Headlines
Loading...

Oleh : Nur Hasanah

Terjadi pembatalan kenaikan BBM (bahan bakar minyak) pada tanggal 1 September 2022, suatu hal yang sangat ditunggu oleh rakyat. Rakyat bersuka cita menyambutnya, ternyata pemerintah mendengarkan aspirasi rakyat terkait penolakan kenaikan BBM. Ternyata ehh, ternyata, itu hanya PHP (pemberi harapan palsu) dari pemerintah. Faktanya presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada tanggal 3 September 2022. Yakni pertalite semula Rp7.650 menjadi Rp10.000, solar semula Rp5.150 menjadi Rp6.800, dan BBM non subsidi Pertamax dari 12.500 menjadi 14.500 dan berlaku mulai pukul 14.30 WIB. Melalui kanal yuotube Sekretaris Presiden (3/9)

Pemerintah mengklaim kenaikan harga BBM subsidi disebabkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan akan terus meningkat jika harga BBM subsidi dibiarkan. Dan itu sangat membebani APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara). Sedangkan untuk belanja bunga utang yang mencapai Rp403,87 tahun 2022 tidak dianggap sebagai beban negara. Inilah wajah asli penguasa hari ini yang menjadikan subsidi rakyat sebagai beban. Terlebih kata pak Jokowi 70% subsidi dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu yaitu pemilik mobil pribadi. 

Apapun alasan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, tidaklah tepat. Sudahlah kondisi ekonomi yang belum stabil pasca pandemi juga gempuran kenaikan harga-harga kebutuhan  seperti, telur, cabe, TDL, dan lain sebagainya. Sungguh tega pemerintah masih menaikkan harga BBM subsidi. 

Kenaikan harga BBM akan berimbas semakin naiknya harga-harga kebutuhan pokok, transportasi, juga kebutuhan barang yang lainnya. Dalam sektor industri kenaikan BBM pun membuat biaya produksi membengkak sehingga beban biaya produksi bertambah, maka akan terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja) massal untuk menjaga efisiensi kinerja. Tak ayal tingkat pengangguran semakin tinggi dibarengi kriminalitas yang semakin tinggi juga.

Efek domino lainnya kenaikan BBM memicu inflasi. Dilansir dari ekonomi.bisnis.com BPS mencatat kenaikan BBM non subsidi mulai April 2022 memberikan andil 19 hingga 20% terhadap inflasi secara umum. Apalagi kenaikan BBM beberapa hari lalu sangat signifikan tentu berpotensi meningkatkan inflasi ke depannya. Jika daya beli masyarakat rendah karena harga pangan melonjak, PHK secara massal, ekonomi nasional terjadi stagflasi akan berimbas pada garis kemiskinan.

Tolak Kenaikan BBM

Presiden KSPI yang juga presiden partai buruh Said Iqbal menegaskan pihaknya akan melakukan unjuk rasa yang melibatkan puluhan ribu buruh diseluruh Indonesia. Aksi inipun melibatkan organisasi serikat buruh, petani, nelayan, guru honorer, PRT, buruh migran, miskin kota, dan organisasi perempuan di 34 Provinsi.

Massa dan buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM di depan gedung DPR RI , Senayan Jakarta pusat. Selasa, 6 September 2022. Ada tiga tuntutan yang dibawa dalam unjuk rasa tersebut. 
Pertama, tolak kenaikan BBM
Kedua, menolak pembahasan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja
Ketiga, upah minimum meningkat pada 10-13% tahun 2023.
Besar harapan kepada presiden Jokowi dapat mendengar aspirasi rakyat yang menolak kenaikan harga BBM dan bersedia menurunkannya kembali. Bahwasannya keputusan beliau menaikkan harga BBM tidak tepat dan menyengsarakan rakyat.

Liberalisasi Migas Kian Nyata

Kenaikan harga BBM tentu akan menguntungkan korporasi dan merugikan rakyat. Kesalahan tata kelola SDA (sumber daya alam) migas penyebabnya. Migas notabenenya adalah harta kekayaan milik rakyat yang harus bisa dinikmati oleh rakyat. Namun dalam sistem kapitalisme saat ini menjadikan SDA legal dikuasai swasta, bahkan asing. Mereka mengendalikan pengelolaan migas dari hulu hingga hilir. Terjadilah monopoli migas. Kapitalisasi dan liberalisasi migas di negeri ini kian nyata.

Negara tidak menjadikan rakyat sebagai amanah yang harus dipenuhi segala kebutuhannya, tidak menjalankan fungsinya sebagai pengurus (periayah) urusan rakyat. Rakyat dibiarkan kelimpungan memenuhi kebutuhannya sendiri. Mirisnya rakyat malah dijadikan sebagai beban negara.

Dalam Sistem Islam Rakyat adalah Amanah

Menjadi pemimpin bukanlah sebuah kebanggaan ataupun ajang menumpuk kekayaan. Bagi seorang yang beriman kepemimpinan adalah sebuah musibah. Mengapa demikian?
Karena dipundaknya ada tanggung jawab besar yang mesti ditunaikan. Yakni meriayah dan menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya yang semuanya itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. 

Dalam sistem Islam yakni Khilafah rakyat adalah amanah yang mesti diprioritaskan segala bentuk kebutuhan dan keamanannya. Jangan Sampai ada rakyat yang kelaparan dan teraniaya. Khilafah harus menjalankan roda pemerintahan bersumber pada hukum syariat. Seperti pengelolaan SDA migas, yang notabenenya milik rakyat namun tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh rakyat. Sebab dibutuhkan teknologi canggih, tenaga ahli dan terampil, juga biaya yang besar. Maka syariat menetapkan bahwa negara yang berhak mengeksploitasi, mengeksplorasi, dan mengelola harta tersebut sebagai wakil rakyat. Khilafah akan mengembalikkan hasil SDA ini dalam bentuk subsidi energi. Seperti BBM, listrik, dan sebagainya. Juga bisa dalam bentuk kesehatan, pendidikan, keamanan yang diberikan gratis. 

Sudah saatnya mengganti sistem rusak dan merusak dengan sistem Islam yang membawa kemaslahatan. Wallahu'alam bisshowab

Bogor, 6 September 2022

Baca juga:

0 Comments: