OPINI
Narasi Radikal, Jampi-Jampi Sistem Sekuler Liberal
Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)
Duhai, pahit nian nasib kaum muslim zaman now. Di tengah krisis multidimensi yang merebak tak terkendali, isu radikalisme terus dijadikan narasi. Kaum muslim dan ajaran Islam distigmatisasi. Berbagai aksi kekerasan dan penyerangan brutal oleh sekelompok ataupun individu berbusana muslim, tuduhan terorisme serta merta menempel penuh arti.
Jampi-Jampi Sekuler Liberal Membuahkan Narasi Radikal
Narasi radikalisme berkembang pesat beriringan dengan isu terorisme. Peristiwa nine one one menjadi momentum munculnya narasi terorisme, ekstremisme, dan radikalisme. Saat peristiwa peledakan gedung WTC di Amerika Serikat pada 2001, narasi terorisme semakin populer. Setelah itu, invasi besar-besaran terjadi di beberapa negeri kaum muslim. Jampi sekularisme dan liberalisme ikut menguat di wilayah tersebut.
Atas dalih melawan terorisme, AS mengebom dan membunuhi masyarakat tidak berdosa di negeri-negeri muslim yang dibidik dengan narasi tersebut. AS gencar menarasikan 'war on gerrorism' Dengan serta merta, berbagai negara di seluruh dunia harus mengikuti seruan AS melawan terorisme. Islamlah yang menjadi sasaran tuduhan.
Di Nusantara ini, isu terorisme mulai dilaunching saat peristiwa Bom Bali. Dari hasil pemeriksaan, diberitakan bahwasanya pelaku bom Bali itu kaum muslim. Pucuk dicinta ulam pum tiba, seakan pribahasa ini melekat pada narasi buatan Barat itu. Sejak kasus Bom Bali, kaum muslim menjadi kambing hitam setiap ada aksi terorisme dan radikalisme versi Barat.
Beberapa waktu lalu, ada seorang muslimah yang nekat membawa pistol dan menodong Paspamres di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (25/10/22). Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan gerak cepat mendalami dugaan jaringan terorisme dalam kasus ini. Dalam penelusuran sementara, diketahui bahwasanya pelaku memiliki pemahaman radikal serta pendukung ormas radikal (Republika.co.id, 26/10/22).
Tak dimungkiri, narasi teroris dan radikal yang dilekatkan pada Islam dan kaum muslim membuat umat Islam, terutama generasi muslim, fobia terhadap ajaran agamanya sendiri. Sehingga, mereka menjadi takut untuk mengenal Islam lebih dekat. Mereka jadi takut kalau belajar Islam secara intens dan menyeluruh. Bahkan, mereka takut bersosialisasi atau berteman dengan orang yang dicirikan sebagai teroris dan radikal.
Stigma negatif ini secara tidak langsung akan menjauhkan kaum muslim dari agamanya. Kalau umat Islam dan generasi muslim khususnya sudah jauh dari Islam, maka kebangkitan kaum muslim seakan menjadi mimpi yang tak pernah terealisasi. Hal itu akan membuat kaum kafir bersorak-sorai sehingga bisa tetap melanggengkan hegemoni dan kekuasaannya. Inilah yang diidam-idamkan musuh Islam, kaum kafir. Sistem sekuler liberal kian tak tentu arah.
Kini, narasi radikal semakin tumpah-ruah dalam menyasar kaum muslim karena telah terjadi pergeseran makna “radikalisme dan terorisme”. Sebelumnya, dua bahasan di atas berhubungan dengan tindakan penyerangan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih yang mengakibatkan kekacauan atau kerusakan. Kini, istilah “radikalisme” ternyata menyasar pada aktivitas yang memperjuangkan Islam kafah, Khilafah, dan jihad.
Jampi-jampi sekuler liberal semakin melebarkan sayapnya untuk menggerus pemikiran kaum muslim, khususnya generasi, dan menggiring mereka ke jurang islamofobia. Sebab, konsep liberalisme dengan bill human of right berlaku untuk semua kalangan, kecuali muslim.
Islam Solusi atas Narasi Radikal
Terkait terorisme dan radikalisme, Islam jelas mengharamkan segala tindakan yang berbau teror. Jangankan membunuh dengan membawa senjata atau lainnya, menganiaya dan menyebarkan ketakutan saja dilarang. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 32:
“… Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia ….”
Dengan demikian, Islam tidak membenarkan aksi pembunuhan, pengeboman, dll. Dalam dakwah menyebarkan risalah kenabian, Islam telah memberikan contoh. Seperti menyampaikan kebenaran melalui lisan, membantah ide-ide yang menyesatkan kaum muslim hingga memberikan contoh terbaik dalam beramar makruf nahi mungkar.
Sudah jamak dipahami bahwa agama Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, pemersatu seluruh umat, baik muslim maupun nonmuslim. Sebagaimana Allah Swt. berfirman,
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (bagi jin dan manusia denganmu, risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad.” (QS Al-Anbiya: 107)
Mana mungkin kata rahmat di sini akan menimbulkan sebuah ancaman dan bahaya saat syariat Islam diterapkan secara kafah oleh negara. Flashback pada saat Rasulullah berhasil mendirikan Daulah Islam di Madinah, sudah masyhur bagaimana persatuan dan persaudaraan kaum Anshar dan Muhajirin. Tidak ada diskriminasi di Madinah meski di sana heterogen, tidak semua penduduknya kaum muslim.
Sungguh, Islam akan menjadikan rakyat di wilayah mana pun tidak merasa dianggap seperti “anak tiri”. Negara akan hadir sebagai pelayan dan pemelihara urusan umat dengan stamina prima dan tidak pilih kasih. Narasi radikal tak akan pernah dijumpai dalam penerapan syariat Islam. Narasi radikal tak lebih dari sekadar produk jampi-jampi sekuler liberal. Oleh karena itu, saatnya kaum muslim, terutama pemuda bangkit dan berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Wallahu a'lam.
0 Comments: