Headlines
Loading...

Oleh. Nur Syamsiah Tahir [Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK]

Dilansir dari Kompas.com (9/9/2022), Istana Buckingham mengumumkan Ratu Elizabeth II meninggal dunia pada usia 96 tahun, Kamis (8/9/2022) waktu setempat. Elizabeth II adalah ratu terlama sepanjang sejarah perjalanan takhta Kerajaan Inggris sejak tanggal 6 Pebruari 1952.

Namun, ia baru dimahkotai pada tanggal 2 Juni 1953 di Westminster Abbey. Sejak saat itu ia pun berkomitmen untuk mereformasi monarki serta berkomitmen untuk persemakmuran.

Oleh karena itu, dengan kepemimpinannya Inggris menjadi salah satu negara adidaya di dunia.  Bahkan Inggris berhasil mempertahankan tradisi kerajaannya meskipun gempuran arus modernisasi dan kemajuan teknologi sangat pesat.
 
Dalam percaturan internasional, Inggris dikenal sebagai negara yang selalu mencari aman sendiri dan tetap berdiri di kakinya sendiri. Oleh karena itu, Inggris tidak disukai oleh negara-negara Eropa dan tidak dianggap sebagai bagian dari Eropa. 

Adapun kiprahnya di dunia hanyalah sebagai akibat pengaruhnya ke Amerika, itu pun sedikit. Di samping itu, Inggris juga masih memanfaatkan pengaruhnya pada negeri-negeri bekas jajahannya.

Sekjen PBB Antonio Guterres menilai, sebagai Kepala Negara Inggris terlama, banyak yang kagum dengan Ratu karena keanggunan, martabat, dan dedikasinya di seluruh dunia. Wajar jika kematiannya mendapat perhatian besar dari dunia.

Akan tetapi, bila ditelisik tentang kiprahnya di dunia Islam dan kaum  muslimin maka secara umum dipahami bahwa Inggris memiliki peran yang besar atas runtuhnya D4ulah Utsmaniyah pada tahun 1924. Berbagai siasat dan rencana keji sudah dilancarkan oleh Inggris melalui antek-anteknya, salah satunya melalui Moesthofa Kemal Pasha Attaturk. Di samping itu, kerjasama juga dilakukan Inggris dengan Perancis, Italia, dan Rusia serta dengan tokoh-tokoh kaum muslimin di Arab.

Sebagaimana dikutip dari Wikipedia, setelah keruntuhan Khilf4l4h, melalui perjanjian Sykes-Picot, Inggris dan Prancis memecah wilayah kekuasaan Khil4f4h menjadi negara-negara bangsa dengan spirit nasionalisme. Kemudian membagikannya kepada pemenang perang.

Selanjutnya, melalui perjanjian tersebut juga secara efektif provinsi-provinsi Utsmaniyah di luar Jazirah Arab dibagi-bagi menjadi wilayah-wilayah kendali Inggris dan Prancis yang diberi batas imajiner oleh garis Sykes-Picot.

Dalam perkembangannya kaum muslimin terpecah-belah, bagaikan remahan roti yang siap dimakan. Tak ada lagi rasa persatuan yang diibaratkan kaum muslimin itu satu tubuh, jika satu bagian terasa sakit maka sekujur tubuh juga akan merasakannya. Ini semua terjadi sebagai akibat ditanamkannya spirit nasionalisme yang lahir dari ideologi sekulerisme kapitalisme.

Tak hanya dipecah-belah menjadi negeri-negeri kecil, tapi juga sumber daya alam dikuras habis dan dimunculkan permusuhan antar negeri dan bangsa satu sama lain atas nama nasionalisme. Sebagaimana yang terjadi pada kaum muslim di Rohingya, Palestina, Moro, dan yang lainnya. 

Semua persoalan yang menimpa kaum muslimin tidak akan ada ujungnya, selama kaum muslimin tidak berada dalam ikatan yang satu yaitu ikatan aqidah Islam. Persoalan demi persolan ini hanya akan mampu diselesaikan jika kaum muslim bersatu-padu dalam bingkai sistem Islam. Sebagaimana yang telah terwujud selama berabad-abad lamanya Daulah Islam mampu menyejahterakan masyarakatnya. Bahkan Khilafah Islamiyyah mampu memimpin 2/3 wilayah dunia. Mulai dari kepemimpinan awal oleh Rasulullah saw., dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, dan khalifah-khalifah berikutnya sampai masa Daulah Utsmaniyah.

Lalu patut dipertanyakan, buat apa merasa pilu dengan berpulangnya Sang Ratu? Jika sejatinya negeri Sang Ratu-lah penyebab hancurnya institusi pemersatu Islam dan kaum muslimin.

Wallahu a'lam bisshawab

Baca juga:

1 komentar

  1. Betul banget. Yang harus kita tangisi saat ini adalah umat Islam yang masih terpecahbelah seperti anak ayam kehilangan induknya. Kita harus terus berjuang mendakwahkan Islam di tengah umat sehingga Islam kembali jaya.

    BalasHapus