Headlines
Loading...
Negara Pelindung Semua Warganya, Termasuk Perlindungan Data

Negara Pelindung Semua Warganya, Termasuk Perlindungan Data

Oleh : Aprilya Umi Rizkyi(Pegiat Literasi)

Dalam beberapa waktu terakhir ini, dunia maya telah dibikin gaduh dengan adanya informasi bocornya data registrasi kartu seluler prabayar. Data tersebut digaungkan jadi barang dagangan yang diperjual-belikan di internet. Sehingga hal ini membuat seluruh warga Indonesia semakin was-was terkait kebocoran data yang terjadi saat ini.

Pada awalnya, ada seorang pengguna akun bernama Bjorka memposting adanya kebocoran data tersebut. Menurutnya data yang berukuran 86 GB yang berisi 1,3 miliar data terkait pendaftaran. Dia juga mengungkapkan bahwa data tersebut berisi nomor induk kependudukan (NIK), nomor telepon, nama operator selular dan tanggal registrasi. Akun tersebut juga mengklaim adanya kebocoran data itu bersumber dari Kominfo dan dapat diperjualbelikan.

Kabar kebocoran data yang banyak tersebut semakin membuat ramai penduduk tanah air. apa lagi adannya dugaan bahwa data itu dijual oleh salah satu oknum di pasar gelap. Salah satu dampaknya adalah miliaran kebocoran tersebut, rakyat Indonesia bisa saja mengalami teror akibat kebocoran data ini. Mulai dari berbagai macam penawaran investasi bodong, asuransi, jual-beli barang, penyadapan hingga ancaman ke pribadi yang bersangkutan dan lain-lain.

Berkaitan dengan berita ini, Ketua Komisi 1 DPR RI Meutya Hafid mengungkapkan pemerintah dalam hal ini kementerian Kominfo perlu menjelaskan secara terbuka mengenai informasi kebocoran data ini. Ia mengatakan,"Karena jika betul terjadi kebocoran, subjek data wajib diberi tahu. Jika tidak ada, juga perlu klarifikasi tidak benar agar tidak terjadi kepanikan," Jelasnya ketika dihubungi Detiknet, Jumat (2/09/2022).

Adanya program registrasi kartu SIM prabayar adalah bagian dari Kominfo. Maka dari itu, adanya dugaan terjadinya kebocoran data pendaftaran kartu SIM prabayar ini perlu dijelaskan secara mendalam dan tidak lepas tangan begitu saja.

Pendapat yang lain juga datang dari Johnny G Plate membantah adanya dugaan kebocoran data pendaftaran SIM prabayar berasal dari Kominfo. Ia berjanji akan melakukan audit untuk mencari asal usul kebocoran data tersebut. Ia berkata, "Yang pasti bahwa data itu tidak dari Kominfo. Tapi atas mandat peraturan dan perundangan, Direktorat Jenderal dan Dirjen Aptika harus melakukan audit dan data itu sebenarnya apa statusnya," Jelas Menkominfo ketika ditemui disela-sela Digital Economy Ministers Meeting (DEMM) G 20 di Nusa Dua, Bali.

Selanjutnya Kominfo akan melakukan pemeriksaan sesuai aturan. Ia juga belum bisa untuk menentukan dari mana sumber kebocoran data itu terjadi apakah dari operator telekomunikasi atau tidak.

Sesungguhnya kebocoran data ini telah terjadi berulang kali. Misalnya saja 17 juta data PLN, 26 juta data pelanggan indicome dan sekarang 1,3 miliar data SIM card rakyat Indonesia. Hal ini pula yang menjadi dasar sebagian pihak untuk membuat rancangan undang-undang perlindungan data pribadi (PDP).

Namun hal itu menimbulkan reaksi negatif. Salah satunya dari publik virtue. Hasil analisanya menyatakan bahwa pembentukan RUU PDP justru akan menghancurkan demokrasi itu sendiri. RUU ini bisa menyelipkan bentuk halus pengawasan dan kontrol lebih dari negara dengan dalih melindungi data warga. Dan hasilnya, kebablasan  berpendapat atau tingkah laku menjadi terbelenggu, Republika Jumat (2/09/2022).

Maka dari itu, dapat kita simpulkan bahwa negara tidak mampu menyelesaikan masalah ini. Adanya peraturan yang ada, justru menimbulkan sikap reaktif pemegang kebijakan yaitu negara. Di mana negara baru membuat peraturan ketika timbul permasalahan, karena tak da upaya untuk mencegahnya.

Aturan yang dihasilkannya pun bertentangan dengan prinsip kebebasan itu sendiri. Akhirnya pemerintah sebagai pemegang kebijakan dibuat dilema olehnya. Berapa tidak, jika hal itu dibiarkan maka akan kebablasan tetapi jika diatur oleh negara seakan otoriter dan bertentangan dengan kebebasan berpendapat.

Nah, inilah sebagai bukti bahwa aturan buatan manusia itu lemah, terbatas dan tak kan menyelesaikan permasalah. Justru menambah rumitnya permasalahan itu terjadi. Di mana hawa nafsu sebagai sumber kebahagiaan. Sehingga semua orang bisa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan serta bisa berbuat apa saja yang ada dalam genggaman tangannya. Termasuk menjual data yang bisa dipakai untuk banyak hal. Tak peduli lagi hal itu ilegal dan merugikan orang banyak. Hal ini juga menunjukkan bahwa gagalnya sistem yang diemban negeri ini dalam mengatur dan melindungi rakyatnya.

Ini jauh berbeda, ketika sebuah negara menerapkan aturan yang berasal dari sang pencipta yaitu Allah SWT. Yang disebut dengan sistem khilafah. Di mana negara berperan sebagai pelindung bagi seluruh rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "Seorang imam itu (laksana) perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah dan adil, maka dengannya ia akan mendapatkan pahala. Akan tetapi, jika ia memerintahkan yang lain ia juga akan mendapatkan dosa atau azab karenanya. HR. Bukhari dan Muslim.

Oleh karena itu, maka menjadi seorang pemimpin hendaklah mampu melindungi rakyatnya dalam semua situasi dan kondisi apapun. Maka dari itu haruslah negara memiliki cara yang tepat untuk melindungi rakyatnya. Termasuk melindungi data seluruh warganya baik muslim maupun non muslim. Dengan beberapa cara misalnya memanfaatkan teknologi canggih, melahirkan SDM yang cerdas dan membuat sistem perlindungan digital yang kuat.

Baca juga:

0 Comments: