Headlines
Loading...
Penulis: Desi

"Yaah, masih kebesaran, Bi," ucap Bening setelah mencoba gamis warna pastel ungu milik Bibi Ois yang kekecilan. 

"Engga terlalu kebesaran, Neng. Ini, 'kan, ada talinya. Coba deh ditali dulu," saran Bibi Ois.

"Iya, Bi. Bener." Bening menatap dirinya dari depan dan belakang melalui kaca pintu lemari. 

"Pake kerudung ini pasti cocok." Bibi Ois menyodorkan sebuah kerudung berwarna abu-abu tua.

"Bagus banget, Bi," ucap Bening seraya memakai kerudungnya.

"MasyaAllah, kamu cantik banget, Neng," pujian Bibi Ois membuat Bening tersipu malu.

"Kamu seperti kupu-kupu cantik yang baru keluar dari kepompong." Bibi Ois merasa takjub melihat Bening yang nampak cantik dan anggun dibalut busana muslim.

"Metamorfosis, dong, Bi," ujar Bening dengan mata terbelalak.

"Dan kemarin pas kamu marah-marah itu kaya ulet," mata Bening semakin terbelalak mendengar ucapan bibinya, kemudian tawa mereka pun pecah.

"Mon, kamu mau ikut ke pasar engga?" tanya Bening ketika melihat Salman memasuki rumah.

"Engga ah, aku mau ngerjain PR," jawab Salman.

"Mbah Uki temenin, ya, Man," suara Mbah Uki mengagetkan mereka yang tidak menyadari kedatangannya.

"Wah, cucuku cantik banget," kali ini pujian terucap dari mulut Mbah Uki.

Bening meringis menunjukkan gigi rapihnya. Kemudian dia bergegas menyalakan sepeda motornya. Tidak lupa Bening memakai kaos kaki dan berpamitan dengan Mbah Uki dan pamannya juga kepada Salman.

Bening dan bibinya segera memasuki sebuah toko baju begitu sampai di pasar. Tokonya cukup besar dengan posisi menghadap pasar, tempat ibunya berjualan. 

"Pilih bajunya jangan kelamaan, Neng. Biar bisa ke dalam pasar dulu," ucap bibinya mengingatkan.

"Siap, Bi. Aku milihnya yang penting pas dan nyaman," ucapan Bening disetujui Bibi Ois dengan mengangkat jempol kanannya.

Tangan Bening dengan sigap menyapu baju gamis yang berderet panjang di pajangan _stand hanger_. Sesekali menggesernya ke kanan dan ke kiri. Diambilnya beberapa model baju lalu dikembalikan lagi yang dirasa kurang pas dengannya.

Sebuah gamis sederhana berwarna hijau kiwi dan berwarna krem dipegang oleh Bening. Kemudian ditunjukkan kepada Bibi Ois yang nampak puas dengan pilihan Bening. 

"Kita gantian ke kamar pas, ya, Bi. Nanti kalo cocok ambil yang ini aja, gimana?"

"Ok," jawab bibinya singkat. Sementara tangannya sibuk membuka bungkus biskuit untuk Safia.

Mereka pun menuju kasir setelah puas mencoba gamis pilihannya di kamar pas. Bening mengambil empat pasang kaos kaki jempol sebelum sampai di meja kasir.

"Uangnya cukup, Neng?" tanya bibinya.

"Cukup, Bi. Malah lebih dikit," jawab Bening.

"Bening?" mata Bu Eli melebar, tangannya mengucek matanya beberapa kali. Serasa tak percaya jika gadis di hadapannya adalah Bening, anaknya.

Kedatangan Bening mengenakan pakaian syar'i, bagaikan kejutan spesial bagi Bu Eli. Ibunya begitu terharu, seketika pikirannya berkelana jauh ke depan membayangkan anaknya tumbuh menjadi muslimah yang baik dan benar.

"Udah, Bu. Badanku jangan diputer-puter terus," maklum ibunya baru kali ini melihat Bening rapet dari atas sampai bawah, hanya wajah yang tertutup masker dan telapak tangannya saja yang terlihat.

"Belanja apa?" tangan ibunya memeriksa tas belanja dari kertas yang dibawa Bening.

"Beli gamis, Bu. Uangnya dikasih Mang Udin," ucap Bening dengan senyum merekah.

 Ibunya sedikit kaget mendengar nama Mang Udin, kemudian berkata, "Kamu udah baikan sama Mang Udin?"

"Alhamdulillah," ucap Bu Eli bahagia mendapati jawaban dari Bening melalui anggukkan kepala dan senyumannya.

"Ini tinggal nutup, 'kan, Bu. Aku bantuin, ya." Bening menarik pintu rolling door dan menggesernya setelah melihat barang dagangan yang dipajang di luar sudah di masukkan semua ke dalam toko.

"Yuuk, pulang udah sore," ucap Ibu Eli setelah mengangkat dua keresek sedang berisi makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Mereka pun berjalan menuju tempat parkir.

Bening duduk di meja belajarnya setelah selesai melaksanakan salat Ashar. Merapikan beberapa buku dan alat tulisnya. Dia teringat apa yang dikatakan oleh bibinya.

Metamorfosis, sebuah kata yang digambarkan Bibi Ois untuk dirinya, membuatnya berpikir. Menjadi kupu-kupu cantik yang dilepaskan kepompong gelap dari ulat yang menggelikan.

Namun, tekadnya bukanlah dari sisi penampilannya saja tetapi perubahan itu dari cara berfikirnya dalam segala hal. Standar benar dari agama menjadi patokannya dalam memilih sebuah tindakan.

Bening tersenyum mengingat wajah-wajah sumringah keluarganya. Respon positif mereka membuat Bening semakin bersemangat. Pujian yang mereka lontarkan tidak ingin membuatnya terbang.

Sebuah niat lurus lahir dari kesadaran terdalamnya. Ia ingin menjaga itu baik-baik dengan doa penuh kesungguhan dan ia tidak sabar ingin segera bergabung dengan sahabat taat yang telah lebih dulu belajar Islam.

Bening segera tersadar dari bayangan akan harapannya menjadi baik ketika HP-nya berdering. Sebuah panggilan dari Alifa, sahabatnya. Segera ia sapu ke atas tombol bulat hijau yang bergerak-gerak.

"Waalaikum salam warahmatullah." Bening menjawab salam Alifa dari balik HP-nya.

"Alhamdulillah, siap, Put," jawab Bening setelah mendapat kabar gembira dari Alifa.

Bersambung

Baca juga:

0 Comments: