Headlines
Loading...
Pola Hidup Individualisme,  Kapitalisme dan Solusi Islam

Pola Hidup Individualisme, Kapitalisme dan Solusi Islam


Oleh Listyo Rukiyatiningsih
Guru dan Ibu Rumah Tangga 

Publik kembali digegerkan dengan penemuan empat mayat yang merupakan satu keluarga di rumah nomor AC5/7 pada Kamis (10/11) malam. Rumah itu terletak di Jalan Taman Asri 3 Blok AC, RT 7 RW 15, Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat. Keempat mayat ini diperkirakan telah meninggal dunia kurang lebih beberapa minggu sebelum ditemukan. Hal ini ditandai dengan pembusukan yang terjadi pada mayat. 
Setelah diteliti, polisi menyampaikan bahwa mereka meninggal karena tidak ada asupan makanan yang masuk ke lambung mereka selama kurun waktu yang lama. Selain itu, di rumah tersebut tidak ditemukan sisa makanan. Maka disimpulkan bahwa mereka meninggal akibat kelaparan. (Detik.com, 11/11/2022)

Masalahnya, mereka kelaparan karena apa? Karena menurut kesaksian warga sekitar, keluarga ini bukan termasuk keluarga miskin, bahkan bukan termasuk keluarga penerima bantuan dari pemerintah. 
Namun memang keluarga ini termasuk keluarga yang sangat tertutup, termasuk kepada keluarga dekatnya.

Terlepas dari itu semua,  individualisme telah mewarnai  kehidupan warga di kompleks perumahan. Bahkan ada sebuah ungkapan yang menyatakan makin elit kompleks perumahan,  kehidupan individualis-nya akan semakin tampak.

Ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalis di negeri ini.  Dalam Kapitalisme, kebebasan berperilaku sangat dilindungi. Kebebasan inilah yang melahirkan pola hidup individualis. Padahal pola hidup seperti ini akan melahirkan masyarakat yang lemah.  Sejatinya masyarakat adalah satu kesatuan, baik kesatuan dalam berpikir, bersikap, maupun aturan yang sama.
Padahal keutuhan masyarakat mutlak harus ada jika kita  menginginkan kemajuan.  Tidakkah kita menginginkan kemajuan?  

Lalu harus dengan sistem apa kita bisa maju?
Pertama, kita harus sadar  bahwa kita adalah seorang muslim. Bukankah seorang muslim harus senantiasa terikat dengan hukum hukum syara'? Sudah seharusnya kita hidup dalam sebuah sistem (aturan) yang menerapkan hukum hukum syara'.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa': 165)

Maka tidak ada pilihan bagi seorang muslim selain berada dalam naungan sistem kehidupan yang terikat pada hukum hukum syara'.

Kedua, secara empiris, tidak ada sistem yang diterapkan di dunia ini yang berhasil mencetak peradaban gemilang selain sistem Islam.
Sepanjang sejarah, hanya Islam-lah yang mampu menghasilkan ribuan ulama sekaligus ilmuwan. Bahkan ilmu-ilmu mereka ini masih dipelajari dan dipraktikkan hingga hari ini.
Prof. Dr Charles Singer (seorang dokter) mengatakan bahwa di barat, ilmu 'tasrih' (anatomi) dan ilmu kedokteran sebenarnya tidak ada. Ilmu mengenal penyakit dipergunakan dengan cara yang bukan-bukan, seperti dengan jengkalan jari, tumbuh-tumbuhan, tukang jual obat, dan takhayul sebagai sarana pengobatan.'' Barat  mengenal ilmu kedokteran modern dari kaum muslimin.

Prof. HAR Gibb (guru besar London University) mengatakan,  tidak perlu dipertentangkan lagi bahwa sastra barat berasal dari kaum muslimin.
Dr Peter Du Berg berkata, ''Seorang pendeta bernama Peter the Venerable pernah berangkat ke Toldeo hendak menyalin Al-Qur'an. Akan tetapi, pendeta itu takjub ketika melihat orang Yahudi yang beragama Islam sedang menulisnya di atas benda tipis yang halus (kertas). Kemudian, ia membawa kepandaian umat Islam itu dalam membuat kertas di Perancis.''

Masih banyak lagi ilmuwan barat yang mengakui bahwa ilmu ilmu yang saat ini diakui sebagai penemuan mereka sejatinya berasal dari peradaban Islam.

Ketiga, sistem Islam mampu membentangkan kekuasaan dan menguasai hampir 3/4 dunia selama berabad-abad. Selama kurun waktu itu, tidak ada  bangsa yang tiba-tiba murtad dan melepaskan diri dari Islam secara bersama sama, kecuali pada masa akhir kekuasaan Islam, ketika terjadi kesalahan atau keburukan dalam  penerapan Islam .

Sudah sepantasnya sistem Islam yang mengatur hidup kita. 
Dalam Islam, kehidupan bertetangga pun ada aturannya . Dalam sebuah hadis disampaikan, 
"Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Muslim)
Bahkan Rasulullah juga mencontohkan untuk saling berbagi, saling memberi salam dan saling tolong menolong dengan tetangga.

Maka tidakkah semua ini menyadarkan kita bahwa kita membutuhkan penerapan syariat Islam? Akankah kita masih menunda-nunda untuk  memahami bahwa hanya dengan syariat ini kita akan hidup sejahtera?
Islam pasti menang. 
Semoga kita senantiasa berada dalam perjuangan ini ketika kemenangan itu tiba.

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: