Headlines
Loading...
Negeriku Salah Urus, Pejabatnya Rakus

Negeriku Salah Urus, Pejabatnya Rakus


Oleh Teti Purwasih Firdaus:

Manusia berusia 77 tahun sudah cukup tua. Di usia ini, mereka  seharusnya sudah mampu bersikap semakin bijak, dewasa dan hidup sejahtera, gemah ripah loh jinawi. 

Namun, meskipun sudah lama merdeka, sikap bijak itu tak ditemukan di negaraku. 
Sebuah negara yang terkenal dengan sebutan jamrud katulistiwa, bumi pertiwi yang disebut tanah surga, tongkat kayu dan batunya bisa jadi tanaman. 

Indonesia negeriku yang sangat kaya raya. Semua sumber daya alam dan keanekaragaman hayatinya sangat melimpah ruah. 
Air, sungai, laut, hutan, danau nya sangat banyak. Belum lagi  emas, batubara, nikel, bebatuan lainnya, minyak dan gas alamnya sangat melimpah. 
Banyak ditemukan manusia cerdas, para ahli dan teknokrat yang menguasai berbagai cabang ilmu. 
 
Ironisnya, rakyatnya hidup sulit, terhimpit oleh harga-harga kebutuhan hidup yang semakin mahal. Kenaikan harga BBM menyebabkan semua harga kebutuhan hidup ikut naik.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena negeriku salah urus.
Banyak tingkah polah warga dan para pejabatnya yang menyimpang dari ketentuan syariat, enggan jika hidupnya diatur oleh aturan Allah. 
Mereka enggan menerima nasihat, kritik dan masukan dari para ulama. Sebaliknya, rakyat yang berdemo untuk menyampaikan aspirasinya langsung mereka persekusi, hukum, bahkan masukkan ke dalam penjara. 

Masyarakat hidup dalam ketakutan dan memilih diam. Akibatnya, bencana banjir, longsor, gempa, dan kebakaran hutan menimpa negeri ini sebagai teguran dari Allah. 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41)

Semua lini kehidupan mengalami kegagalan, jauh dari keberkahan. Dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hingga pertahanan dan keamanan rakyat belum  mengalami kesejahteraan.  
Kekayaan hanya bertumpu pada segelintir orang. Politik  masih didikte oleh asing.

Pendidikan berorientasi pada materi. Sekolah bukan untuk mencari ilmu, kurikulum pendidikan bersandar pada  Kapitalisme.
Siswa dipersiapkan untuk menjadi penggerak mesin industri kapitalis, bukan untuk menjadi ilmuwan sebagaimana yang tampak dalam Islam. 

Ekonomi dibangun dari jerat utang ribawi dan pajak yang mencekik. Bidang sosial dan budaya diwarnai gaya hidup Barat yang rusak. 

Klenik, adat istiadat dan mistik dianggap unik, antik, seni. Jadi semua ini harus dilestarikan dengan alasan warisan nenek moyang. 

Bidang pertahanan dan keamanan (militer), khususnya senjata, masih tergantung pada asing.  

Agama masih belum dianggap penting, bahkan dianggap mengekang hingga tidak boleh dilibatkan dalam mengatur kehidupan. Agama masih dianggap sebatas urusan spiritual pribadi, tidak boleh  dibawa dalam sistem kehidupan. 

Ironis. Negeri yang mayoritas warganya beragama Islam, bahkan penduduk muslimnya terbesar di dunia, belum menjadikan Islam sebagai sebuah sistem yang harus diterapkan. Bahkan Islam dan umatnya dianggap sebagai sebuah ancaman yang harus diwaspadai.
Label radikal, teroris, dan  fundamentalis kerap dijadikan alasan. 

Padahal Allah telah berfirman, 

“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Ma’idah: 44).

“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Ma’idah: 45). 

“Barang siapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Ma’idah: 47).

Berangkat dari ketiadaan pemahaman dan kondisi umat yang jauh dari pemikiran Islam, umat malah didoktrin dengan berbagai pemikiran keliru secara terus-menerus hingga akhirnya kesalahan dianggap sebuah kebenaran. Kesesatan dianggap lumrah dan menjadi hal biasa.
Standar hidup bukan berdasarkan pada halal atau haram. Yang terpenting adalah  asas manfaat yang menguntungkan.

Akhirnya kehidupan ini diurus hanya demi meraih keuntungan dunawi, dan mengabaikan akhirat. Hasil pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir orang kaya.  
Praktek pengusaha menjadi penguasa oligarki. 

Kurafat, praktek perdukunan secara resmi diakui, dan difasilitasi. Judi, narkoba, miras, free seks, L69T, dan PSK cenderung  dilegalkan. 
Undang-undang minerba, otonomi daerah serta aturan dibuat bukan untuk kesejahteraan rakyat tapi merugikan rakyat. 

Korupsi menggurita di berbagai lini. Para ASN, polisi, gubernur, anggota dewan, politisi dan pihak akademisi berlomba-lomba mencari upeti. 
Menumpuknya harta untuk tujuh turunan pun tidak akan sampai habis. Inilah bukti betapa rakusnya manusia.

Masihkah kita enggan menerapkan aturan Allah?
Saatnya kita melaksanakan aturan Allah dalam  kehidupan. Dengan Syariat Islam, keberkahan hidup akan kita raih di dunia dan di akhirat kelak.  Aamiin. 

Wallahu a'lam bishawwab. 

Bogor, 10 September 2022

Baca juga:

0 Comments: