Headlines
Loading...
Pensiunan Jadi Beban APBN, Bagaimana Islam Memandang?

Pensiunan Jadi Beban APBN, Bagaimana Islam Memandang?


Oleh. Maret Atik (Muslimah Banjarnegara)

Banyak yang tergiur untuk menjadi PNS, lantaran ada dana pensiunan yang akan menjamin hari tua mereka. Namun saat ini, dana pensiunan sedang dipermasalahkan karena dianggap cukup membebani APBN. Sehingga diperlukan skema baru pembayaran dana pensiunan tersebut. Lalu, bagaimana pandangan Islam dalam hal ini?

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa skema pembayaran dana pensiun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) saat ini membebani APBN. Dengan demikian, dia berpendapat harus ada perombakan skema pembayaran dana pensiun tersebut, (detik.com, 24/08/2022).

Saat ini pemerintah memang menggunakan sistem pembayaran dana pensiun dengan skema “pay as you go”. Yaitu pemerintah akan membayarkan dana pensiun saat seorang ASN/PNS telah memasuki masa pensiun. Dana yang dibayarkan ini mencakup istri/suami dan anak yang masih dalam tanggungan. 

Skema ini dianggap memberatkan APBN, karena pada asalnya, pemerintah tidak memiliki anggaran untuk membayar dana pensiun ini saat seorang ASN/PNS mulai bekerja. Dana pensiunan ini juga bukan berasal dari hasil potong gaji PNS yang bersangkutan. Karena gaji PNS yang dipotong sebesar 8% setiap bulan itu tidak masuk ke dalam dana pensiun tersebut. 

Dana 8% hasil potong gaji PNS, sebanyak 4,75% masuk ke program jaminan pensiun, dan sisanya, sebanyak 3,25% untuk program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola PT. Taspen. Dana JHT ini akan diterimakan kepada PNS saat dia pensiun. Demikian sebagaimana dijelaskan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, (detik.com, 26/08/2022). 

Pandangan Islam

Dalam Islam, status PNS/ASN adalah pekerja, dan negara adalah pemberi kerja. Kewajiban pemberi kerja adalah membayar gaji pegawainya tepat waktu. Sehingga saat pekerja itu sudah berhenti bekerja, maka pihak pemberi kerja tidak berkewajiban lagi untuk membayar gaji kepada mantan pegawainya. Akan tetapi, jika pemberi kerja, saat perjanjian kontrak kerja menyatakan bahwa dia akan membayarnya saat sudah tidak lagi bekerja (menerima dana pensiun), maka itu hal yang boleh saja. Jadi, hukum asalnya, tidak ada dana pensiun dalam Islam.

Meskipun tidak ada dana pensiun, namun Islam menjamin kehidupan masyarakatnya secara umum. Yaitu dengan menciptakan sebuah sistem yang nantinya akan membuat nyaman semua pihak. Islam memiliki seperangkat aturan yang jika diterapkan secara keseluruhan akan saling menopang dan menguatkan. 

Dalam bidang kesehatan, pemerintahan Islam akan menggratiskan seluruh biaya berobat bagi seluruh warganya, tanpa kecuali dengan kualitas pelayanan nomor satu. Di bidang pendidikan, pemerintahan Islam juga akan menggratiskan seluruh biaya pendidikan. Dari mana dananya? Dari berbagai macam pos pemasukan baitul mal, salah satunya dari pengelolaan sumber daya alam. 

Kebutuhan pokok masyarakat seperti sembako, listrik, BBM, juga akan dijamin distribusinya agar merata ke seluruh penjuru negeri. Sehingga masyarakat akan mudah mendapatkan kebutuhannya. Apalagi listrik dan BBM adalah harta milik umum yang harus dikelola dengan benar oleh negara dan dikembalikan kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya. Maka negara harus berupaya untuk itu dengan sekuat tenaga. 

Di dalam Islam, ada juga hukum penanggunan nafkah. Seorang laki-laki berkewajiban menafkahi istri, anak-anak (termasuk anak perempuan), ibunya dan saudara perempuannya. sebaliknya, saat seorang wanita ditinggal mati suaminya, dia akan bisa mendapatkan nafkah dari ayahnya, anak laki-lakinya, dan saudara laki-lakinya. Jika semua pihak ini tidak mampu, maka kewajiban menafkahi ini berpindah kepada negara. Dari mana dananya? Kembali lagi, dari baitul mal, yang memiliki banyak pos pemasukan. 

Pos Pemasukan Baitul Mal 

Baitul mal memiliki tiga sumber pemasukan, yaitu; pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum dan pos zakat. Masing-masing pos memiliki jalur pemasukan dan pengeluaran masing-masing, (MMC, 28/08/2022, https://youtu.be/SMKx7p8iQTo).

Pos kepemilikan negara bersumber dari dana jizyah, kharaj, ‘usyur, fa’i, dharibah (semacam pajak), ghulul, dll. Pos ini digunakan salah satunya untuk membayar gaji pegawai. Dahulu, khalifah Umar bin Khattab menggaji para guru sebesar lima belas dinar (setara 60an juta rupiah).  

Pos kedua yaitu pos kepemilikan umum, bersumber dari hasil pengelolaan sumber daya alam. Pos ini digunakan untuk membiayai kebutuhan kolektif masyarakat, seperti pendidikan, kesehatah dan keamanan. 

Pos ketiga yaitu zakat, meliputi zakat mal dan zakat fitrah. Akan digunakan hanya untuk delapan golongan sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. 

Dengan banyaknya sumber pemasukan ini, ditunjang dengan berbagai aturan Islam yang saling terkait, maka kesejahteraan bagi seorang pensiunan itu bukan lah hal yang mustahil. Hanya saja, hal itu tidak mungkin terwujud dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini. Semua itu hanya akan terwujud dalam sebuah negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh.

Baca juga:

0 Comments: