OPINI
Aroma Liberalisasi Di Balik Pertemuan G20
Oleh. Ramsa
Pertemuan G20 adalah pertemuan tingkat tinggi atau pertemuan khusus untuk 20 negara yang merupakan anggota Presidensi G20. Negara peserta G20 terdiri dari Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, India, Inggris, Jerman, Kanada, dan Amerika Serikat, Korea Selatan, Prancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa. Pertemuan ini khusus membahas urusan ekonomi negara yang ikut di dalamnya.
Pertemuan G20 mengusung prinsip inklusivitas atau keterbukaan. KTT G20 di bawah kepemimpinan Indonesia sebagai tuan rumah tahun ini akan melibatkan 17 kepala negara/pemerintahan dan 3.443 delegasi. Dari prinsip ini mulai terlihat bahwa muara pertemuan ini adalah kebebasan dalam ekonomi.
Makna G20 Bagi Indonesia
Ketika suatu negara terlibat dan berkecimpung dalam suatu even internasional atau kerjasama antarnegara semacam G20 ini harapan utama yang hendak diraih adalah peningkatan atau pertumbuhan ekonomi. Dengan bahasa sederhananya adalah peningkatan kesejahteraan. Tentu harapannya adalah kesejahteraan rakyat kian membaik.
Lalu apakah setelah menyetujui dan menghasilkan keputusan ekonomi akan terasa manfaatnya buat rakyat? Mari kita lihat beberapa hasil kesepakatan yang dicapai. Kesepakatan yang dicapai di antaranya yakni liberalisasi tarif, bea keluar, barang remanufaktur dan barang reparasi.
Aroma Liberalisasi Pada Pertemuan G20
Dalam pertemuan kali ini diproyeksikan akan membantu menghidupkan usaha bidang UMKM, serta mampu menyerap tenaga kerja sekitar 33 ribu di berbagai sektor. Angka yang fantastis bukan? namun, benarkah semudah itu? Sekilas memang ada benarnya bahwa dengan penyelenggaraan konfrensi tingkat tinggi atau KTT 20 maka paling tidak akan ada peningkatan pendapatan bisa dari penjualan souvenir acara, atau meningkatnya hunian hotel di Bali. Namun secara luas, belum tentu.
Sebagaimana pertemuan atau konfrensi lainnya tentu kesepakatan yang dilakukan tidak jauh-jauh dari urusan ekonomi suatu negara. Dan presidensi G20 tahun ini berhasil menambah uang (baca : utang ) negara. Uang untuk proyek infrastruktur yang hasilnya akan terasa saat proyek tersebut bisa terlaksana. Setiap proyek yang berbasis utang ribawi tentu akan meminta keuntungan lebih besar bahkan berkali-kali lipat dari modalnya.
Dalam hal liberalisasi tarif maka ini bermakna tarif impor yang lebih ringan agar ada investor masuk Indonesia. Hal ini akan berdampak pada lemahnya daya saing produk dalam negeri, yang bisa dibayangkan ujungnya adalah lesunya ekonomi bangsa. Karena realitasnya Indonesia hanyalah pasar empuk dari negara besar. Yang tetap bisa eksis hanya pengusaha bermodal raksasa alias konglomerat. Jika liberalisasi terjadi diberbagai bidang maka bukan peningkatan kesejahteraan yang tercipta, bisa jadi keterpurukan dimana-mana.
Islam Menawarkan Sistem Yang Menyejahterakan
Problem ekonomi suatu negara tidak bisa dipandang hanya dari kaca mata ekonomi semata. Karena kebijakan ekonomi akan sangat erat kaitannya dengan kebijakan politik suatu negara. Maka dalam sistem Islam yang kaffah menetapkan sebuah sistem ekonomi dan politik yang saling terhubung. Sistem ekonomi Islam memandang bahwa persoalan ekonomi akan berhubungan dengan kepemilikan barang, apakah milik umum, milik negara atau milik individu. Juga punya konsep distribusi kepemilikan yang dipastikan sampai kepada tiap orang yang berhak, hingga di level terendah.
Dalam bingkai politik ekonomi Islam sudah ditetapkan aturan yang notabene bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Negara dengan kebijakan pemberian bantuan langsung tanpa bunga dan tak perlu dikembalikan ke negara, akan memastikan semua masyarakat bisa mendaptkan kebutuhannya dengan mudah. Pendidikan dengan kualitas prima tanpa biaya. Di sisi lain, pengaturan kepemilikan umum seperti bahan tambang, hasil hutan dan laut dikelola negara, hasilnya 100 persen untuk rakyat. Negara dilarang mengambil keuntungan dari hasil pengelolaannya. Dalam hal energi juga demikian, negara ada sebagai pengelola agar hasilnya terdistribusi merata kepada rakyat.
Dari hasil hutan dan tambang saja misalnya yang begitu melimpah bisa diperkirakan rakyat tak akan menderita. Karena mendapatkan keuntungan maksimal dari kekayayaan alam yang ada. Tentu hal ini bisa tercapai ketika kebijakan politik dan ekonomi negara diatur sesuai syariat. Juga bernaung dalam sistem paripurna yakni sistem Islam yang kaffah. Yang sudah lengkap aturan kehidupannya. Sehingga tidak perlu merancang pertemuan dan konferensi yang sejatinya tampak sebagai "lahan cari utang". Yang bermuara pada sejahteranya " beberapa oknum" dan penderitaan berkepanjangan bagi rakyat.
Cukuplah aturan Islam yang diterapkan. Aturan yang bersumber dari Allah yang Maha Benar. Mari pelajari seruan Allah dalam Al-Qur'an surat An Nisa ayat 65 berikut ini!
Artinya:
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
Mari kembali pada aturan Islam. Sebagai bentuk taat pada Allah yang sudah menciptakan. Allah yang telah memberi berbagai nikmat tak terkira. Baik di darat, laut maupun udara. Berhukum hanya dengan aturan Ilahi tanda syukur pada karuniaNya.
Wallahu A'lam
0 Comments: