
Hikmah
Terlena dengan Pujian, Kesombongan Merasuk Laksana Hujan
Oleh Heni Ummufaiz
Ibu Pemerhati Umat
Siapa yang tidak senang dipuji atau disanjung? Pastinya ketika pujian itu ditujukan kepada kita, senang tak terkira dan wajah pun akan semringah. Ternyata sanjungan tak hanya membuat bahagia, tetapi kadang pula melenakan kita, tenggelam dalam celaka. Terlebih dasar iman dan ilmu kurang, akan mudah melahirkan malapetaka.
Ada sebuah cerita yang bisa diambil pelajaran bagi kita semua.
Ada seekor anak nyamuk yang bangga bisa terbang dan dia melaporkan hal tersebut kepada ibunya. Menurutnya, dia sudah menjadi orang hebat karena banyak orang terkagum-kagum dengan aksinya. Sementara ibunya mengingatkan, bahwa orang-orang bertepuk tangan bukan karena bangga, tetapi justru niatnya hanya satu, yaitu ingin membunuh anak nyamuk tersebut.
Melalui cerita di atas, banyak yang mengira jika pujian diberikan, lantas diri serta-merta menjadi bangga dan merasa paling hebat. Di situlah penyakit ujub dan sombong hadir tanpa disadari. Menelusuri ke ruang-ruang kalbu hingga tak sadar pujian membawa bencana.
Kita mungkin juga pernah merasa diri sebagai orang yang hebat. Mengira paling segalanya, hingga terselip pandangan merendahkan orang lain. Bahkan ketika di puncak ketenaran, lupa bahwa pujian tersebut nyatanya melenakan jati diri.
Berhati-hatilah dengan pujian, bisa saja itu jebakan sebagai jalan menuju jurang kesombongan. Biasanya yang bertubi-tubi mendapatkan pujian akan merasa angkuh dan enggan menerima kebenaran. Bahkan merendahkan orang lain dianggap biasa.
Kesombongan akan membuat mata hati menjadi buta, bahkan menjadi jerat yang membuat kita terhenti dan jatuh dalam kehancuran.
Menolak kebenaran menjadi ciri utama dari manusia yang teracuni rasa sombong akibat terbuai pujian.
Ada sebuah hadis sebagai pegangan, yang senantiasa mengingatkan kita untuk mawas diri.
"Sombong itu adalah menolak kebenaran dan cenderung suka merendahkan orang lain." (HR Muslim)
Sejatinya orang yang di atas puncak ketenaran(hebat) senantiasa dalam hatinya merasa itu adalah titipan, maka dia tidak akan terlena dengan pujian dan tak timbul rasa sombong. Hal yang terjadi justru dia akan merasa semua yang dimiliki adalah karunia dari Allah. Dia akan berusaha introspeksi diri dan menelisik setiap langkah, niat, serta tujuan, khawatir terselip sesuatu hal yang menjerumuskan ke jurang kesesatan. Dia juga akan berusaha untuk terus menjadi orang yang lebih baik dari hari sebelumnya.
Pujian atau Hinaan adalah Ujian
Bagi seorang muslim saat menerima pujian dan hinaan dianggap sebagai ujian dari Allah. Tak mudah gentar dan menyerah saat mendapatkan nyinyiran hingga hinaan. Tak terbuai dengan pujian yang membuat hidung mengembang. Semuanya dimaknai dengan hati yang penuh kelapangan. Ketulusan dan keikhlasan dalam perbuatan senantiasa jadi pijakan karena mengharapkan keridaan Yang Maha Rahman.
Oleh karenanya, tanamkan dalam diri bahwa setiap pujian tak membuat jemawa. Kerendahan hati terus dirajut agar hidup tak mudah redup, hanya gara-gara hinaan, jangan sampai emosi meletup.
Sebab, hidup bukan mengejar kerelaan manusia, tetapi rida Allah Swt. jadi tujuan utama.
Wallahualam bissawab.
Baca juga:

0 Comments: