Headlines
Loading...
*Sibuk Safari Jelang Pemilu, Tak Adakah Rasa Empati Saat Rakyat Kelimpungan?*

*Sibuk Safari Jelang Pemilu, Tak Adakah Rasa Empati Saat Rakyat Kelimpungan?*

Oleh:
Ummu Faiha Hasna
(Pena Muslimah Cilacap)


Meski pemilihan presiden (Pilpres) masih dua tahun lagi, namun, aroma persaingan  terkait kontestasi politik sudah tercium dan mulai terjadi. Seperti yang diberitakan 
baru -baru ini, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani beserta jajaran petinggi partai melakukan pertemuan sebagai bagian dari safari politik dan komunikasi politik jelang pemilu 2024. ( nasional.tempo.co, Senin, 5 September 2022)

Prabowo sebagai menteri pertahanan mengatakan bahwa segala kemungkinan bisa terjadi  menjelang pemilu termasuk menggandeng Puan dalam pilpres 2024.

Saat rakyat sedang kelimpungan mengatasi dampak domino kenaikan BBM, para petinggi negara termasuk ketua wakil rakyat sibuk mematut diri mencari pasangan kontestasi hingga memake -up diri agar layak mendapat kepercayaan.

Sepatutnya rakyat sadar kondisi demikian adalah watak asli dari sistem rusak saat ini. Sistem politik demokrasi hanya melahirkan sosok pengabdi kursi kekuasaan bukan pelayan rakyat yang merasakan penderitaan mereka.

Mirisnya, tak jarang mereka memanfaatkan kondisi terpuruk rakyat demi kepentingan politik. Namun, jika menelusuri konsep pemerintahan demokrasi maka kejadian ini bukan hal tabu, sebab asas dari politik demokrasi adalah manfaat dan kepentingan.

Wajar saja jika rakyat hanya dibutuhkan saat kompetisi pemilu untuk meraih kekuasaan, selebihnya peran dan suara rakyat diabaikan.

Pemimpin yang hidup di alam demokrasi sejatinya  jauh dari pengurusan urusan umat tetapi dekat dengan mengurusi kepentingan pemilik modal. Jika penguasa dan partai tidak lagi bisa diharapkan untuk mengurus urusan rakyat, maka rakyatlah yang harus menghadang kuatnya kekuasaan. 

Dalam melawan kemungkaran dibutuhkan kesadaran memahami politik dengan benar. Umat tidak boleh anti politik, karena politik dalam Islam bukan sebatas kekuasaan. Politik Islam adalah riayah suunil ummah yaitu mengurusi urusan umat. Salah satu aktivitas politik adalah meluruskan penguasa zalim/ bengkok, mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan Islam dan menasehati penguasa.
Singkat kata, aktivitas politik terwujud dalam dakwah  amal ma'ruf nahi munkar. Politik pragmatis yang ditampilkan sistem sekuler sejatinya tidak akan melahirkan pemimpin negarawan  dan politisi sejati. Sebab, mereka menganggap  bahwa politik hanyalah cara untuk meraih kekuasaan dan mempertahankannya serta menghalalkan segala cara agar memenangkan kekuasaan tersebut.

Dalam Islam politik mendapat tempat dan kedudukan yang hukumnya bisa menjadi wajib karena mengurus dan memelihara urusan  kaum Muslimin merupakan bagian kewajiban syariat Islam.

Pentingnya politik dalam Islam tercermin dalam ungkapan Imam al Ghazali, " Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan.

Sejak awal turunnya Islam, kaum muslimin sudah berpolitik yaitu menghukumi persoalan dengan syariat Islam.  Ikut dalam kegiatan bernegara seperti berjihad, mengirim utusan ke penguasa non - Islam bahkan mendirikan negara. Contoh politisi dan negarawan terbaik telah ada pada diri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin Islam terdahulu. Orientasi politik dalam Islam bukanlah meraih kekuasaan setinggi -tingginya. Kekuasaan hanyalah jalan untuk menegakkan hukum -hukum Allah Subhanahu Wata'ala.

Tujuan politik dalam Islam adalah menerapkan syariat Islam sebagai solusi fundamental bagi permasalahan umat manusia termasuk dalam hal jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat. Politik Islam inilah yang harus diperjuangkan oleh umat sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alahi Wasallam di madinah yang berikutnya dikenal dengan istilah Khil4f4h. Sifat dan karakter para pemimpin pada masa Khil4f4h terbukti mempunyai nilai lebih di atas rata - rata jika dibandingkan dengan para pemimpin atau pejabat sekarang. Mereka bukan sekadar basa - basi pemanis kampanye dan sumpah jabatan. Namun terbukti melakukan langkah -langkah nyata dalam proses jabatannya. Itu semua karena para pejabat dalam masa Khil4f4h memegang teguh syariat Islam baik dalam hal keimanan maupun syariah dalam muamalah. Para pejabat yakin bahwa setiap kebijakan yang diambil akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Balasannya dua surga atau neraka. Kekuatan iman inilah yang akan menjadi pegangan pertama sehingga tidak mau dan tidak tertarik untuk melakukan kemaksiatan walau dengan imbalan dan iming -iming yang menggiurkan. Dengan panduan syariat Islam, para pejabat pada masa Khil4f4h mempunyai sifat dan karakter baik diantaranya memberikan rasa aman kepada masyarakat. Kholifah juga memiliki komitmen mencukupi kebutuhan masyarakat. Ini adalah hal penting yang menjadi fokus tugas Khil4f4h dan seluruh pejabatnya. Sebab, sejatinya itulah esensi adanya negara yakni menjadi pelayan bagi rakyatnya. Artinya, negara hadir untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyatnya individu per individu. Dengan begitu, tidak ada kemiskinan lagi di seluruh wilayah Khil4f4h. Semuanya minimal di atas kriteria mustahiq atau orang yang berhak untuk mendapatkan zakat. Komitmen ini bukan hanya janji atau sumpah jabatan yang minim realisasi alias omong kosong. Namun, dijalankan dan diwujudkan menjadi kenyataan. Hanya dengan sistem politik Islam lahir pemimpin yang benar -benar mengurusi urusan rakyatnya. Wallahu A'lam bi shawab.

Baca juga:

0 Comments: