Cerbung
Persiapan Wukuf di Arafah
Oleh. Ratty S. Leman
Besok wukuf di Arafah. Sore hari sebelumya, Rara beserta rombongan diberangkatkan dengan mengunakan bus yang telah disediakan pihak maktab. Menurut jadwal dan informasi sebelumnya, mereka akan diberangkatkan malam hari setelah Isya. Ternyata, sejak sore sudah diminta untuk siap-siap berangkat. Mereka kira jika informasinya habis Isya bisa mundur 1 sampai 2 jam. Ternyata keliru, kebiasaan 'jam karet' sewaktu di Indonesia tidak berlaku di sini. Sedangkan di Makkah berlaku 'jam mungkret', seloroh bapak-bapak. Akibatnya, banyak yang panik sehingga baru bisa berangkat menjelang maghrib. Itu pun ada yang tertinggal dari bus rombongan karena orangnya sedang ke Masjidil Haram. Syukurlah, jemaah yang tertinggal bisa disusulkan dengan bus rombongan lain.
Alhamdulillah perjalanan dari Makkah ke Arafah sore menjelang maghrib saat itu terasa lengang, perjalanan mulus dan lancar, belum macet. Jika mau beri'tiba (mencontoh) Rasulullah, sunnahnya tarwiyah. Tidak langsung menuju Arafah, tetapi bermalam dulu di Mina. Baru keesokan harinya menuju di Arafah untuk wukuf.
Kami semua satu rombongan pasrah diberangkatkan sore-sore dan langsung disuruh masuk ke tenda-tenda di Arafah. Rombongan kami banyak yang sudah tua sehingga tidak mau mengambil resiko melakukan yang sunnah tetapi yang wajib tertinggal. "Al Hajju Arafah", berhaji itu di Arafah. Wukuf di Arafah hukumnya wajib, jika tidak dikerjakan maka tidak sah.
Orang yang bertarwiyah biasanya yang muda-muda dan fisiknya kuat. Biasanya mereka berjalan kaki dari Mina ke Arafah. Rara sebenarnya ingin mengikuti sunnah dengan bertarwiyah, namun apa boleh buat umi dan abinya sudah tua. Dia sadar, diajak berhaji untuk menemani mereka berdua. Bukan umi abinya yang mengikuti dia, tapi dia yang harus mengikuti umi abinya.
Menjelang petang, tenda-tenda di Arafah sudah penuh untuk persiapan wukuf besok. Nah, yang datang belakangan tidak dapat tempat untuk meletakkan barang bawaannya. Beberapa jemaah tidak mau menerima rombongan yang baru datang.
"Ini tenda rombongan kami, sudah penuh. Cari saja tenda lain," kata seorang ibu.
"Eh, maaf, Bu. Jangan egois dengan mengaku inj tenda rombongan. Memang sejak kapan kita mendirikan tenda sendiri? Kok jadi milik rombongan?" Rara menengahi. Alhamdulillah akhirnya mereka mau berbagi tempat sekadar untuk berteduh dan meletakkan barang bawaan agar tidak tercecer.
Suasana canda, berdoa, beribadah, bersuci terlihat di mana-mana. Kamar mandi di Arafah, antrinya panjang sekali. Air banyak tetapi harus ditampung di ember kecil. Alhamdulillah ada gunanya Rara membawa ember kecil dan gayung sendiri, jadi tidak rebutan minta air.
Malam itu, malam menjelang wukuf, suasana begitu syahdu. Damai di hati Rara. Kalimat-kalimat indah meloncat-loncat di benak Rara, "Malam ini ya Allah, aku benar-benar merasa mendapat rahmat-Mu. Bulan terang benderang, jatuh persis di atas kepalaku. Bintang-bintang tersenyum di atas tenda-tenda Arafah. Aku merasa mendapat sambutan-Mu". Rara semakin tenggelam dalam perenungannya. Dia bermunajat, "Terima kasih ya Allah, atas segala nikmat yang tak terhitung".
Malam itu Rara berdoa sepuas hati, menumpahkan segala rasa pada Rabb nya. Besok hari Arafah saat doa-doa dikabulkan, tak ada satu pun yang tertolak. Namun, berdoa malam ini di Arafah, sah-sah saja. (Bersambung)
0 Comments: