Headlines
Loading...
Penulis: Desi

Kedua tangan Bening dirapatkan menengadah, kemudian wajahnya menghadap ke atas. Dia pilih diksi-diksi indah untuk dilangitkan. Tak terasa ada bulir bening menetes dari sudut matanya.

Dia usapkan kedua tangannya menyapu wajah. Senyumnya lepas bersama hembusan nafas panjang dari mulutnya. Ada sesuatu yang melegakan seolah telah mendapatkan sebuah jawaban.

Azan Magrib telah berkumandang. Bening segera bangkit dari duduknya menuju kamar mandi. Dengan mengucap bismillah, dia mengambil air wudu dari kran yang terpasang tepat di depan kamar mandi.

Bening salat berjamaah dengan ibunya di musala minimalis di dalam rumahnya. Sementara kakeknya berjamaah di musala dekat rumah. Magrib kali ini terasa begitu istimewa, ada kenikmatan yang jauh lebih nikmat dari salat sebelumnya.

"Bu, kalo Aku aktif ngaji, apa Ibu ngizinin?" sebuah tanya terucap dari bibir Bening setelah selesai melaksanakan salat dan berdoa.

"Dari dulu, 'kan, maunya Ibu juga kamu ngaji. Selama itu untuk kebaikan pasti Ibu izinin. Apalagi kalo kamu ngaji, Ibu pasti berusaha fasilitasi apa-apa yang kamu butuhkan," sebuah jawaban yang membuat Bening sangat bahagia.

"Ibu menyadari engga bisa ngajarin kamu ilmu agama. Ibu engga mumpuni, makanya dulu Ibu cariin kamu guru ngaji." Ibu menyinggung kejadian saat mendatangkan guru ngaji untuk Bening.

"Sekarang kamu udah punya keinginan sendiri untuk ngaji, engga ada alasan ibu engga ngizinin kamu. Ibu pasti dukung kamu seratus persen."

"Maaf, ya, Neng. Ibu terlalu sibuk nyari duit. Kamu jadi kurang terurus," tangan ibunya menggenggam tangan Bening. Ada tangis yang ingin meluap tetapi hanya tertahan di tenggorokan karena terhalang oleh suara salam dari Mbah Uki.

Bening membuka mukenahnya dan menggantungkan di paku yang telah berkarat di dinding sebelah pintu masuk musala yang didesain lebih lebar. Begitupun dengan ibunya.

Ibu dan anak itu menuju dapur, menyiapkan beberapa makanan untuk makan malam bersama. Aroma harum dari tempe yang digoreng Bu Eli, berhasil membawa kakeknya berjalan mendekati mereka.

"Bau tempe goreng, perut Mbah jadi makin keroncongan, nih," ucap Mbah Uki yang langsung duduk di meja makan menunggu makanannya siap.

"Sabar, ya, perut. Sebentar lagi mateng, kok," suara Bening seperti guru TK yang sedang mendongeng.

Keesokan harinya, seperti biasa Bening berangkat sekolah dengan sepeda ontelnya. Udara dingin pagi tak begitu menusuk tulang, sebab sweter coklat  memeluk menghangatkan tubuhnya 

Menyusuri jalanan beraspal dengan semangat yang berbeda. Ditemani lafadz zikir yang bertalu-talu dari lisannya. Belajar melibatkan dan menghadirkan Sang Pemilik Cinta dimana pun dia berada.

Sebuah asa ingin ia gapai sesuai apa yang seharusnya. Menjalin mesra apa yang diperintahkan-Nya. Membuang jauh sebab-sebab yang akan mendatangkan murka-Nya.

"Mampukah Aku?" sebuah tanya terlintas dalam benaknya. "Bismillah, Allah yang akan mampukan," sebuah jawaban muncul melemahkan bibit-bibit keraguan yang dihembuskan oleh makhluk yang tidak akan pernah rela melihat manusia selangkah lebih dekat dengan Allah.

"Assalamualaikum, Aliput," sapa Bening ketika melihat Alifa tengah memarkirkan sepeda.

"Waalaikum salam, Bening," jawab Alifa setelah menoleh ke arah Bening.

Bening memeluk Alifa sambil berkata, "Aku mau cerita banyak banget. Pokoknya kamu harus denger."

"Bentar, jangan bilang penyakit kamu kambuh lagi, ya," ucap Alifa meledek. Mereka berdua berjalan santai menuju ruang kelas.

"Paan, sih," ucap Bening dengan bibir sedikit monyong.

"Aku khawatir aja kamu jatuh cinta lagi sama pangeran rawon. Apa sekarang beralih ke pangeran uduk?" tawa Alifa tergelak melihat reaksi wajah Bening yang nampak lucu baginya.

"Iya, sekarang aku lagi jatuh cinta," ucap Bening begitu saja.

"Tuh, kan," jari Alifa menunjuk ke wajah Bening.

"Jatuh cinta sama Islam," celetuk Bening dengan senyum ceria. Ucapan Bening disambut rangkulan tangan Alifa ke pundak Bening.

"Nanti ngajinya aku berangkat sendiri aja, ya, Put. Kamu engga usah jemput Aku," ujar Bening yang enggan merepotkan Alifa.

"Beneran mau berangkat sendiri aja?" tanya Alifa memastikan. Bening menjawab dengan anggukan kepala.

Bening menceritakan jika dirinya sudah berbaikan dengan pamannya. Tentang respon positif dari keluarganya pun ia ceritakan. Alifa ikut bahagia mendengar cerita Bening.

Jam pulang sekolah telah tiba. Bening dan Alifa bergegas menuju rumah masing-masing. Jam setengah tiga mereka akan mengikuti kajian di rumah seorang guru untuk mengkaji ilmu Islam dari dasar.

Motor bening berhenti di depan rumah Alifa. Dia hendak turun dari motornya tetapi Alifa muncul dari balik pintu dan langsung membonceng motor Bening.

"Aku engga ketemu ibumu dulu, nih," tanya Bening.

"Engga papa. Waktunya udah mepet. Nanti pulangnya aja," jawab Alifa.

Bening mengikuti langkah Alifa dan mengimitasi cara Alifa bersalaman dengan guru dan teman-temannya. Ada enam orang termasuk Bening. Mereka saling berkenalan. Tidak menunggu lama, kajian pun segera dibuka.

Bersambung

Baca juga:

0 Comments: