Headlines
Loading...
Pasal Tunjangan Hilang, KesejateraanGuru Terancam Melayang

Pasal Tunjangan Hilang, KesejateraanGuru Terancam Melayang

Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Rencana perbaikan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI secara virtual, menuai banyak polemik. RUU tersebut digadang-gadang oleh Nadiem akan meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan tunjangan pada setiap guru meskipun belum memiliki sertifikasi Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) pun akan mendapatkan tunjangan (Medcom.id,30/08/2022). 

Namun meskipun demikian, pertanyaan besar disampaikan Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim tentang keberlangsungan Tunjangan Profesional Guru (TPG) yang selama ini telah diterima oleh guru yang telah lulus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).  Pasalnya, Dalam RUU Sisdiknas, pasal yang mencantumkan aturan mengenai tunjangan profesi guru dihilangkan dan hanya memuat hak penghasilan/pengupahan, jaminan sosial dan penghargaan yang disesuaikan dengan prestasi kerja. Padahal menurut Unifah Rosyidi, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, pada UU 14/2005 tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah diberi amanah untuk memenuhi hak guru dan dosen dalam mendapatkan penghasilan diatas kebutuhan hidup dan jaminan kesejahteraan. gaji guru dan dosen. selain pasal mengenai TPG, pasal lainpun banyak yang menuai kontroversi. 

Arif Rohman Pakar pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Madrasah mengungkapkan tentang penghapusan nama Madrasah menjadi sekolah pendidikan beragama yang dapat berdampak negatif terkait aturan pembiayaan dari pusat untuk madrasah dan berdampak posistif karena dapat menghilang diskriminasi dalam satuan pendidikan. (beritasatu.com, 4/09/2022)

Demikianlah sistem kapitalis memposisikan Guru yang memiliki peran penting dalam mencetak penerus bangsa yang unggul, pengabdiannya dihitung secara materialistik. Guru yang menjadi subyek utama dalam dunia pendidikan kesejahteraannya hanyalah seadanya, tak ada rasa mengahargai terhadap ilmu sedikitpun. Padahal tanpa ilmu yang diajarkan oleh seorang guru, seseorang tak akan mungkin mampu menjadi seorang ahli mesin, ahli industri, ahli kimia, psikolog, dokter, politikus dan berjuta-juta profesi lain yang dapat mengubah peradaban menjadi semakin maju dan berkembang. 

Dalam memberi tunjangan pun dalam negeri kapitalis tak serta merta dengan gamblang diberikan sebagai bentuk penghargaan, namun seorang guru harus berusaha sekuat tenaga mencapai standard yang diinginkan oleh negara untuk mendapatkan tunjangan. Melakukan pelatihan selama berbulan-bulan, lelah materi, lelah fisik dan pikiran mau tak mau harus dilakukan. lalu kemudian jika tunjangan tersebut dihapuskan sebagaimana dihapusnya pasal mengenai pemberian tunjangan tersebut, tentu akan menimbulkan kekecewaan yang besar dalam diri seorang guru. Gaji guru yang masih  jauh dari kata memadai, masih harus dipotong pajak penghasilan, asuransi kesehatan, asuransi pensiun, iuran keikutsertaan organisasi yang wajib diikuti oleh setiap guru dan lain sebagainya. Mendapat tambahan tunjangan, kinipun terancam hangus, perjuangan yang melelahkan untuk mencapainya, menjadi perjuangan yang sia-sia. Namun agaknya, hal tersebut tak menjadi pertimbangan dalam merumuskan rancangan undang-undang dalam negeri kapitalis.

Rancangan undang-undang yang dihadirkan dalam segala aspek nampak sarat muatan politis untuk keuntungan pribadi, golongan dan para kapital.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang sangat menghargai ilmu, mulai dari fasilitas pendidikan yang dapat diakses secara gratis oleh setiap warga negaranya, hingga guru yang merupakan subyek penting dalam mengemban amanah mencerdaskan generasi. Gaji guru diambil dari Baitul mal pada pos kepemilikan umum yang pendapatannya bersumber dari pengolaan mandiri sumber daya alam. Sehingga sanggup memberikan kesejahteraan Guru lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Guru tak perlu lagi kebingungan mencari penghasilan tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan lebih fokus dalam mendidik serta membentuk karakter pada siswa sesuai dengan syariat Islam. Oleh karenanya sejarah mencatat peradaban Islam berjaya dalam segala aspek kehidupan, ilmuwan-ilmuwan hebat banyak dihasilkan seperti Ibnu Sina seorang pencetus Ilmu kedokteran yang hingga sekarang ilmu-ilmu dari beliau masih terus digunakan, Ibnu Haitham dengan ilmu Sains penemu teknologi optik, Al Khawarizmi penemu algoritma dan aljabar, dan masih banyak lagi. 

Semua kejayaan peradaban seperti itu tak akan mungkin bisa diraih tanpa menerapkan syari’at Islam secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan.

Baca juga:

0 Comments: