Headlines
Loading...
Ketika Hidayah Menyapa, Part 23 (Tidur di Ruang Kelas)

Ketika Hidayah Menyapa, Part 23 (Tidur di Ruang Kelas)


Oleh. Muflihah S. Leha

Dengan nyenyak Dika tidur di ruang kelas, suara riuh santri-santri yang sudah berseragam sekolah memasuki kelas, namun Dika masih saja pulas di atas bangku sekolah.

Ia tersadar setelah seseorang menggoyang-goyangkan badannya.

"Hai bangun ..." suara  itu terdengar jelas di telinganya
Dika pun terperanjat seketika, menyadari dia ada di mana. Setiap hari Ia berusaha bangun sebelum subuh,  karena senyapnya ruangan itu nyaris tak bersuara, membuatnya tertidur dengan pulas.

"Astaghfirullah hal'adzim ..." keluhnya 

"Jam berapa ini, gak ada yang bangunin aku," 


Bergegas Dika berlari, semua mata tertuju padanya.

Untung saja masih santri baru, kalau bukan anak baru pasti sudah terkena hukuman.

Sejak saat itu, Dika di kenal banyak orang, santri baru yang langsung di kenal oleh Kyainya karena kepiawaiannya melayani seorang Kiyai tanpa di suruh,
Bahkan sang Guru selalu menyuruh Dika untuk melakukan sesuatu, yang terkadang semua santrinya mengantri untuk di suruh.

**

"Mau kemana Dik," tanya seorang temannya ketika Dika membawa begitu banyak sarung,

"Mau laundry," jawabnya
Ia memilih hari Jum'at untuk mencuci semua bajunya, karena khusus di hari Jum'at mencuci gratis, tanpa harus mengeluarkan uang, Dika rela menumpuk baju-baju kotornya karena kehabisan uang, tergolong masih awam, gak tahu tanpa uang harus ngapain, pinjem sama siapa ..., 

Ia tak berani meminjam temannya meski kehabisan uang, 
Ia pun ikut membantu mencuci sarung santri-santri yang lain demi mendapatkan uang jajan.
Namun padatnya kegiatan sekolah dan kegiatan pesantren, Ia pun tak bisa berbagi waktu untuk selalu mencucinya.

"Dik nih kuncinya," temannya memberikan kunci koperasi, karena malam ini adalah jadwalnya Ia menjaga koperasi.

"Oke terimakasih," sahut Dika sembari menerima kunci yang ia sodorkan.

Ada rasa ingin jajan, ketika menjaga koperasi, namun semua keinginan dunia bisa Ia tahan, karena menyadari mungkin orang tuanya belum punya uang, sehingga sampai saat ini mereka tidak memberikannya uang bulanan.

Suara azan berkumandang, Dika buru-buru menutup koperasi yang Ia jaga, takut ketinggalan jamaah, Ia pun buru-buru ke kamar mandi, ketika mau mengambil air wudhu, badannya terasa lengket dan gatal, yang memaksanya untuk mandi sekejap. meski hanya hitungan detik Ia menyiram badannya dengan buru-buru, secepat kilat ia langsung berganti baju, bergegas Ia keluar tak terdengar suara Iqamah Ia pun segera ke masjid, karena buru-burunya Ia mandi, belum pun sempat Ia mengganti sarung, jamaah sudah bubar.
Ia pun salat sendiri di kamar santri, berharap tidak ada yang melihatnya, dengan santai Ia menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an usai sembahyang.

***

Tanpa khawatir, dan dengan tenangnya Dika duduk bersila, sembari menghafalkan pandangannya mengarah ke semua santri yang berdatangan, bersiap duduk dengan berbaris mengkaji kitab, Dika duduk seperti biasa, hanya hitungan menit ruangan itu penuh,

Terdengar riuh juga dari balik kayu sebelah kiri, tempat duduknya santriwati yang tertutup pagar.

Ada sekat antara santriwan dengan santriwati, meski tertutup, namun suara riuh itu masih bisa terdengar, semua berbaris menunggu sang Guru.

Suara riuh seketika senyap, ketika sang Guru memasuki aula.

Dika terperanjat ketika seseorang menyuruhnya untuk berdiri, hatinya berkata ada rasa yang tak pernah Ia rasa. Pertanyaan dalam hatinya tak bisa Ia jawab.
Ternyata dia ketahuan mandi di saat salat berjamaah, siapa yang melihatnya.

Ia pun berdiri menuruti sang Guru,

"Pasti sesuatu terjadi padaku,"

Rasa dag dig dug memompa jantungnya, sang Kyai menyuruhnya berdiri untuk menjalani hukuman.

"Astaghfirullah hal'adzim, gue di hukum," ada penyesalan di hatinya, namun Ia tak berkutik, hanya kepasrahan yang Ia terima. 

Sang guru menyuruhnya mendekati, Ia pun melangkahkan kakinya dengan hati-hati, mukanya menunduk malu, berjalan di tengah padatnya santri-santri yang mempersilahkannya dan memberi jalan,

Dengan cepat Dika meminta maaf dan menyalami sang Guru, ketika tangannya di sambut, ada rasa lega di hatinya, namun hukuman itu tetap berlaku, sang Guru menyuruhnya untuk berdiri di sebelahnya menghadap ke tembok, agar santri jera Pak Kyai menyuruhnya berdiri  di depan ratusan santriwati dengan menghadapkan wajahnya ke tembok.
Meskipun wajahnya menghadap ke tembok, namun rasa malu tetap memenuhi hatinya.
Berdiri di depan Ratusan mata memandang, dan mereka menertawakannya, bertanya-tanya siapakah dia. 
Meskipun Dika menyembunyikan wajahnya, namun Ia tak bisa menyembunyikan rasa malunya.

Berjam-jam Ia berdiri di depan ratusan mata memandang di saat yang lain mengaji, Ia pun menjalani hukuman.

Setelah sang Guru meninggalkan ruangan itu, karena jam mengaji telah usai, Dika pun bergegas keluar aula. Ia berjalan dengan setengah berlari menuju ke kamarnya, hanya mengambil mushaf Ia pun buru-buru pergi, Ia  mencari tempat yang sepi untuk menghafalkan.

Sudah menjadi kebiasaan Dika, tidur di ruang kelas, karena Ia merasa lebih fokus untuk hafalan tanpa di ganggu suara-suara berisik, usai mengaji pasti anak-anak bermain, bercanda dan berisik, yang justru membuat Dika tak nyaman, dan memaksanya untuk tidur di tempat lain, semenjak nyaman di gedung sekolahan, Ia pun selalu tidur di ruang kelas itu, ada ketenangan yang Ia rasakan di sana.

Malam sudah larut, Ia masih belum ngantuk, ketika Ia sedang menghafalkan Al-Qur'an, suara aneh terdengar di telinganya.
Karena merasa sudah berani, Dika pun dengan tenang melafazkan ayat-ayat Alquran.

"Suara apaan sih, kalau mau mengganggu aku pergi sana!" ucap Dika ke arah lemari besar yang berdiri di ruangan itu.

"Kalau mau mengganggu sana pergi!" ucap Dika entah kepada siapa tanpa tertuju, asal ngomong saja, sembari matanya menyapu semua sudut.

"Kalau mau hafalan sini! sama aku, kalau mau mengganggu, sana pergi!" tantang Dika yang di iringi suara berjatuhan, beberapa buku yang tiba-tiba jatuh ke lantai, dari rak buku yang berjejer di lemari,  belum sempat Dika melihat bukunya, Ia hanya melihat dari ke jauhan.

"Oh, ... No!" Ada rasa takut di hatinya yang muncul tiba-tiba, memaksa ia harus berlari dan meninggalkan ruangan itu, ucapannya yang disambut dengan buku berjatuhan tanpa angin dan tak masuk akal membuatnya 
merinding.

Namun Ia tidak menceritakan kepada santri-santri yang lain, terlebih lagi itu adalah ruang kelas yang ramai di siang hari, wajar saja, gedung yang ramai di siang hari pasti malamnya sepi. Sejak itulah Dika tidak lagi tidur di ruang kelas.

Bersambung

Baca juga:

0 Comments: