudah mengaksesnya dan mendapatkan harga murah bahkan gratis. 

Untuk mewujudkan hal tersebut tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Negara Islam memiliki sumber pendapatan yang sangat mencukupi. Asalkan sistem pengelolaanya mengikuti aturan dari Allah, akan mencukupi untuk seluruh manusia. 

Karena negara hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya saja, maka negara tidak berhak menyerahkannya kepada swasta apalagi asing. 

Khatimah

Kembali kepada Allah adalah satu-satunya jalan agar negeri ini menjadi negeri baldatun thoyyibatun wa rabbul ghoffur. Sumber daya alam yang melimpah akan menjadi karunia bukan bencana. 

Untuk itu perlu adanya upaya terus menerus menyampaikan pentingnya negeri ini dikelola dengan aturan Islam. Sehingga tak perlu lagi BBM bersubsidi karena harga BBM sudah murah bahkan gratis. 

Wallahu'alam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: