Headlines
Loading...
Bisnis TV Digital, Nasib Rakyat Kian Terjungkal

Bisnis TV Digital, Nasib Rakyat Kian Terjungkal


Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Ramainya "hijrah" siaran televisi dari analog ke digital, secara langsung mempengaruhi kehidupan di tengah masyarakat. Masyarakat, khususnya yang tinggal di Jabodetabek, belum sepenuhnya siap dengan kebijakan tersebut. Pasalnya kebanyakan masyarakat tidak memiliki spesifikasi pesawat televisi yang disyaratkan, yaitu smartTV. Pemerintah memberikan solusi segala masalah ini dengan pengadaan STB (Set Top Box), yang direncanakan dibagikan gratis. Namun nyatanya, syarat dan ketentuan berlaku. Kebanyakan masyarakat harus membeli STB  dengan dana sendiri, demi menjangkau acara televisi yang diinginkan, karena tak ingin diruwetkan oleh berbagai persyaratan yang diajukan dalam mendapatkan STB gratis.

Bahkan STB yang seharusnya dibagikan gratis pun, tak merata pendistribusiannya. Seperti yang terjadi di Bogor. Ribuan STB gratis gagal dibagikan pada warga Kabupaten Bogor (Radar Bogor, 4/11/2022). Fakta ini dibenarkan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Bogor. Tak hanya itu, warga-warga yang mendapatkan bantuan STB pun tak tepat sasaran. Menganggap bahwa  STB bukan sesuatu yang penting. Dan warga enggan menerima.  Namun, kini, STB di pasaran telah dijual mahal, saat telah dilakukan penyuntikan mati saluran TV analog. Inilah yang menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Banyak warga mengeluhkan tak dapat menonton acara, yang setiap hari ditontonnnya. Mulai dari acara berita, olahraga, hingga acara hiburan. Karena notabene, TV-lah satu-satunya hiburan rakyat murah meriah yang dapat dijangkau seluruh lapisan. Tapi, saat ini beda. Semua didiskriminasi kapitalisasi industri. 

Sementara di sisi lain, ASO (Analog Switch Off) belum sepenuhnya dapat berjalan optimal. Para pelaku industri pun masih kebingungan dengan keputusan pemerintah yang menyuntik mati siaran TV analog per 2 November 2022 lalu (Radar Bogor, 5/11/2022). Herannya, ASO hanya baru berlaku di Jabodetabek atas dasar alasan Undang-Undang. Padahal UU Cipta Kerja, yang ditetapkan adalah ASO nasional bukan regional Jabotabek saja. Menanggapi hal tersebut, ternyata Mahkamah Konstitusi telah membatalkan UU Cipta Kerja dengan putusan nomor 91/PUU/XVII/2020, butir ke-7 yang menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Tentu hal tersebut pun menimbulkan tanda tanya besar bagi sebagian besar pihak. Sementara wilayah luar Jabodetabek, mengikuti putusan MK yang mengikuti ASO nasional. Ini kan standar ganda namanya. 

Segala kegaduhan ini tentu menimbulkan masalah di tengah umat. Wajah kapitalisasi industri selalu membayangi seluruh kebutuhan rakyat. Termasuk pengadaan siaran televisi saat ini. Dengan "program pemaksaan" ini mau tak mau, rakyat harus nurut pada setiap kebijakan pemerintah. Meskipun kejanggalan di temukan di setiap keputusannya. Rakyat harus membeli STB yang sudah ramai dipasarkan. Karena pembagian STB gratis banyak kendala dan jalur yang rumit. Tentu hal ini menyusahkan rakyat. Padahal keadaan ekonomi saat ini sedang tak baik-baik saja.  Boro-boro memikirkan STB dan smart TV, untuk makan sehari-hari pun sudah sangat sulit dipenuhi.  

Buruknya pengelolaan segala kebutuhan rakyat di bawah tangan kapitalisme, hanya menimbulkan kezaliman. Segala usaha yang dapat menghasilkan keuntungan materi terus diupayakan. Demi kepentingan para oligarki kapitalis. Padahal nyawa rakyat sudah diujung tanduk dalam mempertahankan hidup.

Kesusahan-kesusahan yang kini diderita umat sebagai akibat dari buruknya sistem yang diterapkan. Negara seolah tak peduli dengan penderitaan rakyat. Rakyat didorong untuk kuat dan mandiri menerpa badai yang kian kuat setiap hari. Sungguh inilah kezaliman yang nyata. 

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
"Ya Allah, barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.” (HR Muslim).

Sangat gamblang hadits ini menjelaskan tentang larangan bagi pemimpin mempersulit keadaan umat. Apalagi segala kesulitan yang kini tampak, tak hanya satu atau dua kesulitan saja. Namun, hampir setiap sektor kehidupan begitu sulit. Hingga akhirnya begitu banyak kemudharatan yang merata terjadi dimana-mana. 

Inilah akibat langsung dari sistem sekuler yang kapitalistik. Tak menganggap aturan agama sebagai aturan dalam menjalankan kehidupan. Ditambah lagi, sifat sistem yang begitu kapitalistik. Memanfaatkan segala sumberdaya yang dimiliki umat, yang sangat dibutuhkan umat, demi keuntungan materi para oligarki kapitalis. Ironis. 

Hilangnya perisai umat, menjadikan umat tak memiliki tempat untuk berlindung. Padahal negara seharusnya berperan sebagai "ibu kandung" rakyatnya. Yang setia dan amanah menjaga. 

Perisai umat hanya dapat terwujud dalam sistem Islam. Satu-satunya sistem amanah yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan rakyat secara adil dan merata. Berdasarkan penerapan syariat Islam yang menyeluruh di setiap bidang kehidupan. Dalam institusi yang khas, dengan karakteristik kokoh dan tangguh. Inilah wajah Islam yang sebenarnya. Mengayomi umat tanpa diskriminasi. 

Wallahi a'lam bisshowwab.

Baca juga:

0 Comments: