![Perayaan Halloween Bukan Ajaran Islam, Umat Mesti Paham](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNgcRj912zzimfAFGJFgMQeuYd2NbCMn6VWUa8t9fZJ9ffaE1u_c38GNga3TSLIvAVSpCyMY9jMfXGEsw1_7rJbmEKiggxgXuA4rVe6_8PG-m3uZvHSB_N6In4OQeQ7u3Pa_GuVIyNg_0/w700/1668666774996643-0.png)
OPINI
Perayaan Halloween Bukan Ajaran Islam, Umat Mesti Paham
Oleh. Nur Hasanah
Perayaan Halloween sudah menjadi trend di negeri-negeri Barat atau Eropa yang diadakan setiap tahun. Namun kini trend itu mulai merebak di negeri Timur Asia. Seperti Arab Saudi, Korea Selatan, Indonesia pun tak ketinggalan. Sayangnya perayaan Halloween di Korea Selatan menyisakan luka yang mendalam dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menjadikan hari berkabung nasional. (30/10/2022)
Dilansir dari BBC, perayaan Halloween di Itaewon memakan korban jiwa hingga 151 orang. Diprediksi warga Korea yang merayakan Halloween di gang sempit Itaewon yang merupakan sebuah distrik hiburan malam yang populer di ibukota Korea Selatan mencapai 100.000 orang. Keadaan pun mulai tak terkendali karena penuh sesak dan orang-orang berusaha melarikan diri dari kerumunan tersebut. Sehingga banyak orang-orang yang terinjak-injak dan kesulitan bernafas yang akhirnya meregang nyawa. Dan nahasnya yang menjadi korban kebanyakan remaja berumur 20-an.
Apa yang terjadi di Korea Selatan memang sungguh memilukan. Jadi wajar bila banyak yang menyatakan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya termasuk penguasa di negeri ini yang menyatakan bahwa Indonesia bersama rakyat Korea. Tetapi hal ini pun pernah terjadi di negeri tercinta Indonesia. Tragedi naas yang terjadi di Kanjuruhan yang memakan korban lebih dari 100 orang. Tetapi penguasa di negeri ini tidak menyatakan bahwa mereka bersama rakyat korban Kanjuruhan, bahkan terkesan saling lempar tanggung jawab. Sepatutnya hal ini menyisakan pertanyaan, ada apa dengan para penguasa di negeri ini?
Selain perayaan Halloween di Korea Selatan yang memilukan, perayaan yang sama pun tak kalah memilukan yakni perayaan Halloween di Arab Saudi. Walaupun Saudi berdalih bahwa itu adalah perayaan festival bertema _"Scary Weekend"_ di Riyadh yang diselenggarakan pada 27-28 Oktober 2022. Tetapi kesamaan dengan perayaan Halloween sangat nampak. Sungguh disayangkan perayaan Halloween yang sudah jelas-jelas perayaan orang Barat malah diperbolehkan sedangkan perayaan maulid nabi umat Muslim tidak diperbolehkan.
Hal ini meniscayakan bahwa Arab Saudi semakin liberal. Memang semenjak kekuasaan dikendalikan oleh putra mahkota Muhammad bin Salman, yang berambisi mengikis konservatisme Saudi. Peraturan yang dibuatnya penuh kontroversi. Mulai dari mengizinkan perempuan memakai bikini di pantai, boleh tinggal sendiri dan pergi tanpa mahram, membuka bioskop dan konser musik, dan baru-baru ini memperbolehkan perayaan Halloween. Astagfirullah.
Halloween bukan ajaran Islam
Festival Halloween berasal dari Celtic kuno Samhain. Yaitu ketika orang-orang menyalakan api unggun dan menggunakan kostum khusus untuk mengusir setan dan tradisi ini merupakan budaya pagan dan Kristen. Jelas sudah bahwa Halloween bukan ajaran Islam dan umat mesti paham. Sekalipun Arab Saudi sebagai tolak ukur umat Islam karena merupakan penjaga dua kota suci, Makkah dan Madinah juga merupakan tempat berkumpulnya umat Islam untuk beribadah, bukan berarti menjadikan perayaan Halloween menjadi boleh.
Jika negeri-negeri Barat merayakan Halloween tentu bukan suatu masalah, tetapi lain halnya jika negeri muslim yang merayakannya tentu menjadi suatu masalah. Memang kelihatannya seperti biasa saja, hanya sebuah perayaan dengan kostum tertentu. Namun jika ditelusuri asal usulnya yang pastinya bertentangan dengan ajaran Islam. Terlihat biasa tapi efeknya luar biasa dapat merusak aqidah. Karena nabi Muhammad Saw melarang umatnya untuk tasyabuh yakni menyerupai budaya-budaya Barat atau asing.
Sebagai seorang mukmin, mesti memahami mana yang sesuai syariat dan tidak. Agar tidak terjerumus ke dalam tasyabuh. Inilah pentingnya mengkaji Islam dan tsaqofah Islam. Terutama generasi muda yang sedang mencari jati diri, yang mana mudah sekali terjerumus ke dalam hal-hal yang tasyabuh. Peran negara sangat dibutuhkan untuk menjaga aqidah umat, karena jika hanya individu dan masyarakat tidak akan efektif. Negara bertanggung jawab menjauhkan dan melarang berlangsungnya kegiatan-kegiatan yang dapat merusak aqidah maupun yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Pembiaran perayaan budaya Barat meniscayakan penguasa abai dengan pembentukan karakter pemuda masa depan. Karena sudahlah tidak sesuai dengan budaya Indonesia pun tak memberi manfaat. Inilah buah dari sistem kapitalisme yang menganut paham liberal, setiap orang berhak melakukan apapun yang disukainya. Siapapun tidak berhak melarang, meskipun hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.
Tetapi berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam penguasa bertanggung jawab menjaga akidah umat dan pembentukkan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme, baik dalam pendidikan maupun di luar pendidikan. Melarang setiap kegiatan dalam bentuk apapun yang dapat merusak akidah dan menjerumuskan umat dalam hal kesia-siaan. Hanya dalam sistem Islam umat terlebih generasi muda akan terhindar dari tasyabuh dan paham akan tujuan hidupnya, bahwa orientasi hidup ini bukan hanya sekadar mencari kesenangan semata melainkan hanya mencari rida Allah.
Wallahu'alam bishawab.
Baca juga:
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwn1z-qW4alS9WG0uXNYw9abBTQkUnD4yrvjMXSlrcJgxpQTXaWt6AK6R3qPfittc16UQ1NitLgdbVZFrtQDNk5Qava1x8POat9AVzf6oQN_qM3XVi1aczrmpLH4haLUwV8i8vYx3LvEamEBFUKyfZcEgpQ6WCm5K6rELPqtWHSM0t3XaRLCbeGPTcsw/s16000/SSCQMedia.com.gif)
0 Comments: