![Kesetaraan Gender untuk Atasi KDRT, Solusi atau Ilusi?](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6xJqucfP1YM_pgiQRKzj4K6Oe2YggjhE4fyTWfLDUzHLl4KiKYuPh5OczqSxwsM3mpMVl73qS2ptV-_2UwOrSvYhf2Vob9nvoQMIPX2zQKrT7-tgMRuHDYXW9SEl9SRngvaEc3qRslnQ/w700/1668667794490523-0.png)
OPINI
Kesetaraan Gender untuk Atasi KDRT, Solusi atau Ilusi?
Oleh. Vivi Nurwida (Aktivis Dakwah)
Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia tergolong masih cukup tinggi. Kerapkali kasus yang ada juga tidak dapat ditangani dengan tuntas. Beberapa pihak juga menganggap bahwa kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ada adalah bentuk kekerasan gender ekstrem.
Dilansir dari republika.co.id, 6/11/2022, Rainy Hutabarat, anggota Komnas Perempuan, mengatakan bahwa kasus penganiayaan terhadap istri dan anak di Depok, Jawa Barat, yang berujung pada kematian anak merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang ekstrem.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, selama 17 tahun, yaitu sepanjang 2004-2021 ada 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau ranah personal. (Kompas.com, 28/09/2022).
Perempuan selalu dianggap menjadi korban KDRT karena sistem patriaki. Padahal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa KDRT juga bisa menimpa seorang suami. Lantas, benarkah KDRT terjadi karena ketidakadaan kesetaraan gender?
Ilusi Kesetaraan Gender untuk Atasi KDRT
Dalam UU Nomor 23 tahun 2004 pasal 1, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Sedangkan dalam pasal 3 disebutkan pelaksanaan penghapusan kekerasan rumah tangga ini berdasarkan asas: penghormatan hak asasi manusia, keadilan dan kesejahteraan gender, non-diskriminasi dan perlindungan korban. Ternyata dalam pasal 3 ini dimasukan poin terkait kesetaraan gender.
Asas keadilan dan kesejahteraan gender yang tertuang pada pasal ini adalah kesalahan paradigma KDRT sendiri. Sebagian kalangan menilai, pemicu terjadinya KDRT disebabkan oleh ketidaksetaraan hak antara suami dan istri. Bahkan, salah satunya, laki-laki dan perempuan tidak setara karena tuntunan agama.
Peran agama justru dianggap menjadikan para wanita lemah karena laki-laki dijadikan pemimpin rumah tangga, dan istri harus taat kepada suami. Istri harus meminta izin ketika keluar rumah, sedangkan suami tidak. Pembagian waris yang lebih banyak untuk anak laki-laki daripada anak perempuan, dan lain sebagainya.
Mereka juga berpandangan bahwa perempuan tidak bisa mandiri secara ekonomi, hingga akhirnya mereka tertindas. Berbagai propaganda mereka hembuskan guna menjadikan wanita bisa berdiri dengan kakinya sendiri atas nama kesetaraan gender.
Sistem patriarki dianggap sebagai biang keladi permasalahan yang menimpa perempuan hari ini. Padahal, sesungguhnya kaum lelaki juga pernah mengalami hal yang serupa. Di beberapa bidang saat ini perempuan sudah diberikan ruang yang sama dengan kaum lelaki. Seperti peluang kerja yang lebih banyak, keterwakilan di parlemen, hak berpendidikan, kesempatan menjadi pemimpin, dan sebagainya. Namun nyatanya dengan kesetaraan gender ini, nasib perempuan tetaplah sama.
Payung hukum yang dibuat pemerintah dengan menyisipkan unsur kesetaraan gender di dalamnya juga berbagai kesempatan yang diberikan atas nama kesetaraan gender ternyata dalam data yang ada tidak menjadikan angka KDRT turun. Namun, yang terjadi justru terjadi peningkatan. Ini berarti kesetaraan gender untuk atasi KDRT hanyalah ilusi, bukan solusi.
Buah Kapitalisme-sekularisme
Sesungguhnya kekerasan yang terjadi pada perempuan adalah karena diterapkannya sistem rusak buatan manusia, yakni kapitalisme-sekularisme. Dalam sistem ini peran agama ditiadakan untuk mengatur kehidupan. Materi dan manfaat dijadikan landasan dalam berbuat.
Lebih lanjut, perempuan dalam sistem ini hanya dijadikan mesin pencetak uang. Perempuan yang tidak bekerja dianggap tidak bermanfaat, bahkan dianggap sebagai beban suami. Lapangan pekerjaan yang banyak dibuka untuk perempuan ternyata hanya memberikan upah yang minim.
Negara dengan sistem kapitalismenya menyebabkan masyarakat jauh dari kata sejahtera. Semua bahan-bahan kebutuhan pokok, BBM, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya yang mahal mengakibatkan tersulutnya amarah atau meningkatnya tingkat stress yang bisa berujung pada kekerasan. Begitu pula dengan maraknya perselingkuhan, negara dengan sistemnya juga membuat masyarakat terjerumus pada pergaulan bebas.
Nyata sudah, sistem ini telah menjadikan umat jauh dari pemahaman agama. Alhasil, jiwa umat mudah rapuh, mudah goyah. Suami istri tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik dalam rumah tangga. Beban hidup yang berat menjadikan umat rawan depresi dan akhirnya mudah melakukan tindakan kekerasan sekalipun kepada pasangannya sendiri.
Islam Kafah Solusi Tuntas Atasi KDRT
Sudah seharusnya ideologi Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Sehingga umat tidak mudah rapuh dan rawan melakukan tindak kekerasan. Sudah seharusnya, tidak ada keluarga yang hidup jauh dari kesejahteraan. Sudah seharusnya pula tidak ada keluarga yang berkubang pada lubang kemaksiatan bernama pergaulan bebas. Sudah saatnya keluarga dibangun berdasarkan iman dan ketakwaan. Tidak ada persaingan antara laki-laki dan perempuan, karena dalam masalah takwa di mata Allah adalah sama, sedang perannya sesuai kadar yang ditentukan Allah.
Negara harus mengelola sendiri kepemilikan umum seperti tambang, air, hutan dan sebagainya untuk kepentingan rakyat. Bukan membiarkannya dimiliki oleh swasta asing. Negara juga harus membuka lapangan pekerjaan yang memadai yang akan memudahkan para suami, ayah, dan kepala keluarga untuk bisa menafkahi keluarga. Dengan ini rakyat akan sejahtera, tanpa beban ekonomi yang menimbulkan depresi.
Jikalau ada kasus KDRT yang menimbulkan kekerasan fisik berupa luka, cacat atau bahkan kematian pada korbannya, negara akan memberikan sanksi tegas atau ta'zir yang hukumannya tergantung dari jenis penganiayaan yang dilakukan. Dengan cara ini akan memberikan efek jera kepada pelakunya, dan mencegah orang lain melakukan tindak serupa. Inilah solusi tuntas untuk mengatasi permasalahan KDRT. Semua ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang menerapkan Islam secara kafah.
Wallahu a'lam bishawab.
Baca juga:
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwn1z-qW4alS9WG0uXNYw9abBTQkUnD4yrvjMXSlrcJgxpQTXaWt6AK6R3qPfittc16UQ1NitLgdbVZFrtQDNk5Qava1x8POat9AVzf6oQN_qM3XVi1aczrmpLH4haLUwV8i8vYx3LvEamEBFUKyfZcEgpQ6WCm5K6rELPqtWHSM0t3XaRLCbeGPTcsw/s16000/SSCQMedia.com.gif)
0 Comments: