Headlines
Loading...
RUU Sisdiknas Mantel Visi Menguatkan Sekularisme dalam Pendidikan

RUU Sisdiknas Mantel Visi Menguatkan Sekularisme dalam Pendidikan


Oleh Siti Aisah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)

Bagai makan bubur panas-panas, pribahasa tersebut bermakna bahwa saat seseorang yang terlalu terburu-buru dalam bertindak, namun ternyata tidak sesuai harapan, ia mengalami kerugian dan kekecewaan pada dirinya sendiri. Mungkin ini pribahasa yang cocok untuk Rancangan Undang-undang Sistem pendidikan nasional (RUU Sisdiknas) yang akan berlenggang ke program legislasi nasional (prolegnas) 2022 tapi dituai pro-kontra.

Dilansir dari Beritasatu.com (04/09/2022) draf baru RUU Sisdiknas yang disodorkan oleh kementerian pendidikan kebudayaan riset dan teknologi (Kemendikbudristek) ditolak oleh sejumlah fraksi di DPR. Hal ini dikarenakan ada beberapa pasal yang dinilai kontroversial. Diantaranya pada Pasal 31 yang berisi bahwa kata madrasah ini akan dihilangkan bersama nama satuan pendidikan formal lainnya seperti SD, SMP dan SMA. Selanjutnya akan diubah dengan istilah pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan keagamaan.

Naskah akademis berupa RUU Sisdiknas ini rencananya akan diundang-undangkan pada tahun 2023. Menurut Kemendikbudristek pembahasan ini sangat penting untuk dikaji dan diterapkan. Jadi bukan semata-mata diterapkan karena terburu-buru. Sayangnya hal ini tidak sejalan dengan harapan. Meski demikian pada pasal kontroversi diatas, seolah-olah hanya ingin melihat respon atau reaksi dari umat muslim sendiri yang notabene mayoritas penduduknya , saat kata madrasah ini dihilangkan. Pemerintah seperti menegaskan bahwa sekolah agama yang diwakili madrasah tersebut harus terpisah dengan sekolah umum yang berisi kurikulum sains dan pengetahuan.

Saat umat terusik akan kontroversi ini, pemerintah lalu bersilat lidah akan segera memperbaiki naskah akademis itu. Walhasil, citra penguasa yang terkesan diskriminatif terhadap Islam dan terburu-buru itu akan pudar. Hal ini dilakukan agar bisa terlihat sebagai pemerintah yang mampu mendengar jeritan dan usulan rakyat. 

Perlu diketahui, kata madrasah pada pasal 17 ayat 2 UU Sisdiknas tahun 2003 yang berlaku saat ini. Tercantum bahwa “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.”

Sedari awal pembuatan draf RUU Sisdiknas ini jenjang pendidikan menengah diterapkan setelah pendidikan dasar melalui sub jalur pendidikan persekolahan mandiri atau kesetaraan. Namun demikian banyak pihak yang kontra dengan keputusan penghapusan kata madrasah ini. Karena seolah-olah ada jurang pemisah antara pendidikan madrasah (baca: sekolah agama) dengan sekolah umum. Ini semakin jelas memperdalam dan memperluas kesenjangan dan dikotomi mutu pendidikan dan kualitas pendidikan, hingga tak heran kontroversi ini berdampak terhadap disintegrasi bangsa.

Tak hanya itu, madrasah saat ini seolah-olah hanya digunakan sebagai tempat belajarnya masyarakat kelas bawah. Hingga menjadi kesan bahwa madrasah itu berkualitas rendah, sarana prasarana yang kurang memadai bahkan hanya apa adanya dengan kualitas kualifikasi lulusan ala kadarnya pula. Sedangkan sekolah umum yang difasilitasi dan didanai oleh negara untuk kemajuan secara material, yang berbasis ilmu pengetahuan saja. Sehingga tidak serta merta membawa dampak kebaikan dan keberkahan. 

Kemajuan ilmu pengetahuan yang digaungkan oleh asas sekularisme ini tidak berlandaskan agama. Nilai-nilai moral dan kemanusiaan seakan terkikis olehnya. Hingga tak heran penjajahan dalam mantel visi sekulerisme ini makin kuat dalam sistem pendidikan nasional.

Kurikulum jam pada pelajaran agama, akhlak, dan sejarah Islam yang ada dalam pendidikan umum, saat ini dipangkas. Hal ini dinilai karena mata pelajaran tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Hingga tak heran antara ilmu pengetahuan agama ini hanya diajarkan pada tempat yang semestinya, seperti pondok pesantren ataupun sekolah agama (baca : madrasah).

Porsi jam mata pelajaran agama yang ada di sekolah umum yang diminimalisir ini telah nyata sebagai visi sekulerisme yang memang dibuat untuk memisahkan agama dalam kehidupan. Tidak adanya aturan pun, penempatan madrasah dalam sistem pendidikan nasional jni seolah hanya sekadar pemanis saja karena mayoritas penduduknya negeri ini muslim. Hal ini dinilai dari aturan yang menyangkut sumber dana, pengembangan sarana prasarana dan unsur-unsur lainnya yang tidak kalah penting dalam mengembangkan madrasah yang berbeda dari satuan pendidikan umum. Padahal seharusnya RUU Sisdiknas ini harus bersifat baku. Artinya tidak sekedar bergonta-ganti kurikulum pada setiap periode berkuasa.

Sungguh tinta emas Islam menuliskan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ini berjalan seiringan dan relevan dengan sistem pendidikan Islam. Landasan dasar sistem pendidikan Islam berupa akidah kuat dan kokoh, yakni keimanan terhadap pencipta Allah Swt. Inilah asas yang menjadi visi dan misinya. Targetnya pun bukan hanya sekedar hiasan dunia, tapi lebih kepada apa yang ada setelah dunia ini berakhir yakni akhirat selamanya. 

Negara yang bervisi akhirat akan mampu mengaitkan segala hal dengan Islam. Tolak ukur yang menjadi sandaran adalah halal haram. Hingga tidak akan ada pemisahan antara umum atau agama. Institusi negara ini akan menerapkan seluruh aturan Islam secara totalitas. Tak hanya sistem pendidikan saja, namun politik Islam, ekonomi, pergaulan, pemerintah, hukum dan saksi yang tidak akan kontradiksi atau bertolakbelakang satu sama lain. Seperti saat ini, saat dalam pelajaran agama riba itu dilarang, namun dalam ilmu ekonomi riba ini adalah anjuran dalam memperoleh keuntungan. 

Dengan demikian adanya draf akademis RUU Sisdiknas ini tidak boleh dipandang hanya sebatas atau pemisahan sekolah agama dan umum. Tapi lebih ke arah bahwa dominasi sistem Sekulerisme di negeri ini bercokol kuat. Sistem ini tidak boleh dikembangkan atau dibiakkan embrionya. Tapi harus segera diaborsi. Hanya dengan sistem Islam kebangkitan peradaban manusia terwujud dan kesejahteraan rakyat terjamin.

Wallahu a’lam bishshawab

Baca juga:

0 Comments: