Headlines
Loading...
Peran Orang Tua Dalam Mencegah Kenakalan Remaja

Peran Orang Tua Dalam Mencegah Kenakalan Remaja


Oleh. Isty Da’iyah (Analis Mutiara Umat Institute)

Hidup di zaman ini, orang tua menghadapi tantangan berat, untuk mendidik anak-anaknya. Terutama ketika anak-anak sudah beranjak remaja. Karakteristik anak milenial sangat berbeda dengan zaman orang tuanya ketika remaja. Tidak jarang terjadi gesekan-gesekan antara orang tua dan anak remajanya. 

Karena remaja zaman sekarang pada umumnya tumbuh dibarengi dengan penggunaan komunikasi, media dan teknologi digital.

Perkembangan pesat teknologi dan media sosial di era remaja saat ini bisa menjadi positif dan negatif. Tergantung pada pribadi yang menerimanya. Sehingga di sini diperlukan peran orang tua untuk mengarahkan anak-anaknya. Karena remaja saat ini memiliki kecerdasan sangat cepat dalam menerima dan mencerna perkembangan teknologi.

Apalagi saat ini, kasus kenakalan remaja yang semakin meningkat, membuat orang tua harus semakin cermat, dalam membentengi anak-anaknya. Sehingga diperlukan kecerdasan orang tua dalam mendidik dan menanggapi persoalan remaja saat ini.

Banyak fakta kasus kenakalan remaja yang sangat berbahaya. Dari yang membahayakan orang lain maupun dirinya. Mulai dari kasus yang melanggar norma agama, sampai pada kasus kekerasan yang meresahkan masyarakat.

Memang tidak bisa dimungkiri, peran negara dan kontrol masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal ini. Namun, saat ini akibat sistem kapitalis sekuler yang telah menjangkiti negeri ini, peran tersebut sangat minim sekali. Sehingga sebagai orang tua, harus mengerahkan segenap tenaganya untuk mencegah, agar remajanya tidak terpapar dengan hal-hal yang tidak diinginkan.

Menjadi Sahabat Anak Remaja

Setiap orang tua yang diberikan amanah untuk berkesempatan merawat buah hatinya, pasti meletakkan harapan masa depan terbaik untuk mereka. Tidak semua orang mempunyai kesempatan menjadi orang tua. Tidak semua orang tua punya kesempatan mendidik dan membersamai anak-anak mereka dalam tumbuh kembangnya. 

Hakikat peran sebagai orang tua, sudah seharusnya memberikan curahan kasih sayang dan riayah pengasuhan terbaik untuk anak mereka.

Membersamai mereka melewati dan melawan buruknya lingkungan, interaksi sosial yang saat ini begitu liar, dan jauh dari akhlak mulia. Pergaulan yang buruk, adab yang terabaikan, meluasnya kemalasan, dan rendahnya ilmu, menjadi tantangan serius bagi para orang tua di dalam mendidik generasi saat ini.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi Muhammad Saw menjelaskan: “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani, maupun Majusi”. Maka peran orang tua merupakan perihal penting dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Kapasitas orang tua sebagai pendidik pertama dan utama sangat ditekankan dalam Islam.

Dari buaian, anak terus bertumbuh. Pada saat anak tumbuh remaja, mereka berada pada fase tumbuh menjadi dewasa, berproses dalam kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pada fase ini pula terjadi transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. 

Hal ini membuat remaja sangat memerlukan pengajaran, pendidikan, pelatihan, serta bimbingan untuk melewati, dan menyelami masa remaja. Sehingga remaja kita tidak terjerumus dalam hal-hal yang berbahaya dan di larang dalam Islam. 

Anak remaja juga disebut usia pubertas, masa remaja, transisi, dan usia tanggung. Pada rentang usia mereka, sering kali orang tua masih menempatkan mereka sebagai anak kecil, sehingga hal tersebut berpotensi memunculkan konflik. Di usia ini pula, anak remaja sering memiliki emosi labil, mulai tertarik pada lawan jenis, punya rasa ingin tahu yang kuat, selalu ingin mencoba hal-hal baru, dan mulai berani melakukan hal-hal baru.

Sebagai hamba Allah yang beriman, sudah seharusnya kita belajar mendidik dan mengasuh anak-anak kita sesuai dengan Al Qur’an dan contoh dari Rasulullah Saw. 

Seperti pada kisah saat Nabi Ibrahim as. saat melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya Ismail as. beliau (Ibrahim) berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ismail menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (TQS. Ash-Shaffat: 102).

Nabi Ibrahim di dalam proses mengasuh mengedepankan dialog dan membangun kemampuan berpikir yang bertanggung jawab atas jawaban yang diberikan. Jauh dari dogmatis dan bentakan. 

Belajar pula dari cara Rasulullah ketika memberi nasehat kepada seorang pemuda. 
Dari Abu Umamah: “Sesungguhnya seorang pemuda mendatangi Nabi saw. lalu berkata: “Wahai Rasulullah! Izinkanlah aku untuk berzina. Orang-orang mendatanginya lalu melarangnya, mereka berkata; diamlah!” Kemudian Rasulullah Saw bersabda; “Mendekatlah.” Ia mendekat, lalu duduk kemudian Rasulullah saw.  bersabda; “Apa kau menyukainya (orang lain) berzina dengan ibumu?” pemuda itu menjawab; “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikanku sebagai penebus tuan.” Nabi Saw. bersabda; “Orang-orang juga tidak menyukainya berzina dengan ibu-ibu mereka.” Rasulullah saw.  bersabda; “Apa kau menyukainya berzina dengan putrimu?” “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah semoga Allah menjadikanku sebagai penebus tuan.” Rasulullah saw.  bersabda; “Orang-orang juga tidak menyukai berzina dengan putri-putri mereka.” Kemudian Rasulullah saw. meletakkan tangan beliau pada pemuda itu dan berdoa; “Ya Allah! Ampunilah dosanya, bersihkan hatinya, jagalah kemaluannya.” Setelah itu pemuda tersebut tidak melirik apa pun”. (HR Ahmad)

Dari kisah hadis di atas, Rasulullah mendidik dengan membangun kedekatan bukan ketakutan. Membangun ketinggian berpikir, membangun pemahaman menjadi amalan.

Maka penting bagi kita orang tua untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
_Pertama_, membangun kedekatan sebagai seorang teman, sehingga anak akan nyaman mencurahkan isi hati dan pikirannya kepada kita orang tuanya. 

_Kedua_, membangun dialog positif, mendiskusikan dan saling menguatkan argumen dan dasar berpikir. 

_Ketiga_, menguasai psikologi anak, agar orang tua dan anak dapat membangun komunikasi dan kedekatan. 

Untuk memberi pendidikan dan pengasuhan terbaik, sebagai orang tua kita dapat melakukan:

1. Menanamkan iman dan keterikatan terhadap hukum syara’ sejak dini.

2. Mengasah akal anak untuk berpikir benar.

3. Menanamkan sikap tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan.


4. Jadilah pendengar yang baik, jangan abai.

5. Memberi kepercayaan sesuai kapasitas yang dimilikinya.

Dan yang terpenting dalam mendidik anak adalah  keteladan dari orang tua. Serta lantunkan do’a terbaik untuk anak-anak kita. Karena dalam sistem kapitalis sekuler dan liberal saat ini, siapa yang menjamin anak-anak kita akan aman dari ancaman luar? 

Sehingga sembari berjuang menyadarkan umat untuk meninggalkan sistem yang tidak ramah anak ini, kita sebagai orang tua juga harus gigih berjuang untuk menyelamatkan anak kita. Sehingga kita bisa satu haluan bersama anak-anak, berjuang untuk mencari rida Allah Swt. Agar bisa berkumpul bersama di surga-Nya kelak. Aamiin.

Wallahu’alam bi shawab.

Isty Da’iyah (Mutiara Umat Institute)

Baca juga:

0 Comments: