Headlines
Loading...

Oleh Siti Aisah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)

Bak kambing hitam, subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah seolah-olah menjadi pokok utama membengkaknya APBN negeri ini. Pasalnya satu demi satu subsidi dicabuti. Bagai tak ada yang terlewati dari sorotan pemerintah mengenai pencabutan subsidi ini. Mulai dari listrik, elpiji, dan BBM (baca: Bahan Bakar Minyak) yang modusnya hampir sama dibatasi dahulu peredarannya atau dengan dalih naiknya harga pangsa pasar dunia. Lalu menetapkan kebijakan kenaikan harga jual dipasaran.

Namun berbeda untuk penetapan kebijakan kenaikan BBM kali ini, dalih harga minyak mentah dunia naik, tidak digunakan lagi. Pemerintah melalui menteri keuangan menuturkan bahwa siasat pemerintah menaikkan harga BBM adalah tidak lain untuk menekan anggaran besaran biaya APBN dalam anggaran subsidi dan kompensasi energi agar tidak jebol. 

Perlu diketahui besaran anggaran yang dikeluarkan pemerintah demi subsidi dan kompensasi energi adalah Rp 152,5 triliun, kini naik menjadi Rp 502,4 triliun. Hitungan subsidi ini dirinci lagi sebagai berikut; Untuk susbidi BBM dan LPG dari Rp 77,5 triliun menjadi Rp 149,4 triliun, sedangkan untuk kompensasi BBMnya adalah sebesar Rp 18,5 triliun menjadi Rp 252,5 triliun. Selanjutnya, Subsidi untuk listrik dari Rp 56,5 triliun ke Rp 59,6 triliun dan kompensasinya naik dari Rp 0 jadi Rp 41 triliun. Dengan perhitungan seperti ini angka kenaikan subsidi dari diprediksi Rp 502,4 triliun tersebut awalnya, tetap akan naik lagi menjadi Rp 698 triliun. Namun, hanya Rp 653 triliun saja, saat pemberlakuan kenaikan BBM. Walhasil penurunan harga minyak mentah dunia tidak berpengaruh. (tempo.com, 03/09/2022)

Dugaan masyarakat tentang kenaikan harga BBM kali ini dispekulasikan akan wacana penghapusan subsidi setuntas-tuntasnya. Siasat ini seperti penghilangan pasokan minyak tanah yang beralih ke gas elpiji dan BBM premium ke Pertalite atau Pertamax.
Meski begitu, pemerintah demi menenangkan hati rakyat, diluncurkannya berbagai program bantuan sosial langsung melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Beras Raskin, Subsidi Listri untuk penggunaaan 450v, lalu yang terbaru dibuatlah aplikasi mypertamina untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi agar bisa tersalurkan kepada yang membutuhkan. Sayangnya pemerintah hanya sekedar memberikan angin segar sesaat.  

Namun, pada faktanya pemerintah tetap saja melimpahkan masalah pembengkakkan APBN ini kepada rakyat. Sehingga dengan dalih mengalihkan kepada program subsidi langsung tunai, subsidi tak tunai ini seperti penghapusan, pembatasan ataupun pengurangan BBM khususnya. Sedangkan disisi lain berbagai pajak-pajak receh juga dibebankan kepada rakyat dan pajak sultan dikurangi dengan ditandai adanya kebijakan ‘tax amnesti'. Sungguh siasat Pemerintah ini, semakin menunjukkan bahwa negara melemparkan tanggung jawabnya kepada individu.

Negara lalai terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat. Dampaknya daya beli masyarakat akan turun dan tertekan. Administrasi pembuatan KKS yang terkesan rumit dan hanya dipahami oleh segelintir masyarakat berpendidikan. Sedangkan, masyarakat pinggiran bahkan tidak mampu untuk hanya sekedar membuat KTP ( baca : Kartu Tanda Penduduk) dan KK ( Kartu Keluarga) yang katanya gratis, tapi berbayar.

Dugaan tentang pemerintah menjalankan siasat ekonomi neoliberal ini selalu ditampik. Padahal usulan dari Bank Dunia dan berbagai lembaga asing supaya Indonesia menghapus tuntas subsidi energi sepertinya segera terealisasi. Hal ini dilihat dari fakta bahwa harga ditetapkan sepenuhnya mengikuti pangsa pasar.

Pengurangan, pembatasan dan penghilangan subsidi BBM menjadi karpet merah untuk swasta agar bisa bersaing harga. Inilah dampak langsung dari ketetapan kebijakan yang mengalihkan tanggung jawab pengelolaan barang tambang dari hilir hingga hulu kepada swasta. Beban yang ditanggung rakyat semakin berat. Saatnya pemerintah mencari siasat lain yang mampu mensejahterakan rakyat.

Saat Islam digunakan sebagai dasar dalam mengelola negara termasuk dalam penanganan urusan energi dan kebutuhan pokok rakyatnya, maka kesejahteraan masyarakat didepan mata.

Wallahu a’lam bishshawab

Baca juga:

0 Comments: