
OPINI
Penistaan Agama, Melecehkan Ustadzah, Minta Maaf. Akankah masalah selesai?
Oleh :
Ratna Kurniawati, SAB
Cuitan di twitter oleh pegiat media sosial Eko Kuntadhi yang dinilai menistakan Al Qur'an dan menghina Ustadzah Imaz Fatimatuz Zahra atau yang akrab disapa Ning Imaz dari Pondok Pesantren Lirboyo mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Dikutip dari detiknews.com menerangkan bahwa video tersebut, Ning Imaz sejatinya menjelaskan soal tafsir Surat Ali Imran ayat 14. Eko mencuit, "Jadi bidadari itu bukan perempuan?" Dia juga mengunggah video Ning Imaz dengan menambahkan kata-kata tak pantas.
"Tolol tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi selangkangan," tulis keterangan dalam unggahan video Eko pada Selasa (13/9).
Kicauan twitter memang telah di hapus dan minta maaf langsung kepada Ning Imaz dengan mendatangi Ponpes Lirboyo Kediri. Meskipun sudah meminta maaf tetapi tidak menjadikan masalah selesai dan harus di proses secara hukum. Umat Islam yang merupakan umat mayoritas di negeri ini justru banyak tersakiti dan pelaku kebal hukum dan bebas melenggang dengan permintaan maaf.
Seperti yang telah publik ketahui bahwa Eko Kuntadhi punya jejak rekam dalam menyerang sejumlah ulama. Salah satunya mendukung langkah Singapura mendeportasi Ustadz Abdul Somad. Kemudian memfitnah Ustadz Adi Hidayat bahwa uang yang dikumpulkannya untuk Palestina tidak semua diserahkan.
Penistaan agama kembali terulang. Mengapa demikian?
Kasus Penistaan terhadap Agama Islam dan ulama bukan hanya sekali atau dua kali namun sering terjadi di negeri mayoritas umat muslim. Bahkan pelakunya seolah tak terjamah hukum sama sekali. Sungguh ironis!
Wajar memang hal tersebut terjadi karena negara penganut sistem demokrasi tidak memberikan sanksi tegas kepada pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera. Dengan berkedok kebebasan berekspresi, berperilaku, berpendapat dan hak asasi manusia.
Solusi Islam Menyelesaikan Kasus Penistaan Agama
Namun berbeda dengan negeri Islam dalam menyelesaikan masalah penistaan agama. Di dalam Islam akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku tanpa pandang bulu. Apakah dia kaya atau miskin, punya kedudukan atau rakyat biasa semua wajib diadili apabila terbukti melakukan kesalahan.
Penistaan agama dalam Islam ( menurut kitab “Sistem Sanksi dalam Islam” karya Abdurrahman al Maliki) termasuk pelanggaran yang hukum syara’ yang mengandung celaan terhadap salah satu dari akidah kaum muslimin, maka pelakunya akan dikenakan sanksi penjara mulai dari lima sampai 15 tahun, jika pelakunya bukan muslim atau muslim tapi celaannya tidak sampai mengafirkan pengucapnya. Namun, jika pelakunya muslim dan celaan tersebut dapat mengafirkan pengucapnya, maka ia akan dikenai sanksi murtad (hukuman mati).
Sanksi tersebut akan membuat efek jera dan kasus penistaan agama tidak akan terulang lagi. Namun hal ini tidak akan mungkin di dalam sistem sekuler demokrasi. Hanya sistem Islam lah yang mampu mewujudkannya. Sudah saat kita kembali kepada sistem Islam dalam bingkai Khil4f4h Islamiyah yang sesuai manhaj kenabian. Wallahu a’lam bish shawab.
Baca juga:

0 Comments: