Headlines
Loading...
Pendidikan Kapitalis Gagal Membangun Pendidikan Berkarakter

Pendidikan Kapitalis Gagal Membangun Pendidikan Berkarakter



Oleh Umi Hafizha

Wajah dunia Pendidikan kembali tercoreng dengan ulah Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Karomani yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang bersangkutan diduga kuat terlibat dalam perkara suap penerimaan mahasiswa baru di Unila tahun 2022. Saat ditangkap, Prof.  Karomani  berada di Bandung. (Kompas.com, 22/8/2022)

Menurut Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), kejadian rektor yang terkena OTT KPK soal kasus suap tersebut menjadi pelajaran kesalahan yang harus segera diperbaiki. 

Parahnya, petinggi Unila tersebut terjaring dalam OTT ketika mengikuti program pembangunan karakter. Peristiwa ini, yang bahkan terjadi di kampus yang dianggap sebagai pusat intelektual,  menunjukkan bukti kegagalan pembentukan karakter anti korupsi di era Demokrasi. 

Sementara itu, hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa  negara merugi Rp 1,6 triliun dari korupsi di sekitar Pendidikan sepanjang 2016-September 2021. Peneliti ICW, Dewi Anggraini mengatakan bahwa terdapat 240 kasus korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum dalam waktu enam tahun terakhir. (CNNindonesia, 22/10/2021)

Oleh karena itu, evaluasi terhadap sistem pendidikan sekuler yang selama ini berlangsung harus segera dilakukan, agar perbedaan mana perbuatan yang baik dari yang buruk menjadi jelas. 
Banyak petinggi atau alumni  perguruan tinggi terlibat dalam kasus korupsi. Pemberlakuan sistem pendidikan berkaitan erat dengan sistem pemerintahan negara. 
Apabila negara masih menggunakan sistem pemerintahan Demokrasi Kapitalis, output pendidikan yang dihasilkan pun manusia bermental kapitalis. Mereka tidak berdaya menghadapi kekuatan sistematis yang hendak menyalahgunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Penyalahgunaan ini bisa dalam wujud penyelewengan anggaran secara berjamaah tanpa bisa dihindari. 

Tidak ada yang mampu menjamin prestasi gelar akademik tinggi seseorang mampu menghadapi tekanan korupsi secara sistematis. Tingginya angka korupsi di Indonesia bukan sekadar disebabkan oleh faktor ekonomi. Akan tetapi juga disebabkan oleh motif lain, seperti kerakusan manusia. Manusia rakus bisa jadi berambisi untuk menguasai hak milik orang lain. Terlebih lagi, di era sekuler saat ini, negara bersikap sangat ramah terhadap koruptor, melalui aturan-aturan (hukum) yang dibuatnya sangat longgar. 

Pola hubungan pendidikan dalam sistem Demokrasi Kapitalis menyesuaikan diri dengan proses industrialisasi. Sedangkan pendidikan selalu terarah pada kepentingan dagang dan politik. 
Budaya belajar berpindah  menjadi budaya materialis.  Karakter dibangun sekuler, hedonis, materialis, individualis dan pragmatis. 
Wajar apabila kita menemukan banyak figur berpendidikan tinggi tapi berakhlak minim. Parahnya, tindak korupsi dianggapnya sebagai jalan lumrah untuk mendapatkan materi. Oleh sebab itu, pembentukan karakter anti korupsi tidak dapat dibangun dari kegiatan pelatihan untuk membentuk karakter di bawah sistem pendidikan sekuler. Di  saat yang sama, pembentukan karakter tersebut tidak diiringi dengan perubahan sistem Kapitalis yang menjadi akar persoalan. 

Hanya sistem Islam yang mampu memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. 
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membangun kepribadian Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). 
Pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang memiliki keimanan kuat dan pemikiran Islam yang mendalam. Pengaruhnya pada peserta didik  adalah ketaatan mereka kepada hukum-hukum Allah. Aktivitas amar makruf nahi mungkar akan terlaksana di tengah masyarakat. Masyarakat akan melakukan kontrol dan muhasabah terhadap  pemerintahan yang berlangsung. 

Sistem pendidikan Islam adalah sistem yang berasal dari sistem pemerintahan Islam. Pemerintah Islam bertanggung jawab untuk menerapkan sistem pendidikan Islam dan menjamin pelaksanaannya. 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 
"Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." ( HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Inilah yang akan mencegah terjadinya tindak korupsi di institusi pemerintahan, termasuk institusi pendidikan. Negara juga akan membentuk badan pengawasan atau pemeriksa keuangan. 
Negara memberikan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pegawai pemerintahan, tak terkecuali para guru dan rektor. Gaji mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. 
Biaya hidup murah, karena politik ekonomi Islam menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh rakyatnya. 

Kebutuhan kolektif (pendidikan, keamanan, kesehatan, jalan, dan birokrasi) akan digratiskan oleh pemerintah. Adapun kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) dapat diperoleh oleh rakyat dengan harga terjangkau (murah). Apabila masih ditemukan adanya korupsi, negara akan menerapkan sanksi keras, karena negara menerapkan aturan keharaman tindakan korupsi, suap, dan curang. 

Sanksi dalam Islam bersifat keras. Wujudnya bisa lewat  publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk dan  hukuman mati. 

Inilah tindakan hukum yang diberlakukan oleh pemerintah Islam untuk membuat jera para pelaku korupsi, suap,atau kecurangan serta mencegah orang lain agar tidak berbuat perbuatan maksiat semisal. 

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: