Headlines
Loading...

Oleh. Ummu Faiha Hasna

Dunia pendidikan tak semanis yang dibayangkan. Daftar panjang masalah pendidikan hari ini salah satunya adalah masalah guru baik dari segi honor, kualitas, dedikasi, komitmen dan sebagainya. Dahulu, guru tidak merasa dikekang, namun zaman sekarang, guru sudah menerima tunjangan. Tunjangan profesi membuat guru merasa nyaman, hidupnya bahagia serba berkecukupan. Lalu bagaimana jadinya apabila tunjangan profesi guru tersebut dihilangkan? Mampukah kebijakan sistem kapitalisme hari ini menempatkan nasib guru pada posisi yang mulia?

Dikutip dari edukasi.sindonews.com, Senin (29/8/2022), pemerintah menetapkan tunjangan profesi guru atau TPG dihapus. Hal tersebut terbukti hilangnya pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam RUU Sisdiknas memantik protes dari kalangan guru. Pemerintah pun didesak untuk mencantumkan kembali hak guru tersebut seperti yang dimuat di UU Guru dan Dosen No 14/2005.

RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

PB PGRI menyayangkan dalam draft RUU Sisdiknas April 2022 yang beredar luas, di pasal 127, ayat-3 tertera jelas tentang pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen. Namun, draf versi Agustus 2022 yang beredar luas di masyarakat pendidikan, pemberian tunjangan profesi guru, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, dan tunjangan kehormatan dosen sebagaimana tertulis dalam ayat 3-10 pasal 127 hilang. Hanya dicantumkan ayat 1 dari pasal 127 draf versi April dalam pasal 105 draf versi Agustus 2022.

Adapun TPG diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 41/2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor.

Besar jumlahnya tunjangan berkisar dari 1 juta hingga 5 juta lebih tergantung jenis golongan dan kelas PNS.

Sedangkan untuk guru non PNS, besaran tunjangan profesinya diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi akademik yang berlaku bagi guru dan dosen PNS.

Terkait hal ini, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbudristek Iwan Syahril menegaskan, bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN (aparatur sipil negara) maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ( harianjogya.com, 29 Agustus 2022)

Tunjangan adalah bentuk pengakuan dan penghargaan akan keprofesian guru dan dosen. Terlebih sudah menjadi rahasia umum, jika masih banyak guru dan juga dosen terutama di sekolah ataupun kampus swasta yang belum mendapatkan gaji memadai sehingga penghapusan tunjangan dan RUU jelas mengganggu rasa keadilan terhadap profesi guru. Belum lagi pada faktanya, gaji pada PNS dipotong dengan berbagai iuran gaji ke 13 yang dijanjikan juga turut terlambat.  

Inilah dampak dari sebuah kebijakan yang hanya mengedepankan kepentingan dan egoisme kekuasaan. Kebijakan ini lahir dari sistem kapitalisme yang minim rasa keadilan, empati dan peduli terhadap dunia pendidikan. Anggaran pendidikan sering dipotong demi alasan efisiensi. Sedangkan ketika mereka mengalokasikan dana untuk membeli gorden rumah DPR, Renovasi Gedung, Seragam pejabat dan sejenisnya mereka mengatakan hal tersebut adalah kebutuhan. Padahal, tenaga pendidik seharusnya mendapatkan kesejahteraan sehingga mampu optimal mendidik anak - anaknya. Sayang, kebijakan sistem kapitalisme membuat mereka terbebani dengan biaya hidup. Akibatnya banyak para guru yang tidak optimal karena harus mencari uang tambahan.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang disebut Khil4f4h ketika mengurus masalah pembiayaan tenaga pendidik. Khil4f4h sebagai institusi yang memang peduli pada pendidikan generasi akan berupaya memberikan tenaga pendidik yang terbaik. Khil4f4h akan memastikan setiap per individu tenaga pendidik mendapat kesejahteraan mereka. Kesejahteraan ini terwujud dalam pemberian gaji yang begitu besar. Dengan gaji itu, para pendidik bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Alokasi gaji para guru diambil dari Baitul Mal Pos kepemilikan negara. Ada dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan yaitu: 
1. Pos Fa'i dan Kharaj yang merupakan kepemilikan negara seperti Ghanimah, Khumus ( seperlima harta rampasan perang), Jizyah dan Dharibah (pajak).
2. Pos Kepemilikan Umum seperti tambang minyak dan gas , hutan, laut, dan timah milik umum yang penggunaannya  telah dikhususkan.

Dari konsep ini dapat dipahami bahwa gaji para guru dalam Khil4f4h  begitu luar biasa dan  terbukti pada masa khalifah Umar Bin Khattab, pada masa kekhalifahan Salahudin Al Ayubi, syeikh Najmuddin al Khabusyani misalnya, menjadikan guru di madrasah al - Salahiyyah,  setiap bulannya digaji  40 dinar  dan 10 dinar untuk mengawasi wakaf madrasah. Pembiayaan gaji ini tidak memandang status pegawai negeri atau bukan, bersertifikasi atau tidak. Karena Guru sejatinya adalah pahlawan tanpa tanda jasa maka, mestinya semua yang berprofesi guru layak diberikan hak yang sama. Inilah gambaran Khil4f4h mewujudkan kesejahteraan para guru yang tidak akan pernah bisa diwujudkan oleh sistem kapitalisme. Wallahu A'lam

Baca juga:

0 Comments: